Perempuan Tibet dari RS Huaxi itu berasal dari padang rumput di Kabupaten Litang. Jika ingatan Cheng Yun tidak salah, Dewa Elang pernah singgah di sana.
Tanah Suci itu adalah Litang.
Kuil tersebut bernama Kuil Tagu, tempat Dewa Elang pernah tinggal beberapa hari.
Satelit penginderaan optik milik "Konstelasi Satelit JL-1" kehilangan koneksi saat melakukan pengamatan di wilayah Daoba. Ini adalah salah satu satelit observasi tercanggih di negeri ini bahkan dunia, baru saja diluncurkan, terputus secara tiba-tiba tanpa pertanda.
……
Jika manusia biasa melihat foto fenomena aneh di Dataran Tinggi Chuanxi, mungkin akan terkejut dan penasaran. Tapi Cheng Yun langsung menghubungkannya dengan kekuatan supernatural.
Masih ada peristiwa lain yang terlalu kebetulan!
Termasuk tumpukan koran yang jelas-jelas muncul di sini ini!
“……”
Cheng Yun terpaku dengan mulut menganga, merasa otaknya seperti macet, jatuh terduduk di kursi.
Kemudian, otaknya mulai berputar kencang kembali.
Ini bukan koran!
Bukan koran dari penerbit media profesional! Sama sekali bukan! Meski nama penerbit tercetap rapi di atasnya.
Jelas, ini buatan khusus!
Dari teknik penggambaran artikel dan gaya penyusunan kalimatnya sudah terlihat jelas—tingkatnya seperti esai SMA, ditulis agak mirip majalah horor, sama sekali bukan gaya pelaporan peristiwa media cetak profesional. Masyarakat juga mustahil melihat materi mistis seperti ini dari media cetak resmi. Lagipula seperti kata tamu penginapan itu, di zaman sekarang ini, masih berapa orang yang membaca koran?
Mungkin beberapa lembar yang ia pegang ini adalah satu-satunya di seluruh jagat.
Memikirkan ini, dalam hati Cheng Yun tiba-tiba diguncang gempa hebat—sekejap mata banyak kejadian langsung menjadi jelas-jelas terpampang—
Ada orang yang dengan kesengajaan ingin memberitahukan sesuatu padanya!
Sejujurnya di hatinya masih ada sedikit persiapan, karena sejak beberapa bulan lalu saat sering mengobrol dengan Tua Master Hukum, sang Master sudah secara samar menyinggung situasi seperti ini. Hanya saja penjelasannya terlalu kabur dan tidak gamblang. Selain itu Tua Master Hukum sering berkelana dunia - setiap kali kembali, Cheng Yun selalu bertanya. Kadang ia pergi menikmati pemandangan dan adat istiadat berbagai negara, kadang mengunjungi situs sejarah, kadang meneliti bentuk biologis dan perbedaan agama, kadang mempelajari politik dunia ini...
……
Cheng Yun duduk di kursi, mulai merapikan pikirannya sedikit demi sedikit.
Jika Tua Master Hukum pernah melakukan kontak dengan otoritas negara terkait hal ini, sebenarnya ia sepenuhnya bisa memahaminya.
Tua Master Hukum tak hanya mengurus dokumen untuk Jenderal Li dan Yin Nuxia. Ia juga berulang kali menekankan: Sebagai pemilik node ruang-waktu, Cheng Yun seharusnya memikul tanggung jawab berkomunikasi dengan tamu dari dunia lain sekaligus mengendalikan mereka. Namun beberapa tamu antar-dimensi hanya bisa dikendalikan olehnya, sayangnya ia masih terlalu muda dalam segala aspek saat ini.
Jika lembaga kekuasaan negara ini sudah lama mengetahui keberadaan penginapan ruang-waktu, namun diam-diam mengamati dan siap membantu Cheng Yun atau meminta bantuannya kapan saja...
Pasti itu usaha Tua Master Hukum!
Hanya Tua Master Hukum yang mungkin melakukan hal seperti ini, dan hanya beliau yang mampu mewujudkannya.
Jika pemerintah sama sekali tidak mengetahui detail tentang node ruang-waktu dan pemiliknya, probabilitas mereka memilih skenario antisipasi konservatif seperti ini sangatlah kecil. Mereka bisa langsung memanggil Cheng Yun untuk berbicara, atau memilih cara-cara lain yang lebih keras. Kecuali jika ada yang memberi tahu dan meyakinkan mereka: mustahil mutlak bagi mereka untuk menguasai node ruang-waktu beserta pemiliknya, dan hanya sang pemilik node ruang-waktulah yang bisa mengendalikan penghuni dari dunia lain serta menjamin keamanan dan kedamaian planet ini!
Cheng Yun tak bisa membayangkan bagaimana Tua Master Hukum melakukan semua ini. Saat ini dia juga tak perlu memaksakan imajinasinya, sejujurnya perasaannya sekarang campur aduk antara ingin tertawa dan menangis.
Karena orang-orang ini... cara mereka mengingatkannya terlalu kekanak-kanakan dan tanpa otak, pasti mereka juga sadar tindakan mereka sama sekali tidak samar kan? Kalau begitu mengapa tidak tegas langsung menelepon saja?
Kain penutup aib ini menarik apa?
Tapi saat ini itu bukan poin utama, yang penting adalah peristiwa-peristiwa yang tercatat di koran-koran ini!
Pemerintah punya cara mengubah penyandang disabilitas yang sudah sembuh kembali menjadi cacat, tapi tak bisa menghilangkan batas "sekat" itu, juga tak berani mencari dalang di balik semua ini secara terbuka, bahkan sekarang satelit pun tak berani beroperasi di atas wilayah itu.
"Anak buah ini!" Cheng Yun bersuara berat, dia sangat marah, "Kali ini kau yang pertama melanggar perjanjian!"
Selain kesal, dia juga merasa sangat malu!
Kejadian-kejadian yang berantakan ini jelas ada andil besar darinya, soalnya dialah yang melepaskan si Dewa Elang ini!
Ini seolah kembali membuktikan kebenaran Tua Master Hukum——
“Kalaulah tidak ada yang sengaja mengingatkannya, sampai sekarang dia masih tidak tahu apa-apa tentang hal ini, bahkan masih bodoh mempercayai perkataan Komandan Raja Salju, mengira Dewa Elang benar-benar pria baik yang menepati janji!”
“Syukurlah belum menimbulkan dampak besar, masih bisa diselamatkan!”
Cheng Yun diam berdiri, melirik lonceng di tembok, lalu menatap jalanan yang sudah gelap di luar, lalu berjalan menuju tangga tanpa sepatah kata.
“Elang yang dia lepaskan, dia yang harus menariknya kembali!”
“Selain itu, sepertinya tidak ada orang lain yang mampu mengatasi kekacauan ini!”
“Sekarang pukul delapan, Cheng Yan dan yang lain mungkin baru kembali pukul sembilan. Ekspedisi Cheng Yun ini diperkirakan memakan waktu satu dua hari.”
“Ah.”
Cheng Yun menghela napas.
Kembali ke kamarnya, lima jarinya terbuka – sebuah bola kristal langsung muncul di tangannya.
Si loli kecil berbaring di sofa, memiringkan kepala dengan wajah penuh tanya menatapnya.
“Tolonglah!”
Cheng Yun menatap tajam bola kristal. Tak lama kemudian, kilatan cahaya samar muncul di permukaannya, mulai menampilkan serangkaian fragmen kenangan.
Hutan, padang rumput, gunung bersalju...
Kota-kota, jalan raya, dan mobil offroad...
"Tarik lebih dekat! Aku harus tahu di manakah ini." Cheng Yun berseru, sorot matanya berkilauan memantulkan cahaya dari bola kristal. "Kabupaten Daoba! Kau masih bisa makan enak ya brengsek!"
Dewa Elang dalam rekaman itu seolah merasakan sesuatu. Ia menelan sepotong daging di mulutnya, lalu mengangkat kepala memandang ke atas.
Mulutnya tetap mengunyah dengan lahap...
Cheng Yun menyimpan bola kristal. Tanpa banyak bicara, ia melanjutkan langkah ke kamar tidur dan mulai membongkar-bongkar barang.
Cheng Yun tahu Dewa Elang telah lama menyadari pengamatannya. Tapi mungkin hingga detik ini, sang dewa masih belum mengerti seberapa besar keresahan yang ditimbulkannya bagi orang biasa di kerajaan ini. Bahkan jika tahu Cheng Yun akan segera berangkat untuk menangkapnya, kesombongannya takkan membiarkannya bersembunyi.
Dari tumpukan barang, Cheng Yun menemukan tas pendakian yang pernah dibelinya semasa kuliah. Desainnya kompak namun fungsional, cocok untuk digunakan sehari-hari, yang sengaja dibawanya dari rumah.
Bawa!
Buka lemari pakaian, ia mengambil sepasang sepatu pendakian dari dalamnya. Setelah berpikir sejenak, dia mengembalikannya dan mencari sepasang sepatu olahraga yang nyaman.
Dengan cepat, Cheng Yun mengganti baju, menyelipkan bola kristal ke dalam tas pendakian, lalu melemparkannya asal ke ruang node.
Berjalan ke kamar tidur, si loli kecil masih berbaring di sofa. Mata birunya memantulkan kilau samar dalam kegelapan. Tubuh mungilnya diam-diam menunjukkan kesepian sambil menatap tajam manusia ini.
Cheng Yun berjongkok di sebelahnya, menatap tatapan penuh tanya itu. "Aku ingin berunding sesuatu denganmu, setuju?"
"Huu?" Si loli kecil memiringkan kepala sedikit.
"Ada urusan yang harus kuselesaikan. Mungkin butuh satu-dua hari. Selama itu, bisakah kau bersikap baik? Jangan marahi gadis-gadis itu. Mereka akan memberimu makan seperti biasa. Makanlah dengan patuh sambil menungguku, mengerti?"
Loli itu langsung membuka mulutnya sedikit, memandang Cheng Yun dengan tatapan kosong. Ekspresinya mulai menunjukkan kepanikan.
Cheng Yun melanjutkan, "Aku akan segera kembali."
Ia masih menatapnya dengan grogi, cakar kecilnya terus-menerus mencengkeram sofa tanpa sadar.
Cheng Yun mulai merasa serba salah: "Aku anggap kau setuju ya, karena sungguh tak mungkin kubawa kau ikut. Jika kau tidak suka Cheng Yan dan yang lain, ayahmu bisa menjagamu selama satu dua hari."
Seketika, sorot mata loli itu dipenuhi ketakutan. Kepalanya mengkerut, bulu di seluruh tubuhnya mulai menggigil.
Cheng Yun buru-buru menenangkan: "Sudahlah, takkan kuserahkan ke ayahmu. Jangan takut."
