“Pangsitnya datang, Beri ruang!” Cheng Yun memanggul dua ember besar pangsit menyusur lereng.
“Ada juga hidangan acar.” Yin Nuxia mendampingi Cheng Yun dari belakang, membawa mentimun acar dan telur pindang lada hijau.
“Mmm…” Sang Mage ragu sebentar, akhirnya mengikuti formasi dan berkata, “Saus celup.”
Meja kopi yang sepi tiba-tiba menjadi penuh dengan berbagai hidangan. Pangsit yang baru keluar dari wajan masih mengeluarkan uap panas, terlihat sangat menggoda di pagi musim dingin yang dingin ini.
"Membosankan!" Cheng Yan meletakkan tumpukan piring di atas meja, menaruh sumpit di atas piring-piring itu, lalu menatap tangga di belakangnya——
Si loli kecil sedang turun dari lantai atas. Di lehernya tergantung syal merah muda bergaya Kacu Merah yang dipakai terbalik, mungkin bisa digunakan sebagai serbet saat makan. Selain itu di kepalanya terdapat jepit rambut mahkota, mengenakan baju kecil hitam bertuliskan "Aku Sangat Galak" dalam empat kata.
Pandangan Cheng Yan langsung terkunci padanya dalam sekejap.
Loli kecil itu menggigit mangkuk makannya sendiri, mengangkat kepala tinggi-tinggi. Seperti yang diketahui semua orang, mangkuk itu agak besar sementara postur tubuhnya masih relatif kecil. Oleh karena itu, setiap langkah dilangkahinya dengan sangat hati-hati, khawatir mangkuk itu akan jatuh berguling menuruni tangga.
Menanggapi hal ini, Tang Qingying sudah hampir mati rasa.
Ketika loli itu akhirnya berhasil menuruni seluruh tangga, ia mengangkat kepala dan melihat manusia biasa yang selalu ingin merabanya itu KEMBALI mengarahkan sebuah kotak kecil yang bisa menyala di malam hari ke arahnya. Wajah sang manusia bersembunyi di balik kotak tersebut.
Ia tak bisa melihat mata si manusia biasa, namun bisa merasakan bahwa manusia itu sedang mengintipnya dari balik kotak!
Berani-berasinya mengintip Wang!!
Loli mengeluarkan erangan tidak puas, lalu dengan cepat menggigit mangkuk makannya dan melompat ke meja kopi, duduk di sebelah Cheng Yun. Dengan hati-hati ia meletakkan mangkuk makan di atas meja, baru kemudian menatap Cheng Yan.
Cheng Yan segera meletakkan ponselnya, berlagak seperti tidak terjadi apa-apa. Ia mengambil sumpit sambil batuk perlahan dua kali, berkata: "Aku... Aku cuma ingin mencatat maskot hotel kita dengan cara begini. Mengunggahnya ke internet juga cuma buat promosi hotel. Ka-Kalian jangan mikir yang macam-macam!"
Cheng Yun melirik Tang Qingying, mendapati Siswa Tang Yao Yao juga sedang mengangkat kepala dan menatapnya.
Keduanya tidak bersuara.
Gadis kecil Yu Dian tetap diam.
Sang Mage tampak bimbang karena baru datang dan tidak tahu apa-apa. Yin Nuxia menatap penuh harap ke dua ember pangsit rebus - meski sudah setengah tahun di hotel, ia tetap tak paham situasi.
Sekarang dia hanya ingin tahu apa isian pangsit-pangsit itu.
Loli itu memiringkan kepala dengan ekspresi bingung menatap Cheng Yun, wajah mungilnya menunjukkan renungan yang sangat manusiawi.
Maskot... apa itu?
Kedengarannya seperti panggilan pujian.
Setelah merenung sejenak, ia menggelengkan kepala dengan cepat——
"Sudahlah! Aku ini Raja Padang Salju, bukan maskot! Selain Raja Padang Salju, aku bukan apa-apa!"
Sambil berpikir begitu, ia menoleh ke Cheng Yan yang menyebutnya maskot, memperlihatkan gigi dengan ekspresi mengancam.
Cheng Yan langsung tertegun.
Tang Qingying di sebelah hanya menyaksikan dengan ekspresi datar.
Cheng Yun segera menepuk kepala loli itu, "Menyebutmu maskot itu pujian, artinya kau akan membawa keberuntungan untuk kita."
Loli itu menyipitkan mata menahan tepukan ringannya, dengan patuh menundukkan kepala, lalu membuka mata memandang Cheng Yun——di matanya masih tersisa keraguan.
"Membawa keberuntungan untuk manusia sepertimu ini... Kalau begitu... Wang akan berbaik hati menerima!"
Baru kemudian ia menoleh ke Cheng Yan, sambil dengan penglihatan tepi mencuri pandang ke Yin Nuxia yang sedang menyelipkan pangsit.
Gerakan Yin Nuxia langsung kaku, tersenyum kecut, lalu menjepit pangsit sambil meniupnya, berkata malu-malu: "Aku... Aku coba cicip isiannya buat kalian."
Begitu katanya, ia langsung menyelipkan pangsit ke mulutnya.
"Enak banget!"
"Isian apa..." tanya gadis kecil Yu Dian dengan suara pelan.
"Hmm tidak terasa, pokoknya ada daging," jawab Yin Nuxia dengan artikulasi tak jelas, sambil menyodokkan sumpit ke piring kecil telur asin dan mentimun, "Aku bantu cicipin juga telur asin dan mentimunnya enak atau nggak."
“Maestro juga mulai makan dong, duduk manis di sini nunggu polisi?” Cheng Yun mengambil piring, menjepit sepuluh pangsit dari masing-masing ember, lalu menjepitkan untuk si loli sambil berkata, "Yang ini isian babi jamur shiitake, yang ini udang besar dengan kucai. Kalian mau nunggu Yin Dan kasih tahu? Cuma bisa nunggu sampai dia kekenyangan baru mungkin ngasih info."
Langsung semua orang mulai menyantap hidangan.
Sang Mage juga luar biasa antusias, sepertinya porsi makannya besar dengan piring penuh pangsit.
Cheng Yan menatap loli yang penuh harap memandang Cheng Yun, berdecak kagum, "Benda kecil ini benar-benar manis banget."
Cheng Yun mendengar ucapannya, mengangguk sangat setuju, lalu berkata, "Nanti kalau udah gede, dia juga bakal nganggap kamu manis."
……
Siang hari, di atap gedung.
Area hotel masih terpapar sedikit cahaya keemasan, sementara di kejauhan awan hitam mulai menumpuk mencekam.
Sang Mage terpaku di pintu tangga, menatap arena berbunga-bunga di atap gedung. Matanya membelalak lebar, area sekitar mata yang tak jelas alasannya terlihat kembali lembab—ia merasakan resonansi dari kedalaman darahnya, sebuah sentuhan yang terukir dalam jiwanya, reaksi insting alami dari seperdelapan darah iblis bunga dalam tubuhnya saat menyaksikan warna-warni memukau ini.
Di dunia sana, ia belum pernah melihat bunga nyata seperti ini. Belum pernah merasakan hawa kehidupan yang memancar dari rerumputan... Di sana, ras sub-manusia seperti iblis bunga bahkan telah diklasifikasikan sebagai ras manusia terancam punah.
Seolah digerakkan oleh insting, Sang Mage hanyut melangkah mendekat. Langkah tak terhenti, namun tangannya mengulurkan ujung jari untuk menyentuh satu per satu bunga-bunga bermandikan embun ini. Ia merasakan hawa kehidupan murni dan kelembutan rapuh yang terpancar.
"Bunga Kupu-Kupu Biru..."
"Ungu-Merah…"
"Muxi、Liansheng…"
"Ini…"
"Pohon Empat Musim…"
Sang Mage bergumam, ia bahkan bisa menyebut sepertiga nama tumbuhan, lalu tiba-tiba berhenti. Ia memalingkan wajah ke Cheng Yun dengan heran: "Semua ini adalah tanaman dari dunia kami!"
Saat itu Cheng Yun sedang malas-malasan berbaring di kursi santai, menikmati sinar matahari yang mungkin sebentar lagi hilang.
Di sebelah terdengar suara bip-bop tak henti. Sang loli berjongkok di meja kopi sambil membuka kacang dengan enggan namun diam-diam. Kernel yang terkupas dibagi dua tumpukan: tumpukan besar untuk manusia brengsek itu, dan tumpukan kecil yang disisakan untuk dirinya...
"Iya." Cheng Yun mengangguk, matanya menyipit. "Semua ditanam oleh Tua Master Hukum."
"Tua Master Hukum…"
"Yaitu Sage Tertinggi yang kau sebut itu."
“Aku bisa menebak.” Sang Mage masih terpaku menatap rangkaian bunga ini, ia yakin ada ikatan tertentu antara dirinya dengan Sang Bijak Tertinggi. Di tempat Sang Bijak menanam bunga, kebetulan ia membawa darah keturunan iblis bunga.
