20 Januari 2018, pukul tujuh pagi.
Hari ini Sabtu, sekaligus hari Dahan.
Cheng Yun terbangun dengan kepala yang masih berdenyut-denyut sakit.
Dia mengusap kepalanya sambil meraba-raba menyalakan lampu.
Cahaya lembut lampu meja samping tempat tidur langsung menyala terang. Namun setelah semalaman dalam kegelapan, Cheng Yun masih harus menyipitkan matanya karena silau.
Beberapa saat kemudian barulah ia membuka mata kembali, mengangkat kepala melirik sofa tunggal. Namun terlihat si loli kecil terbaring telentang di atas alas tidur, keempat kakinya terentang rata. Sang loli juga sedang mengangkat kepala membuka mata sembari mengantuk menatap ke arahnya.
Lihatlah postur itu, mana mungkin disebut Raja Padang Salju.
Jelas-jelas seperti manusia biasa!
Cheng Yun menggelengkan kepala, berkata: "Bagaimana bisa kamu tidur seperti ini?"
Mendengar itu, si loli kecil langsung tertegun.
Apa? ... Kamu saja boleh tidur seperti ini, mengapa Sang Raja tak boleh?
Cheng Yun menyibak selimut, duduk tegak lalu menggelengkan kepala dengan keras. Barulah ia mulai meraba-raba mengenakan baju.
Si loli masih tetap terbaring telentang, mengangkat kepala menatap tajam ke arahnya. Tiba-tiba kepalanya miring, meniru gaya Cheng Yun menggelengkan kepala, lalu terhisap dalam kekakuan...
Tak ada selimut yang bisa disibaknya.
Juga tak ada baju yang perlu dikenakan.
Ia menatap Cheng Yun yang sedang sibuk berpakaian, kepala miring lagi, kembali terjerumus dalam perenungan.
Cheng Yun segera menginjak sandal lembut, berjalan dengan suara "taktak" mendekati si loli. Ia melihat benda kecil ini menunduk sambil menatap tak berkedip ke arah kakinya, masih mempertahankan posisi tidur yang menggoda itu. Dia benar-benar merasa geli, tak kuasa mengulurkan jari telunjuk untuk mencolek perut berbulu lembutnya perlahan.
Si loli langsung terpaku mengangkat kepala, menatap tajam ke arahnya.
Apa yang kau lakukan... manusia bodoh.
Cheng Yun menahan tawa dan mencolek lagi, sampai si kecil ini tidak puas mengulurkan cakar mungilnya untuk menghalangi tangannya. Baru dia menarik kembali tangan sambil berkata: "Masih belum bangun, kucing malas."
Si loli terdiam sejenak, lalu kemarahan mulai terbayang di wajahnya——
Manusia! Jangan kira karena kau... kau hebat aku tak berani menggigitmu! Bagi Sang Raja Padang Salju yang Agung, penghargaan ras adalah segalanya, tak boleh ada yang berani menantang!
Cheng Yun tentu tak bisa membaca isi hatinya, tapi ia jelas melihat si anak kecil ini sedang sangat tidak puas saat itu. Maka ia menghindari tatapan tajam si kecil, langsung berbalik pergi sambil berkata: "Cepat bangun! Minum airnya, ke toilet juga, cuci cakarnya jangan lupa, terus sarapan... Ah, pagi ini malas masak, pesan makanan online saja deh."
Loli kecil itu langsung membalikkan tubuh dan bangkit. Ia teringat hari ini masih harus jalan-jalan keluar!
Maka dengan gesit ia melompat turun dari sofa, berlari kecil secepat kilat menyelinap ke kamar mandi. Pintu kamar mandi pun menutup dengan suara "krak".
Cheng Yun menggelengkan kepala, membuka pintu kamar tidur dan melirik ke arah ruang tamu. Terlihat Mage Muda itu masih tertidur pulas di sofa——sebagian selimutnya sudah melorot dari tepian sofa yang sempit, tapi ia sama sekali tidak menyadarinya. Posisi tidurnya yang miring dengan selimut terjepit di antara kedua kaki membuat paha panjangnya yang terbuka terlihat sangat mencolok. Tongkat kayu yang kemarin malam dijadikan pelindung rasa aman sudah jatuh ke lantai.
Mage Muda tidak menutup tirai jendela semalam. Cahaya redup dari luar yang merembes melalui jendela kaca membuat kulit pahanya yang putih itu terlihat menyilaukan.
Cheng Yun buru-buru menggelengkan kepala lebih kencang: "Hush..."
Ia cepat-cepat menutup pintu.
Tidur dengan posisi begitu... pasti akan kedinginan!
Cheng Yun duduk di tepi ranjang, mendengarkan suara air singkat yang berasal dari kamar mandi. Ia menunggu sesaat, lalu mengeluarkan laptop dan pulpen, berusaha mengingat mimpi semalam, bersiap mencatatnya secara berurutan.
Saat ini ingatannya masih cukup jelas. Jika tidak segera mencatatnya, menjelang siang 80 persen akan terlupakan.
Tanpa disadari, si loli kecil telah duduk di sebelahnya. Posturnya duduk manis dengan ekor panjang yang melingkari tangan-kakinya, menunjukkan kesan patuh meski masih muda tapi beraura gagah. Namun saat ini ia menjulurkan leher dan mengarahkan kepala ke arah naskah Cheng Yun, wajah penuh rasa ingin tahu seolah bisa memahami tulisan tersebut—seakan-akan ia mengerti makna kata-kata itu.
Braak!
Dengan cepat Cheng Yun menutup naskah, dari penglihatan tepi ia melihat si loli, lalu menepuk perlahan kepalanya dengan laptop hingga kepalanya terayun ke bawah. Baru kemudian melemparkannya kembali ke ruang node.
Di bawah pandangan loli yang terpaku dan tak bersalah, ia pun masuk ke kamar mandi.
Sesaat kemudian, satu manusia dan satu makhluk keluar dari kamar.
Mage tetap tertidur pulas, seolah tak merasakan kedatangan mereka, hanya berganti postur tidur.
Cheng Yun memperlambat langkahnya, mendekatinya, lalu meletakkan tumpukan baju di meja kopi.
Loli dengan serius mengamati Mage, tiba-tiba melompat ke meja, menatap tajam perut Mage yang tak tertutup selimut, lalu menoleh ke Cheng Yun——
"Mau tidak Wang membangunkan manusia ini?"
Ia mengangkat satu cakar kecil, membayangkan fragmen saat menusuk perut manusia itu.
Cheng Yun tetap tak tahu apa yang dipikirkan makhluk kecil ini, hanya mengira ia masih menyimpan dendam atas kejadian semalam dan ingin membalas Mage. Ia menguap sambil berjalan ke luar: "Sudah, jangan ganggu tidurnya."
Loli itu merasa sangat membosankan, melepaskan cakar kecilnya, melirik Veigar untuk terakhir kali, lalu menarik kembali pandangannya dan mengikuti Cheng Yun keluar dari kamar.
……
Saat Veigar benar-benar puas tidur dan perlahan bangun, dia hanya mendengar suara berdecak.
Sekaligus…… merasa agak dingin di tubuhnya.
Tanpa sadar dia membuka mata, menoleh ke samping, dan langsung terkejut.
Seekor kucing yang sangat cantik berjongkok di meja kopi, kedua cakar kecilnya memeluk bakpao putih besar yang sedang dikunyahnya dengan lahap. Sesekali mata biru esnya melirik ke arahnya. Bakpao itu sudah terkikis sepertiga bagian.
"Ah!!"
Veigar langsung duduk.
Lalu, dia melihat Cheng Yun di sebelahnya.
Sang Kepala Stasiun itu duduk di sebuah kursi, hanya terpisah oleh meja kopi darinya. Di satu tangan ia memegang bakpao, tangan lainnya menggenggam cangkir susu kedelai, juga sedang asyik menyantap sarapannya.
Serupa, ia juga sesekali melirik ke arahnya.
Xiao Fashi langsung melompat turun dari sofa, mengambil tongkat kayunya dan memeluknya di dada: "Kalian ini mau apa? Memperlakukan saya seperti monyet?"
Cheng Yun menunjuk ke roti kukus dan susu kedelai di meja kopi: "Sarapan, nanti dingin kalau tidak dimakan."
Si loli kecil juga mengangkat kepala dan menatap tajam ke arahnya.
Beberapa saat kemudian, Xiao Fashi pun duduk manis di sofa sambil menggigit roti kukus sesuai aturan.
Saat itu sinar di dalam kamar sudah cukup terang.
Cheng Yun bertanya: "Semalam kurang tidur? Kok baru bangun sekarang?"
Xiao Fashi menggigit rotinya sambil berkata dengan artikulasi tidak jelas: "Lumayan, lumayan, cuma saya agak sulit tidur di ranjang baru."
Ia tak bisa menghindar dari bayangan pengalaman semalam.
"Di lingkungan yang asing, awalnya ia tidak berani tidur dengan mudah. Memang sudah direncanakan untuk begadang semalaman - bagi seorang rakyat jelata kutu buku sepertinya, begadang semalaman memang bukan hal besar. Tapi semakin lama, entah bagaimana, rasa kantuk mulai datang, pikiran semakin tenang, lalu tanpa sengaja tertidur sampai pagi buta."
"Perasaan itu justru terasa cukup familiar baginya."
Cheng Yun mengangguk: "Oh, kalau sudah selesai makan, ganti baju dulu. Tapi... lebih baik mandi dulu."
