Cheng Yun BENERAN tidak mau bekerja lagi!
Setiap hari mengulang shift jaga yang sama adalah hal yang sangat membosankan dan tidak bermakna. Menurutnya, ia bisa saja merekrut resepsionis baru untuk menggantikannya, sementara ia sendiri cukup menjadi bos.
Kalau harus merangkap sebagai bos sekaligus resepsionis, energi dan waktunya jelas tidak akan cukup.
Sambil berpikir demikian, rasa kantuknya semakin menjadi. Pikirannya perlahan mengosong, hingga akhirnya ia tertidur dalam posisi berbaring itu.
"Sementara itu, ia masih memeluk si loli, satu tangan terletak di kepala gadis kecil itu. Awalnya tangannya terasa dingin karena beku, tetapi setelah bersentuhan dengan tubuh hangat si loli, perlahan menjadi hangat."
"Si loli menatap tak berdaya dengan sepasang mata besar, melalui celah jari Cheng Yun ia melihat rahang bawahnya. Makhluk itu menyadari manusia ini telah tertidur, tapi... bagaimana nasibnya nanti?"
"Tiba-tiba, kepala Cheng Yun miring tak sengaja, tangannya bergerak tanpa sadar menutupi mata si loli."
"Si loli tertegun sejenak, baru setelah itu dengan ragu-ragu mengumpulkan keberanian. Diam-diam ia mengulurkan cakar kecilnya ke tangan Cheng Yun, perlahan-lahan menekan dengan tenaga bertahap hingga berhasil membuka genggaman itu. Lalu ia menoleh memandang Cheng Yun, memastikan pria itu belum terbangun. Dengan hati-hati ia mulai mengangkat tubuhnya, bersiap melarikan diri dari pelukan manusia ini."
"Persis di saat kritis itu, terdengar ketukan di pintu."
"Boom! Boom!"
Loli kecil yang baru menyembul separuh tubuh dari pelukan Cheng Yun, tiba-tiba terkejut kaku, instingnya membuatnya kembali menerobos masuk ke dalam dekapan Cheng Yun, lalu mengintip separuh kepala ke arah pintu!
Sekejap, ia membeku!
Pintu kamar terbuka, sementara Komandan Raja Padang Salju sedang tegak berdiri di ambang pintu, memandangnya dengan tatapan tenang.
Otak loli kecil langsung blank.
Apa... apa yang telah dilakukannya tadi?
Sang Komandan Raja Padang Salju masih berdiri di pintu saling pandang dengannya, namun tetap diam. Sorot matanya tak lagi memancarkan kewibawaan seperti biasa, malah terasa lebih dalam dan misterius. Melihat Cheng Yun sama sekali tak bereaksi, ia pun mengetuk pintu lagi.
“Boom! Boom!”
Cheng Yun seolah mati tidur, tetap tak juga bangun.
Komandan Raja Padang Salju merasa agak canggung, menarik kembali pandangannya dari si loli, sambil merenung apakah harus kembali nanti atau terus mengetuk.
Loli ragu sejenak, bangkit dari pelukan Cheng Yun dan mengulurkan cakar kecilnya menggaruk-garuk rahang bawahnya.
Cheng Yun merasakan geli, baru mengerutkan kening membuka mata lalu menunduk melihat.
Yang terpantul di kelopak matanya tentu saja cakar putih salju loli itu, dengan bantalan daging merah muda di telapaknya yang menggoda untuk diremas. Syukurlah Cheng Yun berhasil menekan nafsu itu, bergumam: "Kau sedang apa..."
Loli menatapnya, lalu kembali memalingkan wajah ke arah Komandan Raja Padang Salju di pintu.
Ekspresi Komandan Raja Padang Salju sangat jelek, bawah sadarnya melirik si loli - sejak makhluk kecil ini lahir, belum pernah ia merasa begitu kikuk di hadapannya.
Melihat Komandan Raja Padang Salju, Cheng Yun langsung sadar, mengusap matanya berteriak: "Komandan, silakan masuk."
Komandan Raja Padang Salju baru melangkah masuk, dengan cepat kembali tenang bertanya: "Elang sudah pergi?"
“Ya.” Cheng Yun mengangguk, “Silakan duduk. Maaf tadi saya tidur terlalu lelap, akhir-akhir ini kondisi mental kurang baik. Mau minum apa?”
“Cola, dingin.” Komandan Raja Salju duduk dengan tenang di hadapannya.
Cheng Yun langsung tertegun mendengar itu!
Seenaknya saja? Bahkan bisa memesan cola?
Dia mengira sang Komandan akan sopan melambaikan tangan sambil berkata tidak perlu, paling tidak menjawab 'terserah'.
Cheng Yun segera tersadar, berdiri mengambil sekaleng cola dari kulkas kecil dan menyerahkannya ke Komandan Raja Salju: “Kebetulan saya baru saja berencana mencarimu sebentar lagi.”
“Oh?” Komandan Raja Salju terkejut.
“Saya ingin bertanya tentang Dewa Elang.”
“Oh!” Ekspresi Komandan Raja Salju menunjukkan pemahaman, ia mengangguk sambil asal membuka ring kaleng cola hingga terdengar suara desisan—
“Cih!”
“Ada sedotan?” tanyanya.
“……” Cheng Yun tertegun memandangnya, "Yang Tua takut gigi digerogoti?"
"Hm? Tidak ada ya, tidak apa-apa." Komandan Raja Salju menunjukkan ekspresi penyesalan.
"Ada, ada! Aku segera ambil!" Cheng Yun sekejap bereaksi, berdiri dan pergi ke kulkas untuk mengambil sedotan tambahan.
"Terima kasih." Komandan Raja Salju mengangguk, memasukkan sedotan ke dalam kaleng minuman, menghisap lagi, baru berbicara, "Aku tahu kekhawatiran Tuan. Dewa Elang di Dunia Pan Yu adalah Dewa Iblis besar yang ditakuti semua orang, mampu menghentikan tangisan anak malam, memaksa kerajaan-kerajaan manusia biasa mempersembahkan korban tiap tahun. Kini dia telah meninggalkan jangkauan kendali Tuan, pasti Tuan khawatir apakah dia akan mengacaukan keamanan planet ini."
"Benar." Cheng Yun mengangguk.
“Tuan tak perlu khawatir, suku Yue Man sangat menjunjung tinggi janji. Karena ia sudah membuat perjanjian dengan Tuan, meski sangat tidak sabar, meski Tuan memaksanya, meski enggan mematuhi, ia tetap tidak akan bertindak keterlaluan.”
“Tidak akan keterlaluan?” Cheng Yun menarik sudut bibir.
“Benar.” Komandan Raja Salju mengangguk, “Kebiasaan superioritasnya sudah menjadi insting. Reaksi alaminya saja bisa menjadi bencana pemusnahan total bagi orang biasa di dunia Tuan.”
Cheng Yun terdiam.
Tiba-tiba ia bertanya: “Bagaimana ia bisa menjadi Dewa Iblis yang ditakuti semua orang di Dunia Pan Yu?”
Komandan Raja Salju seolah sangat memahami masa lalu Dewa Elang, setelah merenung sejenak dia berkata: "Sebenarnya Dewa Elang sudah mulai mengacau di Dunia Pan Yu sejak dua ribu tahun yang lalu, ia memakan jiwa makhluk hidup, sehingga sering menyerang permukiman mereka. Membantai legiun dan rakyat jelata, memusnahkan padang rumput dan hutan seluruhnya adalah hal yang biasa baginya. Tepatnya, dialah Dewa Iblis legendaris di Dunia Pan Yu. Tapi bukan Elang."
Cheng Yun tertegun: "Apa maksudnya? Bukankah Dewa Elang dan Elang yang kau sebutkan adalah orang yang sama?"
"Setidaknya dulu bukan." Komandan Raja Salju menjawab, "Nama asli Elang adalah Hido, marga Ungu Xinghe, berasal dari keluarga terkemuka suku Yue Man. Dulunya dia juga sosok termasyhur di Dunia Pan Yu, tapi kemudian kalah dalam pertempuran melawan musuh, kehilangan mata dan keluarganya, termasuk pasangan dan anaknya."
"Anggota keluarganya pernah melihatnya pergi ke selatan, dan kemudian dunia baru tahu bahwa ia pergi ke Jurang Kutub Selatan untuk mencari Dewa Elang yang telah lama bersembunyi karena usia senja. Ketika muncul kembali di Dunia Pan Yu, matanya telah pulih, menyebut diri sebagai Dewa Elang, dan memiliki sebagian kemampuan Dewa Elang legendaris."
"Faktanya, selama ratus tahun terakhir ini Dewa Elang tidak pernah melakukan pembantaian massal. Meskipun karena perang dengan musuh, ia masih sering menimbulkan korban jiwa dan memicu konflik di wilayah tengah Dunia Pan Yu, tetapi ketakutan orang-orang terhadapnya sebagian besar merupakan warisan dari teror Dewa Elang sebelumnya."
"Oh begitu," Cheng Yun mengangguk.
Loli kecil di pelukannya juga membelalakkan mata besarnya, menatap meja kopi dengan tatapan kosong. Mungkin ia mengira dengan begini orang tidak akan sadar bahwa ia sedang menguping percakapan manusia ini dengan ayahnya.
Penilaian Komandan Raja Salju terhadap Dewa Elang selalu berada di tingkat Menengah dengan sedikit lebih condong, namun Cheng Yun tidak berani sependapat, karena nilai-nilai mereka sepenuhnya berbeda. Contohnya ketika Dewa Elang mengangkat perang, Sang Raja Salju hanya akan memantau kedua pihak yang bertikai, sementara orang-orang biasa yang tewas karena salah sasaran dalam perang hanyalah sekumpulan semut kecil. Tapi Cheng Yun berbeda, karena ia sendiri adalah orang biasa yang seperti semut kecil itu.
Jadi bukan berarti Komandan Raja Salju menganggap Dewa Elang tidak akan bertindak sembarangan lalu Cheng Yun bisa tenang terhadapnya.
