Kamar Cheng Yun tidak menyalakan AC, jendela kaca yang sebelumnya tertutup entah kapa terbuka, membuat suhu di dalam kamar sedingin luar.
Meletakkan belanjaan sayuran di tungku, Cheng Yun baru mengambil ember merah di sebelah - langsung tahu isinya sudah kosong.
Saat tutup dibuka, ternyata tak hanya kosong, tapi bersih total.
Cheng Yun langsung geli di selangkangan.
Ini adalah ciu manis yang baru dibelinya kemarin sore saat beli bahan-bahan panggang, pagi ini baru sendokkan satu kali untuk bubur yuanxiao. Tapi ember besar ini sudah habis ditelan! Ini lebih dari lima jin!
Ia tak bisa tidak mengakui kehebatan Yin Nuxia.
"Jangan bicara lima jin lebih laozao, bahkan lima jin bubur yang dimakan orang biasa pun tidak akan tahan!"
"Benar-benar seorang bakat!"
Cheng Yun menggelengkan kepala, membuka keran air untuk membasuh tangan, sekaligus mencuci ember ini yang masih bisa dikembalikan untuk refund.
Setelah mencuci, air dingin membuat tangannya memerah darah. Ia menarik handuk dan mengelap tangan, lalu menggosok-gosokkannya.
Cheng Yan meliriknya, berkata datar: "Beli sarung tangan saja. Bisa dipakai saat keluar rumah atau bersepeda, kalau tidak musim dingin memang sulit ditahan."
"Jangan." Cheng Yun menggeleng. "Biasa tidak dingin, cuma kadang cuci sesuatu pakai air dingin agak menggigil."
"Siapa suruh tidak pakai air panas."
"Air panas di bak cuci piring terlalu lambat."
Cheng Yan tidak melanjutkan debat, langsung masuk ke ruang tamu kecil, menatap tajam loli kecil yang tengkurap di alas tidur sofa.
"Katanya pagi ini kamu kasih dia makan bola ketan laozao?"
"Iya, ada masalah?"
"Kucing boleh makan ketan?"
“Kenapa tidak boleh?” Cheng Yun mengerutkan kening, “Kalau aku bisa makan, mengapa dia tidak boleh?”
“Kamu manusia, dia kucing. Apa kalian sama?”
“Apakah dia lebih rapuh daripada manusia?”
“Tentu saja dia lebih rapuh!” Cheng Yan menoleh tajam sambil melotot ke arahnya, “Manusia adalah hewan omnivora, dia bukan. Lagipula pencernaan kucing peliharaan jauh lebih sensitif! Memberi makan sembarangan bisa membuatnya sakit!”
Cheng Yun menarik sudut bibirnya dengan acuh tak acuh: “Kucing-kucing di desa kami selalu makan apa yang dimakan manusia. Menangkap tikus tetap jagoan semua!”
“Kucing kampung berbeda dengan kucing peliharaan.”
“Ini diskriminasi rasial! Kucing kampung juga bisa jadi peliharaan! Mereka juga imut!”
“Tapi dia bukan kucing ras.”
“Masa sih? Kucing sawah Tiongkok dan kucing kembang telon justru adalah ras mereka.”
"Hei Cheng Yun! Kau sengaja ingin berdebat denganku, ya? Kau tahu sebagian besar orang yang menyebut kucing ras tidak termasuk kucing kampung, masih mau berdebat soal ini?" Cheng Yan kembali melotot ke arahnya, lalu memandang si loli, "Kalau begitu beri makan sembarangan saja! Nanti kalau keracunan, lihat bagaimana kau memberi jawaban ke temanmu! Kucing ini mungkin harganya lebih mahal dari dirimu yang dijual!"
"Ngapain aku ikut-ikutan omongan orang..."
"......" Cheng Yan menatapnya dalam-dalam, kemudian menoleh ke arah loli sambil berkata, "Tadi pagi waktu olahraga, aku heran kenapa palang horizontal dan paralel di lapangan sekolah hilang semua. Ternyata jadi siluman yang menempel di tubuhmu!"
"Pokoknya dia makan apa yang kita makan! Pagi ini kami bahkan makan satu meja yang sama," kata Cheng Yun, "Kalau tidak tega, mulai besok urusan makannya kau yang atur!"
"......" Cheng Yan terdiam. Makanan yang diberikannya kepada loli pasti takkan disentuh si kecil.
Di saat yang sama, ucapan Cheng Yun membuatnya kembali merasa cemburu—biasanya si loli selalu penuh kewaspadaan terhadapnya dan berusaha menjauh, mengapa begitu ia pergi si loli malah turun ke bawah dan makan bersama teman sebangku?
Saat itu si loli sudah terbangun oleh suara pertengkaran mereka, mengangkat kepala dengan wajah takjub memandangi keduanya, tak mengerti mengapa dua manusia ini tiba-tiba bertengkar hanya karena masalah makanannya.
Bukankah Raja Padang Salju bisa memakan segalanya?
Cheng Yan duduk di kursi dengan wajahnya menggembung seperti genderang, sambil memainkan ponsel tanpa mengangkat kepala bertanya: "Kenapa AC-nya tidak dinyalakan?"
"Sebentar lagi masak, lebih baik buka jendela untuk ventilasi," kata Cheng Yun sambil mengeluarkan ikan dari kantong plastik. Tiba-tiba ia tertegun, seolah teringat sesuatu, dengan canggung memasukkan tangan yang masih bersih ke dalam saku bajunya.
“Nah!” Cheng Yun mengeluarkan sebuah jepit rambut bunga kecil dari sakunya, benda mungil yang jika dipakai akan terlihat seperti ada rumput tumbuh di kepala—perangkat imut yang pernah populer sebagai alat imut, “Tadi saat lewat jembatan penyeberangan, aku lihat beberapa siswi sedang mengadakan acara, mungkin kerja paruh waktu. Kalau scan WeChat dan follow akun publik, dikasih jepit rambut. Biasanya sih aku nggak peduli, tapi hari ini lagi gabut, jadi aku ikutan follow dan pilih yang motif bunga ini.”
Cheng Yan menoleh ke arahnya dengan ekspresi aneh, setelah jeda sebentar baru bertanya: “Untuk apa kamu ambil ini? Mau dipakai di kepala buat bertingkah imut?”
Sebelum Cheng Yun sempat menjawab, dia sudah lebih dulu bicara: “Ayo kamu saja yang pakai, aku enggak mau!”
“Hmm…” Cheng Yun tertegun sejenak, lalu juga heran berkata, “Aku kan nggak bilang ini buat kamu. Aku pikir pasti lucu kalau dipakai si loli, makanya aku scan. Begitu dapet ini, langsung aku batalin follow-nya.”
Pipi Cheng Yan langsung menghitam.
Loli sedikit memiringkan kepala, memandang dengan keraguan ke Cheng Yun dan jepit rambut bunga kecil di tangannya.
Cheng Yun kembali mengambil kain lap dan mengelap tangannya, lalu dengan tak menghiraukan muka hitam Cheng Yan, ia berjalan mendekati loli sambil membawa jepit rambut.
Cheng Yan tetap berwajah hitam, berkata: "Benda ini saja aku tidak mau memakai, kau pikir dia mau?"
Cheng Yun mengangkat bahu: "Bagaimana tahu kalau tidak dicoba."
"Dengan karakter kucing, pasti akan dicabut dalam hitungan menit!"
"Benarkah?" Cheng Yun berjongkok di sebelah sofa, sangat dekat dengan loli. Melihatnya tampak agak takut, ia menggoyangkan jepit rambut di depannya: "Lihat, ini hadiah kecil dariku! Jangan takut, akan kukenakan, pasti sangat cantik!"
Cheng Yan dengan ekspresi datar berkata: "Dia tidak mengerti ucapanmu, hati-hati nanti kau digigit!"
Cheng Yun tak menghiraukannya.
Terlihat loli kecil melirik Cheng Yun, sedikit mengkerutkan kepala, berbaring di alas tidur dengan kepala terbenam dalam-dalam, berhenti bergerak.
Cheng Yan: "……"
Beberapa saat kemudian, Cheng Yun terus bersenandung sambil membersihkan ikan, Cheng Yan duduk tak beremosi main ponsel, sementara di atas sofa alas tidur, kepala loli kecil itu kini tumbuh sekuntum bunga krisan kuning kecil yang hidup dan realistis, jepit rambutnya tersembunyi rapat di balik bulu salju panjangnya.
Tiba-tiba, Cheng Yan mengangkat ponselnya tanpa menunjukkan perubahan ekspresi, membentuk sudut yang canggung.
Loli kecil itu seolah merasakan sesuatu, waspada mengangkat kepala dan menatap ke arah Cheng Yan.
"Krak!"
Suara jernih terdengar.
Ekspresi hampa bercampur kewaspadaan dan curiga di wajah sempurna loli itu tertangkap kamera Cheng Yan. Dipadu bunga kecil di kepalanya, pesona imutnya mencapai tingkat tahap baru.
Meletakkan ponselnya, Cheng Yan menahan gejolak hatinya, menyipitkan mata ke arah Cheng Yun yang sedang memasak di dapur kecil. Melihatnya seolah tak menyadari apapun, barulah ia menunduk dan pura-pura terus bermain ponsel.
Namun saat penglihatan tepinya tak sengaja bertemu pandangan biru-beku yang jernih dari si loli, tiba-tiba ia merasa bersalah tanpa alasan jelas.
