Malam musim dingin datang sangat awal.
Saat itu di luar sudah gelap, lampu jalan dan neon berduyun-duyun menyala, lampu kendaraan seperti garis. Jalanan mulai diselimuti hawa dingin, jika keluar berputar-putar, kelembapan dapat membasahi rambut.
Pintu kaca hotel kebanyakan waktu tertutup, AC menyala, resepsionis yang tidak terlalu besar itu sangat hangat.
Sesekali ada klien keluar-masuk, mendorong pintu lalu menutupnya, menerobos melintasi antara angin dingin dengan ketenangan, dingin dengan kehangatan.
Sekarang Yu Dian sedang menjaga shift, dia membuka laptop tuanya itu, tapi pandangannya tidak tertuju pada komputernya sendiri melainkan pada layar komputer di sebelah.
Di kursi sebelahnya duduk Cheng Yan, Tang Qingying juga berdesakan di samping, di luar itu si loli masih berjongkok di atas meja.
Di komputer sedang memutar "Tom and Jerry".
Loli dan gadis kecil Yu Dian fokus membatu tanpa berkedip, namun Cheng Yan terus menatap tajam loli yang begitu dekat di depannya. Di satu sisi, ia sangat ingin mengulurkan tangan untuk mengelusnya, di sisi lain berusaha keras mengendalikan dorongan hatinya - Sebelumnya ia benar-benar pernah memanfaatkan saat loli serius menonton anime untuk mengulurkan cakar iblisnya yang jahat. Tapi seolah-olah ada mata di punggung loli, tangannya belum sempat menyentuh si loli sudah berbalik sambil menggeram dan mengaum, hampir meninggalkan bekas cakar berdarah di tangannya.
Sejak itu, ia tak berani lagi bersikap lancang.
Tang Qingying yang sedang asyik main ponsel sesekali melirik si loli, namun pandangannya lebih bernuansa pengamatan diam-diam.
Cheng Yun yang turun dari lantai atas tertegun: "Seramai ini kah?"
Semua orang berduyun-duyun mengangkat kepala dan meliriknya.
Cheng Yun tak perlu bertanya. Hanya dari suaranya saja ia sudah tahu apa yang mereka tonton. Ia menarik sudut bibirnya: "Kalian benar-benar masih kekanak-kanakan!"
Cheng Yan meliriknya dengan sikap meremehkan, membela diri: "Aku cuma memperlihatkannya ke loli itu, dia cukup menyukainya."
Loli itu mengangkat kepala melirik Cheng Yun, tapi langsung menunduk lagi lanjut menonton anime.
Makhluk di dalam ini konyol tapi lucu!
Cheng Yun mengangkat bahu, duduk sendirian di sofa sambil mulai merenungkan penghuni baru dari dunia lain itu.
Tiba-tiba Cheng Yan menatapnya: "Hei! Gimana caramu bikin loli itu suka? Kok kamu bisa memeluk, meraba, bikin dia ikut kamu, bahkan rela menangkap buruan dan mengupas kacang untukmu? Aku cuma mau sentuh dikit aja dia nggak mau!"
Loli itu langsung memutar badan, memandang Cheng Yan dengan tinggi hati.
Sekadar manusia biasa... benar-benar angan-angan!
Cheng Yun mengangkat alis: "Hei? Kalau sedang meminta bantuan orang, nggak bisa bersikap sopan dikit?"
Cheng Yan langsung menyipitkan mata: "Ini bisa disebut meminta bantuan orang?"
"Hmm!"
"Lalu kamu mau bagaimana?"
"Setidaknya panggilanmu harus benar dong?" kata Cheng Yun, "Aku tidak menuntut panggilan seperti 'Kakak Kandung Tersayang' atau 'Kakak Terganteng', tapi minimal panggilan dasar harus digunakan kan?"
"Hish!" Cheng Yan menarik napas tajam, menggosok-gosok merinding di lengannya, dengan wajah jijik melihat Cheng Yun, "Bisa tidak kamu jangan begitu menjijikkan..."
"...Kalau begitu seumur hidupmu tak akan bisa menyentuh si loli kecil."
"Tolong beritahu cara menyentuh si loli kecil." Cheng Yan dengan wajah masam memandangnya, "Kakak."
"Hahaha aku juga tidak tahu!" Cheng Yun tertawa lepas, "Mungkin karena dari awal aku sudah memberinya makan!"
"...Keterlaluan!" Ekspresi Cheng Yan langsung berubah dingin.
“Mungkin juga karena benda kecil ini punya maksud tersembunyi terhadap kakak ipar!” Tang Qingying tiba-tiba menyela di sebelah, lalu menggandeng lengan Cheng Yan sambil bersemangat berkata, "Yan-yan, tidak tahu kamu sudah lihat isi film berjudul Lukisan Kulit yang diperankan Zhou Xun belum?"
“……Jauhi aku, Bodohnya ini!!”
“Huu……” Ekspresi Tang Qingying langsung dipenuhi keluhan.
Cheng Yun tak bisa menahan tawa, terus menundukkan kepala dan mulai bertanya-tanya.
Sebenarnya ia sedang merenungkan tentang penghuni dari dunia lain itu, namun entah mengapa, kepalanya terus dihantui bayangan tongkat itu.
Lebih tepatnya pola pada permukaan tongkat tersebut.
Ia selalu merasakan kehadiran familiar yang tak bisa dijelaskan. Perasaan ini sulit ditangkap untuk sementara waktu, namun Cheng Yun yakin betul bahwa tongkat sihir dan pola-pola itu benar-benar asing baginya. Seolah-olah pola tersebut merupakan turunan dari suatu sistem yang pernah ia jumpai, sehingga struktur dan metode penyusunannya menimbulkan kesan familiar. Ini bagaikan aksara yang sering ia temui namun tak dikuasai - mungkin tak mengerti maknanya, tapi sekilas bisa mengenali jenisnya: Jepang, Korea, atau Rusia...
Sangat mirip dengan sistem ilmu dari dunia Guru Fa!
Cheng Yun mengerutkan keningnya dalam-dalam.
Benarkah kebetulan sebesar ini?
Beliau... sepertinya juga seorang mage junior!
Cheng Yun menghela napas lagi setelah memikirkan hal tersebut.
Sepertinya mage kecil itu masih seorang pelajar, bahkan dirinya sendiri tidak tahu bagaimana bisa datang ke dunia ini. Di rumahnya masih ada keluarga yang menunggu kepulangannya... Pasti sekarang dia sedang gelisah dan ketakutan? Ruang node benar-benar kosong, tak ada apapun. Kekosongan semacam itu bisa memicu ketakutan, ditambah keheningan yang hampir tanpa suara sama sekali. Orang biasa yang sendirian di ruang seperti ini diperkirakan tidak akan bertahan setengah jam sebelum mengalami collapse total mental.
Meski agak...
Tapi bagaimanapun dia hanyalah seorang anak yang malang!
Cheng Yun berpikir demikian, menunggu sebentar lagi, lalu berdiri dan kembali menuju lantai atas.
Tak lama kemudian, dia membuka pintu ruang node dan melangkah masuk. Tapi langsung terpaku di tempat.
Terlihat punggung tinggi sekitar 170-178cm sedang membelakanginya, dengan lutut ditekuk dalam posisi persiapan melompat. Tangan kanannya terangkat tinggi memegang sebatang kayu.
Shuuk!
Ia melompat, lompatannya cukup tinggi, jubah panjang biru-putihnya berkibar lembut. Tampaknya ia tidak mengenakan celana panjang, sehingga memperlihatkan betis ramping putih salju yang membulat.
Cheng Yun buru-buru mengedipkan mata, menggelengkan kepala kuat-kuat untuk menghapuskan kesadaran buruk.
Bersamaan dengan itu, tongkat sihir itu pun terlempar!
Pandangan Cheng Yun mengikuti tongkat sihir itu, menyaksikannya berputar liar di udara membuat goresan indah, nyaris melewati sisi batu belah ketupat sebelum akhirnya mendarat.
"Ah!"
Mage Kecil menghela nafas.
Tiba-tiba ia menoleh dan melihat Cheng Yun, langsung gugup tapi segera berganti sukacita: "Akhirnya kau datang juga!"
Cheng Yun mengatupkan bibir, bertanya: "Sudah paham?"
"Sudah."
"Tidak membuat keributan lagi?"
"Tidak." Mage Kecil patuh, secepat kilat berlari kecil mengambil tongkat sihirnya.
“Baguslah.” Cheng Yun mengangguk puas, “Sekarang aku ingin bertanya padamu...”
“Meteor ini bisa kuberikan padamu, kita bisa membuat perjanjian. Tapi aku minta lima juta, setelah pajak. Jika pajaknya memberatkan, aku bisa membantumu menghindarinya secara legal. Tapi berapapun jumlah pajaknya, kamu yang harus bayar.” Mage Muda menatap tanpa berkedip ke arah Cheng Yun, “Kita semua tahu nilai meteor ini. Baik untuk inti server maupun... uh... untuk pengembangan riset, nilainya sangat tinggi. Lima juta, kamu takkan rugi!”
“……” Cheng Yun diam sejenak, lalu berkata dengan dingin, “Lebih baik kuberikan sepuluh juta saja!”
“Ini...” Mage Muda terhenti sejenak, tersenyum malu-malu, “Aduh, tak perlu segitu! Terlalu baik!”
“……” Cheng Yun kembali terdiam lama, lalu mengangkat kepala melirik batu belah ketupat itu, menunduk dan berkata, “Tolong tunjukkan padaku dulu.”
“Itu, di sana. Angkat kepala sedikit langsung kelihatan. Sudah kutaruh di posisi yang sangat dekat denganmu.”
“Tolong turunkan.”
“……” Little Mage menatapnya dengan ekspresi bersalah.
Cheng Yun juga saling pandang dengannya sambil kepala dipenuhi garis hitam, namun semakin lama semakin yakin bahwa orang ini benar-benar perempuan - bahkan termasuk yang sangat cantik dengan postur tinggi dan kaki jenjang. Meski bagian dada datar seperti padang rumput, tetap masuk kategori yang bisa membuat pria lurus bak baja atau Buddha hidup sekalipun melengkung tanpa perlu riasan!
“Itu…” Little Mage ragu sejenak, lalu berkata lemah, “Aku tahu cara menurunkannya. Tapi kau harus transfer dulu, baru kuberi tahu.”
“Dilempar pakai sumpit lalu dihantam ke bawah?” Cheng Yun membalas bertanya.
“Emm…”
“Ah.” Cheng Yun menghela napas, lalu tanpa sengaja mengulurkan tangan. Batu itu langsung berpindah ke genggamannya. “Salahku. Tidak seharusnya kasihan padamu. Harusnya kubiar kau merenung lebih lama lagi.”
"Eh?" Sang Mage langsung tertegun, wajahnya yang lebih cantik dari wanita menjadi hampa. Namun beberapa saat kemudian, raut wajanya kembali muram, "Kalau kamu sudah dapat meteor itu, kenapa masih mengurungku di sini? Hati-hati sekali ya? Meteor ini aku temukan, bukan beli! Aku nggak punya faktur atau catatan pembelian. Meski kamu ambil, aku tetap nggak bisa menuntut!"
"……" Cheng Yun menghela napas lalu berbalik.
"Hei jangan pergi dong! Orang ini... aku kasih gratis aja, gimana?!" Sang Mage langsung berlari ke arahnya, tapi baru beberapa langkah dia berhenti. Tangannya meraba-raba udara dengan hati-hati, segera menemukan dinding transparan itu. Dari sikap waspadanya yang bercampur takut, sepertinya dia sudah beberapa kali tertipu di sini, "Gratis! Benar-benar nggak minta bayaran! Sebenarnya kamu mau apa sih?"
"Coba pikirkan baik-baik perkataanku sebelumnya, tenanglah, introspeksi diri, dan renungkan." Cheng Yun berkata datar sambil langsung membuka pintu.
"Lagi-lagi skenario lama ini, sebenarnya apa yang kau inginkan? Setidaknya beri aku makan dong, mana ada perampok yang menyiksa sandera kelaparan..." Belum selesai bicara, ia melihat Cheng Yun berjalan keluar tanpa menoleh, pintu pun tertutup.
"Sialan!" Ia menggenggam kepalan tangan, menggigit giginya!
Tapi ketika mengingat cahaya yang menyelinap dari balik pintu yang dibuka Cheng Yun tadi, seolah... itu adalah pemandangan yang asing dan sangat berbeda gaya!
Dengan wajah takjub, ia mengedipkan mata.
Berikutnya adalah periode waktu yang terasa sangat panjang.
Ia bisa melihat meteor di atas kepalanya, tapi gagal mendapatkannya.
Satu-satunya sumber cahaya dalam pandangannya adalah bola cahaya biru pekat berbentuk oval itu, selain itu hanya kehampaan, namun ia tak berani menyentuh bola cahaya tersebut.
Ia tidak bisa mendengar sedikit pun suara dari dunia nyata. Dalam keheningan yang mencekam, untuk pertama kalinya ia mendengar dengan jelas suara detak jantungnya sendiri, tarikan napasnya, bunyi berderak-derak tulang saat bergerak, gesekan baju, suara otot yang menegang, bahkan deru darah yang mengalir di area sensitif telinga... Semua suara ini biasanya hampir tidak disadari oleh seseorang, tapi saat ini terasa sangat menyiksa.
"Tidak boleh! Aku harus mengalihkan perhatian!"
"Oh iya, tidur, aku harus tidur!"
“……”
"Terlalu berisik! Tak bisa tidur!"
"Aaaaa..."
"Cepat kembali cepat kembali cepat kembali..."
