14 malam.
Papan nama Hotel Anju bersinar dalam kegelapan, atap gedung terang benderang dipenuhi siluet manusia yang masih mengepulkan asap.
Pesta panggang telah memasuki fase akhir.
Yin Nuxia makan hingga sangat kenyang, saat itu sedang memeluk kaleng Sprite sambil meneguknya dengan suara Guluk guluk.
Cheng Yun duduk di kursi rotan sambil main ponsel.
Sang loli berbaring di kursi sebelahnya, dua cakar kecilnya memeluk sejumlah tusuk besi pipih sambil memiringkan kepala meniru aksi Cheng Yun menggesek daging dari tusukan. Ekspresi spiritualnya sangat serius meski gerakan ini terlihat lucu. Sementara itu ekor putihnya bergoyang-goyang di belakang, sepasang mata biru besar yang jernih bagai menyimpan bintang-bintang, siapapun yang melihatnya pasti akan menganggapnya secantik peri.
Cheng Yan, Tang Qingying dan Yu Dian masih sibuk di sekitar pemanggang, tak diketahui sedang mengutak-atik urusan baru apa.
Selain itu ada sepasang suami istri yang juga ikut bergabung. Mereka adalah tamu hotel. Kebetulan, selain daging sisa pembuatan sosis, Cheng Yun dan Cheng Yan juga membeli berbagai bahan makanan lainnya. Ketika melihat pasangan itu sedang jalan-jalan di lantai atas pada malam hari, mereka pun mengajak mereka untuk bergabung.
Entah benar atau tidak, Cheng Yun merasa daging sisa sosis sangat cocok untuk dipanggang! Baik ditusuk di tusuk besi pipih seperti sekarang, maupun dibungkus daun labu dan dibakar dalam tungku seperti waktu kecil di desa, rasanya tetap enak luar biasa!
Tapi dari situasi di lokasi, sepertinya orang lain juga berpikir sama!
Seiring langit malam semakin pekat dan udara semakin dingin, acara barbekyu pun berakhir dengan sempurna.
Tuan rumah dan tamu sama-sama gembira!
Yin Nuxia dengan satu tangan mengangkat pemanggang masuk. Gadis kecil Yu Dian dengan gesit membersihkan lokasi, pasangan suami istri itu juga membantu. Cheng Yun malah tidak kebagian pekerjaan.
Ia menoleh melihat loli kecil, anak muda ini sedang asyik menjilati cakarnya dengan kepala tertunduk.
Seolah merasakan pandangannya, loli kecil tiba-tiba membeku. Diam-diam mengangkat kepala dari cakar, lalu menatapnya balik.
Ia menjilat bibirnya, dalam hati bertanya-tanya: "Jilat bibir kan tidak salah?"
Sorot matanya bagai disirami gugusan bintang, tapi di hati hanya terpikir sate panggang berminyak. Sungguh disayangkan!
"Mesum! Terlalu mesum!" Cheng Yun mencela tanpa ampun, "Sudah kukatakan jangan menjilat hidung atau cakar! Garis darahmu yang mulia sebagai Raja Padang Salju ini, kok bisa melakukan hal hina begini?"
Loli kecil menatapnya takjub, ekor di belakang tiba-tiba berhenti bergoyang, seolah otaknya sedang hang.
Dengan penuh keseriusan Cheng Yun mengajar: "Mulai sekarang dilarang menjilati cakar lagi!"
Tiba-tiba loli kecil memalingkan kepala ke samping.
Di pupil matanya, Cheng Yan mendekat cepat sambil membawa kotak minuman pir es madu, berteriak pada mereka: "Apa yang kalian bisik-bisikin? Kalau lagi gabut cepat turun, jangan ganggu! Resepsionis masih kosong nih!"
Cheng Yun mengangkat bahu, menunduk ke arah si loli: "Liat kan, kita dianggap mengganggu!"
Tanpa menunggu reaksi si loli, ia langsung mengangkat tubuh mungil itu dan berjalan menuruni tangga.
Tatapan dingin Cheng Yan mengikuti langkah mereka yang melintas——mana ada meremehkan? Ini kan suruhan turun istirahat!
……
Sepanjang hidupnya, Dewa Elang telah merebut dunia tak terhitung orang, menjadi mimpi buruk dan sumber ketakutan bagi ribuan jiwa. Ia adalah Dewa Iblis terbesar di Dunia Pan Yu yang tak terbantahkan.
Tapi hidupnya juga dijalani dengan kemurnian yang luar biasa.
Secara garis besar terbagi dalam tiga fase.
Setidaknya dalam mimpi Cheng Yun, melalui tiga tahap inilah ia menyelami sekilas perjalanan hidup Sang Dewa Elang.
Tahap Pertama, Harapan.
Bukan harapan Dewa Elang terhadap orang lain, melainkan harapan orang lain terhadapnya. Harapan yang berlimpah, setiap kiriman terasa seberat gunung, menekannya hingga hampir tak bisa bernapas!
Saat itu ia masih muda, belum menjadi Dewa Elang, hanya seorang pemuda bernama Hido yang bersih dan menawan.
Suku Yue Man menganggap diri mereka sebagai ras manusia paling luar biasa di seluruh dunia - tanpa tandingan. Setiap orang Yue Man sejak kecil mulai belajar menguasai kekuatan, menyelesaikan hal-hal yang bahkan orang dewasa dari ras lain belum tentu mampu, hanya dengan cara ini mereka bisa mempertahankan keunggulan. Jika seorang Yue Man berbakat buruk dan malas berusaha, ia akan dianggap identik dengan kelemahan, ditinggalkan oleh sesama - meski tidak dihapus dari keanggotaan, namun hak-hak istimewa sebagai Yue Man akan hilang selamanya karena seluruh klan akan mengucilkannya.
Setiap anggota suku Yue Man pasti luar biasa kuat, entah telah melalui ratusan pertempuran atau memiliki pengetahuan luas dan kebijaksanaan.
Tapi sebenarnya di luar itu mereka tak bisa melakukan apa-apa.
Tidak bisa mencuci baju dan memasak, tidak menguasai bibit tanaman, tidak bisa menggembalakan sapi atau domba... Jika suatu hari pelayan menyodorkan semangkuk sup hambar, mungkin banyak bangsawan Yue Man yang terkenal ilmuwan dan peneliti bahkan tidak tahu penyebabnya adalah kurangnya garam.
Ras ini seluruhnya bangsawan, tak terpercaya.
Pemuda Hido lahir dari keluarga berpengaruh dengan warisan yang sangat dalam, kompetisinya lebih dahsyat! Orangtuanya sejak kecil memaksanya terus berlari mengejar mimpi, dan ketika ia dengan mudah menonjol di antara teman sebaya serta meninggalkan pesaing jauh di belakang, harapan yang ditumpuk padanya tiba-tiba melonjak ratusan kali lipat.
Ditambah jumlahnya tanpa tambahan harga!
Saat itu usianya baru dua belas tahun, tapi ia sudah tahu harus menghidupkan kembali kejayaan keluarga dan memimpin sukunya mencapai puncak Yue Man.
Mungkin ia pernah dengar legenda Dewa Elang, tapi pasti belum pernah terbayang suatu hari akan menjadi Sang Dewa itu sendiri.
……
Fase kedua adalah pertempuran!
Pertempuran yang seolah tak pernah berakhir!
Selain belajar, selain mengasah teknik bertarung, selain mempelajari ilmu pengetahuan yang membosankan, hampir seluruh waktu lainnya ia habiskan dalam pertempuran. Bahkan aktivitas belajar, meneliti, dan melatih keterampilan bertarung semuanya bertujuan agar ia bisa menang dalam pertempuran.
Ia selalu memiliki berbagai macam lawan - berasal dari keluarga lain, dari rakyat jelata suku Yue Man, bahkan dari negara lain dan ras berbeda!
Ia bagaikan seorang gladiator. Setiap hari ada yang melayaninya dengan baik, menyediakan semua peralatan untuk memenangkan pertarungan. Ia hanya perlu menunggu lawan yang diatur keluarganya, lalu mengalahkannya. Dalam proses ini, ada yang menganggapnya sebagai idola, ada yang memandangnya sebagai raja masa depan. Ia hampir selalu tampak superior di hadapan semua orang, tapi semua ini akan berubah menjadi asap dan kabut begitu ia kalah sekali saja.
Beruntung, ia terus melaju dengan kemenangan gemilang.
Xi Duo bertransformasi dari seorang pemuda menjadi dewasa, dari jenius yang selalu diatur anggota keluarga menjadi pemimpin sejati dengan kekuasaan nyata. Langkah demi langkah, dari pemimpin keluarga ia berubah menjadi penguasa tertinggi di antara suku Yue Man.
Ini adalah perjalanan waktu yang panjang selama ratusan tahun.
Guru yang dulu sering memukul dan memakinya telah wafat karena usia tua. Kepala Suku yang selalu bermimpi melihat kejayaan keluarga juga telah meninggal. Orangtuanya pun tak luput dari maut alam.
Namun pertempurannya masih belum berhenti!
Suku Yue Man adalah ras yang sombong dan suka berperang. Bentuk ras yang ini hanya bisa bertahan dengan terus melakukan pertempuran sebagai transfusi darah. Sekali saja mereka berhenti mengangkat perang, atau tak lagi lebih unggul daripada mayoritas ras manusia di dunia, mungkin itulah waktu mereka menemui ajal.
Akhirnya, Dewa Elang mengalami kekalahan!
Kekalahan total yang menyakitkan.
……
Tahap ketiga adalah kebencian.
Saat itu, sepasukan tentara suku Yue Man terjebak di kepulauan bagian selatan oleh Jiao Ren, terhisap masuk ke dalam rawa-rawa perang yang tak bisa mereka lepaskan diri.
Perang ini dimulai oleh Dewa Elang sendiri. Hasil yang sekarang terjadi jelas sangat mempengaruhi wibawanya. Hal ini membuatnya tak punya keyakinan lagi untuk menolak keputusan Dewan Sesepuh. Maka Dewan Sesepuh memilihkan wanita paling luar biasa dari suku Yue Man di seluruh negeri untuknya. Penyatuan keduanya akhirnya memperoleh keturunan.
Ia bersumpah tidak menyukai wanita itu.
Karena itu adalah penyihir yang wajahnya telah terdistorsi oleh uji coba, bahkan mereka berdua tidak melakukan hubungan, melainkan menghasilkan keturunan melalui eksperimen, lalu sama-sama melupakan hal ini.
Namun saat melihat bayi baru lahir itu, Dewa Elang langsung menyadari dirinya telah hancur - ada ikatan yang mengikatnya!
Tepat seperti dugaan, ia terjebak dalam hal ini!
Kekalahan itu tidak menghancurkannya, lawan hanya mencongkel kedua matanya, faktanya pengaruhnya tidak sebesar itu. Tapi kedua orang itu memanfaatkan kesempatan ini untuk membantai seluruh keluarganya. Sebenarnya ini bukan masalah besar, masalahnya putrinya juga termasuk dalam target pembantaian tersebut.
Kebencian menghancurkannya.
Ia pergi ke selatan, mencari Moxiu Elang!
Ia kembali, menyulut lautan api perang!
Sepanjang hidupnya setelah itu, ia tetap menjadi anggota suku Yue Man terkuat di dunia, namun setiap hari disiksa oleh kebencian.
……
“Masa muda tanpa masa kecil, remaja tanpa cinta, dewasa tanpa ikatan kekeluargaan, hanya trilogi menjadi kuat, pertempuran dan kebencian! Hidup yang membosankan dan hambar!”
“Meskipun hidup panjang, apa gunanya?”
Cheng Yun berbaring di kursi sambil bergoyang-goyang, cahaya keemasan matahari membuatnya sangat nyaman. Sambil membuka dashboard penulis pedagang Meituan di ponselnya, ia bergumam penuh perasaan.
Di lima meter sebelahnya, si loli kecil juga malas-malasan berbaring di bawah sinar matahari. Tak jauh darinya berdiri rak penuh sosis dan daging asap. Saat itu matanya menyipit, ekornya bergoyang naik-turun seolah menepuk-nepuk permukaan tanah. Seluruh bulu di tubuhnya berkilauan diterangi matahari, terhampar di atas kursi.
Anak muda ini sudah menjaga sosis seharian penuh.
Dari Raja Padang Salju menjadi kucing, lalu berevolusi menjadi Anjing Penjaga Sosis yang terhormat - jalan transformasi ini dilaluinya dengan mulus.
Tiba-tiba, ia membuka mata lebar-lebar dan mengangkat kepala!
Dua ekor burung berwarna abu-abu burik terbang mendekat.
Dengan bawah sadar ia menoleh ke arah Cheng Yun.
Cheng Yun tersenyum sambil menyilangkan kaki ala Er Lang, matanya terpaku pada layar ponsel.
Pasangan suami istri semalam sudah memberikan komentar panjang lebar disertai sejumlah besar foto taman atap gedung, acara panggang daging, dan loli——
"Tidur paling nyaman seumur hidup, menginap di hotel paling nyaman. Balkon atap yang tetap berbunga-bunga di musim dingin, bisa duduk malas sambil berjemur ditemani secangkir teh - lingkungan di pusat kota ini benar-benar tak tertandingi! Malamnya bos bahkan mengajak kami barbekyu bareng di atas atap, sungguh pengalaman yang mengesankan! Beberapa resepsionisnya juga secantik dewi, plus ada kucing bernama Loli yang ku-sumpah ini adalah kucing tercantik dan tercerdas yang pernah kulihat seumur hidupku, tak ada duanya! Sayangnya Loli meski punya tampang yang mengalahkan semua foto kucing viral di internet, tapi tidak boleh dielus - cuma bos yang boleh, Grrr! Intinya, sangat direkomendasikan, teman-teman yang ke Jinguan wajib mencoba menginap di sini!"
Diposting beruntun seperti spam komentar!
Cheng Yun tersenyum kecil sambil mengetik balasan: "Silakan datang lagi menginap. Resepsionisnya tidak akan kabur, Loli juga tetap di sini. Kalau ada acara barbekyu lagi pasti kami undang."
Di belakang, loli kecil itu telah berdiri, matanya menatap tajam ke langit. Kedua burung yang tak tahu maut itu semakin mendekat.
Saat Cheng Yun selesai membalas komentar dan meletakkan ponselnya dengan hati riang, loli kecil itu sedang melangkah riang ke arahnya sambil menggigit seekor burung gereja di mulutnya.
Ia langsung tertegun.
Loli kecil itu berjalan ke meja kopi di sebelahnya, lalu melompat ringan ke atasnya. Dengan menundukkan kepala, ia meletakkan burung gereja yang digigitnya. Baru saat itu Cheng Yun menyadari di atas meja sudah tergeletak seekor burung gereja lain. Ditambah yang baru dibawanya, total dua ekor berjajar rapi.
Berdiri di atas meja, loli itu tampak merasa posisi burung terbaru agak miring. Dengan cakar kecilnya, ia perlahan memutar tubuh burung itu hingga sejajar sempurna dengan yang lain. Baru setelah itu ia mengalihkan pandangan dan menatap Cheng Yun.
Cheng Yun pun terhisap dalam perenungan.
"Aku tidak mau makan!"
