"Setelah tidur sebentar lagi, kepala Cheng Yun semakin terasa berat, namun kondisi mentalnya justru tampak membaik."
"Setelah bangun dan merapikan diri, ia keluar dari kamar tidur untuk mempersiapkan makan siang."
"Ha~~"
"Cheng Yun sambil menguap berjalan ke samping kulkas, membuka pintu kulkas sambil melirik sekilas: 'Ah, sama sekali tak ingin bergerak...'"
Si loli kecil berbaring tak bergerak di sofa, keempat kakinya seolah disembunyikan. Bahkan ekor berbulu halusnya kini menempel manis di permukaan sofa. Dari kejauhan, siluetnya bagai selimut putih berbentuk memanjang. Namun di ujung "selimut" itu, sepasang mata biru besar terbuka lebar, menatap tajam ke arah Cheng Yun yang sedang termenung di depan kulkas.
Lama kemudian, Cheng Yun baru mengeluarkan bahan makanan dari kulkas dan mulai mempersiapkan masakan dengan lesu.
Sorot mata loli kecil mengikuti setiap gerak tubuhnya, namun badannya tetap tak bergerak dari sofa.
Bunyi pisau mengiris bahan makanan terdengar perlahan.
Gemericik air mengalir.
Denting mangkuk dan panci saling bersinggungan.
Desisan minyak panas saat sayuran dimasukkan menggema!
……
Aroma harum perlahan menyelimuti ruangan. Loli kecil yang tengkurap di sofa menghadap Cheng Yun tak sengaja menghirup napas—ini satu-satunya gerakan yang dilakukannya selama ini, tapi hanya sesaat, sebelum kembali berubah menjadi selimut bulu tidak beraturan!
Cheng Yun melemparkan dua potong sosis ke dalam rice cooker. Saat sosis perlahan matang bersama nasi, bau minyak goreng yang tercium membuatnya yang semula tak berminat pun tak kuasa menelan ludah!
Loli kecil menahan dorongan kuat untuk tidak bergerak.
"Ding!"
Lampu rice cooker melompat.
Cheng Yun terus mengaduk tumis daging babi dengan tauge. Asap putih yang mengepul dari wajan hampir seluruhnya tersedot oleh penyedot asap.
Loli kecil masih bisa mencium aroma harum pekat itu, tapi tetap menahan diri untuk tidak bergerak, hanya diam-diam menelan air liur.
"Di musim ini masih bisa membeli tunas bawang putih yang tumbuh alami, begitu digoreng dengan minyak, aroma harumnya langsung menusuk hidung, membuat jari telunjuk tak kuasa bergerak! Cheng Yun yang sedang memasak merasakannya paling dalam!"
Tak lama kemudian, Yin Nuxia mengetuk pintu, lalu dengan santai mendorongnya masuk.
Ia menjulurkan kepala sambil menggigit bibir bawah untuk melirik ke dalam wajan, lalu mengendus-endus mengikuti aroma ke arah rice cooker, baru kemudian menatap Cheng Yun: "Kepala Stasiun, aku datang ambil lauknya!"
"Kamu pasti laper ya?"
"Sedikit." Yin Nuxia menjawab sambil tak sengaja melirik rice cooker lagi, mengerutkan alis dengan wajah terlalu serius. "Apa yang kamu rebus di panci itu? Baunya agak aneh!"
"Aneh bagaimana? Ini cuma nasi biasa!"
"Jangan bohongi aku! Cih!" Yin Nuxia menatap tajam Cheng Yun dengan wajah kesal. "Aku bukan orang desa bodoh yang tak tahu apa-apa!"
“Buang dua bagian sosis ke dalamnya, aku malas pakai kukusan.” Cheng Yun tiba-tiba berkata pada Yin Nuxia, “Kebetulan, cabut kabel rice cooker-nya, ambil sosisnya lalu potong dan taruh di piring, baru bisa dibawa turun untuk dimakan!”
“Bagus! Bagus!” Ekspresi Yin Nuxia berseri-seri.
“Hati-hati, rendam dulu sosisnya di air dingin supaya kulitnya tidak terlalu panas. Nanti susah dipotong!”
“Ah tahu tahu, common sense seperti ini aku masih paham, masa aku ini orang bodoh!”
Yin Nuxia cepat-cepat membuka rice cooker, menarik napas dalam-dalam, lalu menjepit sosis dengan sumpit dan merendamnya di air sebelum diletakkan di talenan. Karena sosis buatan Kakek Cheng tahun ini diisi penuh, setelah direbus tampak montok warnanya kemerahan segar, minyaknya melimpah hingga meresap ke nasi sekitarnya menjadi merah keemasan. Pemandangan ini membuatnya tak kuasa menelan ludah dengan keras.
“Saya tahu betapa enaknya benda ini,” Yin Nuxia tetap menjaga ekspresi tenang sambil mencabut pisau dapur dan memutarkannya dengan lihai, “Kepala stasiun, mau tidak cicip sepotong? Aku potongin buatmu!”
“Tidak perlu.”
“Hah? Tidak perlu?”
“Tidak perlu.”
“Beneran tidak perlu?”
“Hmm, kalau kamu mau makan, potong saja sendiri. Jangan bertele-tele gini!” Cheng Yun menghela napas pasrah. Setelah berkata, ia teringat sesuatu dan menambahkan, “Tapi jangan dipotong terlalu besar. Sosis yang baru direbus masih panas! Kalau kebesaran susah dimakan. Lagipula sosis baru ini banyak minyaknya, nanti waktu digigit pelan-pelan di mulut, minyak pedasnya bakal meledak keluar. Bisa-bisa kau tersedak!”
“Siap!” Yin Nuxia menyeringai lebar.
Dengan asal ia menebaskan golok, memotong sepotong di bagian ekor sosis. Lalu dengan gesit menyelipkannya ke mulut, seketika matanya membelalak—ternyata begitu digigit, semburan minyak pedas langsung meledak di mulut, sensasi panas dan nikmat yang takkan pernah didapatkan dari sosis yang sudah dipotong rapi!
Pandangan si loli kecil tak lagi tertuju pada Cheng Yun, melainkan terpaku takjub pada Yin Nuxia.
Yin Nuxia mengunyah perlahan. Baru setelah menelan sosis itu ia membela diri: "Tadi aku bertanya bukan karena pengin makan sosis lho, cuma ingat pernah dengar Bapak Kepala Stasiun bilang, dulu ibumu sering memotong sosis dan menyuapimu."
Wajah Cheng Yun langsung menghitam: "Jadi maksudmu cuma ingin cari keuntungan dariku?"
"Hah?? Bukan begitu maksudku!"
“Sudah! Jangan cuma makan sendiri! Potong juga satu bagian untuk si loli, masa iya kita biarkan dia terus menatap penuh harap sambil lihat kamu makan!”
“Siap!” Yin Nuxia mengangguk patuh, memotong lagi satu bagian. Namun tiba-tiba matanya terpaku pada potongan sosis itu sejenak. Beberapa kedipan kemudian, kepalanya menoleh ke arah ruang tamu. Dengan gerakan cepat dan terampil, goloknya membelah potongan sosis menjadi dua bagian. Barulah ia mengangguk puas.
“Loli, kemari makan...”
“Eh loli-nya di mana ya?” Yin Nuxia menggenggam setengah potong sosis sambil menyelipkan separuhnya ke mulutnya sendiri, bertanya dengan suara tak jelas.
“Di sofa, kain sobekan berbulu panjang yang jelek itu! Kok bisa nggak kelihatan, kan jelas banget ada di situ!” Cheng Yun menjawab tanpa menoleh.
“Hah, dia ngapain di situ?”
"Tidak tahu, sedang asyik main game aneh gitu. Pola pikir makhluk dunia lain emang susah dipahami."
"Ayo sini loli! ... Kok diam aja nih, apa udah mati?"
Baru saja selesai bicara, kain sobekan usang itu langsung membalikkan diri dan berdiri tegak.
Loli yang sudah selesai berubah wujud berdiri di sofa sambil memperlihatkan gigi ke Yin Nuxia, lalu mengangkat pandangan ke Cheng Yun.
Cheng Yun tetap fokus mengaduk sayuran di wajan, tapi bersuara: "Ku taruh di mangkokmu, buruan makan. Makanan ini emang enaknya dimakan pas masih anget, apalagi kalo belum diiris-iris. Dulu mama juga selalu bilang gitu ke aku."
Yin Nuxia langsung paham, berjinjit membuka lemari piring di atas, melompat sedikit lagi, menyambar mangkok makan loli, lalu memasukkan sosis ke dalamnya.
Loli memiringkan kepalanya melihat Cheng Yun, sorot matanya samar-samar berkilau. Beberapa saat kemudian barulah ia menarik kembali pandangan, lalu melompat turun dari sofa dengan lincah menghampiri. Namun kedua matanya tetap menatap tajam mulut Yin Nuxia yang masih mengunyah.
Tadi ia melihat semuanya!
Saat melompat ke atas konter, ia mengeluarkan suara ancaman "Ha" ke arah Yin Nuxia, lalu menggelengkan kepala dengan sikap meremehkan. Baru setelah itu ia menjulurkan kepala ke mangkuk makan dan diam-diam mulai menyantap.
Yin Nuxia terpaku, namun entah mengapa merasa bersalah dan tidak berani melapor ke Sang Kepala Stasiun.
Tak lama kemudian, Yin Nuxia menyusun rapi satu setengah batang sosis yang telah diiris tipis di atas piring, lalu membawanya bersama masakan Cheng Yun keluar. Sebelum pergi, ia masih sempat melotot ke arah loli sambil mendengus keras.
