"Waah! Imut banget!" Siswa Tang Yao Yao berteriak pertama kali.
Tapi setelah berteriak, dia mendapati langkah kecil loli tiba-tiba terhenti, lalu si loli malah menoleh dan meliriknya dengan pandangan meremehkan.
Tang Yao Yao terpana, menyaksikan loli itu mengangkat dagu lalu berjalan manis duduk di samping Cheng Yun, perasaan diremehkan menggelayuti dirinya.
"Ini... benda kecil ini tadi sedang jumawa ya?" Tang Qingying menoleh ke Cheng Yan di sebelahnya, "Kamu juga lihat kan, si kecil ini malah pamer setelah dengar omonganku! Siluman ini... mengandalkan posisi favorit di mata kakak ipar, bahkan berani... menghina aku!"
Cheng Yan sama sekali tidak menghiraukannya. Matanya menatap tajam ke arah loli tanpa berkedip. Lama kemudian baru sadar, sambil cepat-cepat mengeluarkan ponselnya dia bertanya: "Kalian jalan-jalan seharian sore, cuma beli satu kaler?"
Sang Mage tertegun, menoleh melihat tumpukan kantong belanja di sebelah sofa, terhisap dalam perenungan.
"Enggak kok, beli banyak barang. Bos bilang nanti malam dikirim, lagipula jaraknya dekat." Cheng Yun menunjuk ke arah kantong belanja di samping Mage, "Lagi pula tidakkah kamu lihat Caiqing membeli segitu banyak?"
"Aku baru melihat sekarang..." ujar Cheng Yan sambil mengarahkan kamera ponselnya ke loli.
Cheng Yun hanya bisa menghela napas pasrah.
Setelah beristirahat sejenak, ia pun berdiri dan menuju ke lantai atas: "Aku akan naik untuk memasak makan malam."
Sang loli buru-buru berlari kecil mengikutinya.
Sang Mage dengan kikuk mengangkat banyak kantong belanjaannya, memberi salam pada Cheng Yan dan Tang Qingying, lalu berjalan menuju lantai atas.
Sekejap mata, malam pun tiba.
Di lantai atas, kamar Cheng Yun, di dalam kamar tidur.
Sang loli berbaring tenang di atas alas tidur sofa tunggal, ekor berbulu halusnya tanpa sadar menggoyang-goyang di belakang, sementara kepalanya menoleh memandang ke samping dengan ekspresi terpaku.
Sebuah siluet berpostur tinggi duduk bersila di ranjang Cheng Yun. Karena merasa agak dingin, ia berusaha menekan jari-jari kaki putih salju ke bawah paha. Kedua tangannya memegang ponsel sambil menunduk menatapnya. Helai-helai rambut panjangnya mengalir dari pelipis bagai aliran kecil. Kilatan cahaya dari ponsel yang terus berkedip menerpa wajah ayunya, membuat sorot matanya seolah menyala bagai dua lentera kecil.
Di layar ponsel sedang diputar video loli sore tadi. Dengan kaler yang dipakainya, penampilannya terlihat luar biasa cantik. Sementara itu Cheng Yan terus membalik-balik komentar di bawahnya.
"Cantik sekali! Kalernya sangat cocok dengannya!"
"Imutnya bikin darah meletup-letup!"
"Bukannya katanya tidak boleh memberi lonceng pada kucing?"
"Mengapa aku selalu merasa kucing ini seolah sangat menyukai kalernya? Sama sekali tidak terlihat tidak nyaman!"
"Kakak ganteng di sebelah kucing imut itu tampan sekali... Sayang, di sampingnya sudah ada nona keren yang mendampingi..."
“Sepertinya ada suara penulis video, nona dengan suara merdu!”
“……”
Sesekali ia mengangkat kepala dan saling pandang dengan si loli.
Loli itu dengan sendirinya terpaku, tak mengerti mengapa manusia terbodoh sehotel ini masuk ke kamar manusia itu dan duduk di ranjangnya.
Cheng Yan tersenyum melihat loli melirik ke pintu: "Jangan dilihat, Cheng Yun jaga shift malam ini, baru pulang larut."
Loli itu terdiam, lalu limbung merebahkan diri, mencakar-cakar alas tidur dengan bantalan daging di telapaknya.
Tempat tidur Wang kok belum dikirim juga!
……
Cheng Yun duduk di resepsionis sambil mendemonstrasikan alur kerja front desk dan cara menggunakan peralatan kepada Sang Mage.
Sang Mage justru tidak fokus pada penjelasannya. Sorot matanya tajam bercahaya mengamati komputer, jemarinya mengelus lembut keyboard seolah membelai kecantikan luar biasa, sambil bergumam pelan: "Sensasi fisik mekanis murni, setidaknya baru ada 800 tahun lalu... Jadi ini komputer kuno tingkat museum ya..."
"Luar biasa!"
"Tak ada jejak tenaga gaib, tapi menggunakan cara lain untuk menggerakkan listrik. Tak ada mantra deskriptif yang dibangun di atas hukum, hanya mengandalkan perhitungan biner paling dasar..."
"Kecerdasan dasar manusia memang sepadan untuk dikagumi..."
"Sungguh memesona! Luar biasa!" Sang Mage tergila-gila menatap mesin ini. Kilatan cahaya misterius samar di matanya seakan mampu menembus lapisan luar, menyelami struktur mikroskopis di dalamnya.
"Hei..." Cheng Yun wajah menghitam menatapnya, "Apa kau benar-benar mendengarku?"
“Ha?” Sang Mage mengangkat kepala, lalu tiba-tiba melambaikan tangan, "Tidak apa, aku mendengar. Membagi perhatian adalah salah satu pelajaran dasar dalam kurikulum Pencerahan bagi pemula ilmu sihir."
"Kalau begitu kau yang coba operasikan." Cheng Yun berkata dengan muka hitam.
"Baik!" Sang Mage seolah sudah tak sabar, dengan wajah bersemangat meraba mouse dan keyboard, segera mengoperasikan sesuai petunjuk Cheng Yun sebelumnya——Gerakannya awalnya masih kaku, namun hanya beberapa saat kemudian sudah menjadi lancar.
"Aku belum pernah menggunakan peralatan operasional seperti ini." Ia bahkan sempat menoleh ke Cheng Yun sambil berkata.
"……" Cheng Yun teringat pertama kali menyentuh komputer di lab sekolah dasar dulu, bahkan mouse saja tak bisa dipegang stabil.
Manusia dibandingkan manusia bisa bikin mati kesal.
"Selanjutnya akan ku ajarkan cara input informasi identitas sebenarnya, lalu membiasakanmu dengan sistem manajemen. Kurasa itu sudah cukup." Cheng Yun berkata, "Dilihat dari IQ yang kamu tunjukkan sejauh ini, semua ini seharusnya mudah. Yang paling utama hanya satu: mengetik. Terutama saat membuat faktur, akan sangat merepotkan jika kamu belum familiar dengan metode input pinyin di dunia kita."
"Pinyin ya..." Wajah Sang Mage berkerut, "Hanya punya sedikit pemahaman samar."
"Itu akan jadi masalah besar."
"Tidak apa. Jelaskan secara detail prinsip penyusunan pelafalannya. Hal semacam ini seharusnya bisa kuingat dengan mudah." Sang Mage berkata, "Sayang chip pendukung dan komputer pribadiku tak bisa dibangunkan, pasti akan lebih mudah kalau tidak."
"Baik, mari kita mulai dengan inisial suara."
Sekitar satu jam kemudian, sebuah sepeda motor listrik berhenti di depan pintu hotel. Pemilik supermarket hewan peliharaan kemudian mengetuk pintu kaca sambil membawa kotak kertas besar.
Cheng Yun buru-buru melangkah keluar dari resepsionis, membuka pintu kaca sambil berkata: "Sudah bekerja keras!"
"Berlaku kasar, hari ini pengiriman agak terlambat." Bos itu tertawa riang meletakkan koper di atas meja kopi resepsionis, menarik napas panjang lalu melanjutkan, "Aku kira kamu tinggal di hotel ini. Baru saja mau menelepon, eh lewat pintu kulihat, hei, kamu malah duduk manis di balik etalase!"
"Ini rumah kita yang buka." Cheng Yun tersenyum kecil.
"Oh! Pantas saja!" Sang bos mengangguk-angguk, lalu menjulurkan lehernya memandang sekeliling resepsionis, "Kucingmu mana?"
"Di gedung seberang."
"Oh." Bos tampak kecewa, menepuk-nepuk koper sambil berkata, "Semua barang ada di dalam. Kalau ada masalah, hubungi saya kapan saja. Layanan purna jual terjamin. Kalau sempat, sering-sering bawa kucingmu jalan-jalan ke toko, saya kasih diskon."
"Oke!" Cheng Yun menyeringai lebar, "Terima kasih!"
"Tidak apa-apa."
Bos meninggalkan resepsionis, tak lama kemudian mengayuh sepeda motor listriknya menghilang di balik langit malam.
Cheng Yun membongkar isi koper sebentar, memastikan semua barang yang dibeli lengkap, lalu kembali ke resepsionis dan duduk.
