Dunia tiba-tiba diselimuti kegelapan.
Ruangan yang tadi masih terang benderang dan kota yang bermandikan cahaya, kini telah berpindah ke padang gersang!
Pandangan Cheng Yun sedikit terangkat, langsung melihat bintang-bintang yang begitu padat membentuk bayangan garis horizon di kejauhan. Di bawah kakinya terasa banyak puing-puing kecil, angin di tanjakan padang menderu bagai tangisan disertai gemerisik rumput kering yang tertunduk dan semak yang bergoyang.
Ia buru-buru mengeluarkan ponsel dan menyalakan senter untuk menerangi sekeliling.
Ternyata, saat ini ia memang berada di sebuah tanjakan yang gelap gulita.
Namun tidak segelap yang dibayangkan.
Bintang-bintang di atas kepala justru membuat langit malam di padang ini sama sekali tidak terkesan hampa, malah memancarkan kilauan yang tak pernah terlihat di perkotaan! Di ujung cakrawala sesekali terlihat cahaya kecil, seolah ada aliran mobil yang lewat tak jauh dari sana.
Selain Hitam, ada juga Keheningan!
Selain suara angin yang mendengkur, hampir tak ada suara sama sekali di sekitar lereng bukit, sunyi seolah kembali ke zaman purba, ke era ketika makhluk darat belum lahir.
Loli kecil masih berjongkok di dekat kakinya, mengangkat kepala dengan takjub memandang langit di kejauhan, mata memantulkan gemerlap bintang-bintang.
“……”
Cheng Yun dengan pasrah membuka peta di ponselnya, syukurlah sinyal masih ada di tempat ini.
2g……
Di ponselnya sudah terunduh peta lengkap Yizhou, setelah menentukan lokasi, ia segera menemukan yang dicari.
"Dua puluh tiga kilometer... Sial!" Cheng Yun tak tahu harus berkata apa, jarak ke Kabupaten Daoba tepat 23 kilometer, bahkan jalan raya terdekat delapan kilometer.
Mendengar suaranya, loli kecil tiba-tiba menoleh, memandangnya penuh hormat dengan sorot mata bertanya.
Cheng Yun pun menunduk memandangi benda kecil ini.
"Ayo pergi!"
Apa lagi yang bisa dilakukan?
Cheng Yun berjalan terlebih dahulu ke arah jalan raya sambil berkata, "Kamu harus tetap dekat denganku, jangan sampai hilang, jangan berlarian tak terkendali. Kalau tidak, setelah mencari Dewa Elang, aku harus kembali mencarimu."
Si loli kecil berjalan hati-hati menghindari puing-puing kecil, patuh mendampinginya di sebelah.
Tiba-tiba, lolongan serigala samar-samar berdatangan dari kejauhan...
Cheng Yun dan si loli sama-sama tertegun!
Si loli menjulurkan leher menatap kejauhan, matanya memancarkan kilau rasa ingin tahu tapi juga sedikit ketakutan.
Sambil mengoperasikan ponsel, Cheng Yun berkomentar, "Jangan takut! Itu cuma serigala biasa. Selain ukurannya lebih besar darimu, sama sekali tidak berguna. Aku saja tidak takut, masa kamu takut?! Kalau mereka mendekat, kamu akan melindungiku kan?"
Si loli terdiam membeku...
Cheng Yun mengerutkan kening melihat layar ponsel. Pantas saja napasnya agak tersengal, ketinggian gunung ini mencapai 4.000 meter!
Ada masalah serius—reaksi dataran tinggi!
"Dia langsung dari dataran ke posisi setinggi ini, tanpa proses transisi sama sekali, masih harus berjalan jauh memanfaatkan malam, apalagi di depan sepertinya ada tanjakan lagi, kemungkinan bakal agak sulit ditahan!"
"Ah!"
Cheng Yun menghela napas, terus berjalan maju.
Lolongan serigala masih bergema di kejauhan, samar-samar, tidak mendekat maupun menjauh. Padang gersang akhirnya tak lagi begitu hening, malah menambah kesan mengerikan.
Selain itu, Cheng Yun terus berbicara pada si loli: "Arah orientasi Raja Padang Salju kalian payah amat? Atau kemampuan kalkulasinya tidak boleh? Atau mungkin penggaris atau arah yang ku berikan padanya ada deviasi?"
"Jangan-jangan kamu kena reaksi dataran tinggi?"
"Dataran tinggi ini... Oksigen musim dingin lebih tipis daripada musim panas, malam lebih tipis daripada siang, kita kena semua!"
"Sudah lama tak lihat angkasa murni seperti ini, cuma pernah kulihat waktu kecil dulu."
"Bagaimana bisa diam begini!"
"Ah, andai kau bisa bicara. Setidaknya bisa menghibur diri sendiri, menjaga hati tetap senang. Terlalu fokus bergegas jalan begini malah makin mudah kena altitude sickness."
"Wu?"
Sang loli harus menghindari kerikil di jalan dengan langkah kecil, sambil mendengarkan omongannya. Sesekali harus melompati batu besar atau semak belukar, atau menghindar lewat samping. Kadang juga harus mengangkat kepala meliriknya sepintas ketika namanya disebut. Kalau soal altitude sickness, justru dialah yang paling rentan mengalaminya.
Sekitar satu jam kemudian, Cheng Yun mulai kehabisan tenaga. Kepalanya terasa pusing.
"Istirahat sebentar."
"Dingin sekali! Kaki sudah membeku!"
Ia bersandar pada batu besar sambil duduk, menggosok-gosokkan tangannya. Tatapannya tertuju ke arah jalan yang baru saja dilalui, lalu tiba-tiba terpaku——
Sebuah pita cahaya putih panjang tergantung miring di tengah malam, terlihat seperti tersusun dari pasir halus tak terhitung yang diselingi titik-titik berkilauan, menjadi cahaya paling memukau di hamparan malam! Bintang-bintang lain, baik yang redup maupun terang, tiba-tiba berubah menjadi sekadar pelengkap. Seluruh alam semesta seolah hanya diisi olehnya, bahkan tanah di bawah kaki pun terasa tak lagi penting.
Inilah pemandangan paling mengguncang jiwa di seluruh dunia!
Manusia baru menyadari betapa kecilnya diri saat memandang gemerlap bintang di angkasa, baru tersadar betapa piciknya pengetahuan saat menatap luasnya semesta. Setiap orang mungkin pernah bertanya-tanya: seperti apa rupa seberang galaksi bintang itu? Makhluk apa yang menghuni ribuan bintang di atas kepala? Tapi tak ada yang sanggup menjangkau.
Bahkan makhluk seperti Tua Master Hukum atau Komandan Raja Salju sekalipun, tak luput dari decak kagum dan keterpukauan mendalam saat berhadapan dengan keagungan alam semesta ini.
Di saat yang sama, dialah yang paling mampu menyibak kedalaman hati manusia.
Ia bagaikan cermin, saat manusia berhadapan dengannya selalu bisa melihat kedalaman terdalam hati mereka——
Ada yang melihat nafsunya sendiri, ada yang menyaksikan mimpi yang tak mungkin terwujud, sebagian diam-diam menggali masa lalu penuh penyesalan, sementara lainnya menatap masa depan indah nan menjanjikan...
Kelelahan Cheng Yun tersapu sekilas, ia meraba bulu loli kecil itu, lalu terus bergerak maju.
Sekitar satu jam kemudian, akhirnya ia tiba di tepi jalan raya. Saat itu tubuhnya sudah menggigil tak tahan dingin.
Beberapa menit kemudian, sebuah truk kecil melintas. Cheng Yun mengulurkan tangan menghentikan kendaraan, truk itu pun perlahan mengurangi kecepatan.
Seolah melakukan verifikasi, akhirnya truk kecil itu berhenti, lampu hazard menyala menantinya.
Buru-buru Cheng Yun mengangkat loli kecil itu dan berlari mendekat, bertanya: "Sobat, sopir liar di depan melemparku ke pinggir jalan. Kau menuju Dao Ba kan?"
Sopir menjawab singkat: "Cepat naik!"
Cheng Yun segera memperlihatkan senyum: "Terima kasih!"
Sopir truk adalah pemuda Tibet yang cukup ganteng, bukan pengemudi transportasi jarak jauh, hanya sopir lokal pengangkut barang.
Cheng Yun mulai berbincang dengannya.
Tak lama kemudian, mobil tiba di Kabupaten Daoba. Cheng Yun memilih lokasi dekat terminal bus untuk berhenti, lalu berulang kali berterima kasih pada sopir.
Kabupaten ini tidak besar. Dengan cepat ia sampai di sekitar terminal bus. Sudah larut malam, hanya beberapa hotel besar yang masih beroperasi, sementara penginapan kecil sudah tutup. Cheng Yun memilih yang terlihat paling mewah, memesan kamar standar seharga 120 yuan.
Musim sepi memang lebih murah, kalau tidak mungkin harganya bisa mencapai 300-500 yuan!
Lingkungan kamar cukup bagus. Cheng Yun mandi air hangat dulu, lalu turun ke resepsionis untuk minta nomor telepon penyewaan mobil, baru kembali ke kamar.
Si loli sedang berbaring di ranjang sebelah, dengan penasaran menekan kabel selimut listrik menggunakan cakar kecilnya, merasakan kehangatan yang muncul.
Selimut dan kasur di kamar agak lembap.
Cheng Yun segera mengeluarkan bola kristal.
Loli seketika memalingkan pandangannya ke bola kristal, memiringkan kepala, sorot matanya mulai memantulkan konten yang ada di permukaan kristal.
Saat ini Dewa Elang juga belum tidur, ia duduk di atas sebuah rumah, diam-diam memandangi angkasa.
Cheng Yun tak bisa menahan geram: "Kau malah bisa menikmati diri, bahkan berani datang ke sini!"
