Kota metropolitan nan megah, gedung pencakar langit menjulang bak menembus langit!
Langit ditutupi kain yang transparan, menjadi penghalang penting bagi ekosistem planet ini. Fungsinya mirip lapisan ozon buatan, bertugas menghangatkan atmosfer dan melindungi planet dari radiasi.
Pejalan kaki di jalan tidak banyak, namun sering terlihat cahaya perak berkedip di udara, juga beberapa alat transportasi yang mengambang perlahan.
Gedung pencakar langit dan bangunan lain memiliki gaya seni masing-masing yang jelas dirancang dengan saksama. Di tepi jalan yang sepi dan bersih sesekali terpampang papan-papan yang mendesak pemerintah menerapkan kebijakan tertentu atau menolak ketidakadilan sosial, namun hampir tak ada yang memperhatikan.
Di pinggir jalan berdiri siluet pendek menghadap toko tanpa penjaga, terpaku dalam lamunan.
Penampilannya seperti gadis kecil tujuh delapan tahun dengan tubuh ramping nan anggun. Pipinya sempurna tanpa cela, mata besar yang jernih, rambut pendek yang sedikit mulai memanjang.
Matanya memancarkan kilatan, bawah sadarnya sedikit menunduk, terlihat sangat tidak percaya diri.
Menurut hukum Republik, anak seusianya pasti masih bersekolah. Apapun yang dipelajarinya.
Sekarang waktu hampir tepat sepulang sekolah, seharusnya ia juga baru keluar dari sekolah. Tapi di zaman ini, anak-anak sepulang sekolah hampir selalu dijemput mobil melayang keluarga. Jika orangtua punya waktu luang, mereka akan menjemput langsung. Jika keluarga tidak sempat, tidak masalah - mobil tanpa pengemudi di dunia yang sudah memiliki "kecerdasan buatan" sejak zaman kuno ini hampir tidak pernah diawasi.
Namun ia datang selangkah demi selangkah.
Di zaman ini, kota sangat besar, perjalanan sangat jauh.
Toko tidak memiliki etalase, tidak ada pintu, sisi yang menghadap jalanan dipajangi mainan. Meski ada boneka berbulu dan Barbie, lebih banyak mainan anak laki-laki.
Seperti model bintang kapal, model pesawat tempur, Tongkat Sihir Kun Zhen versi mini, model sosok Raksasa X, dan sejenisnya...
Bocah laki-laki itu menatap lama, pupil cokelatnya yang sedikit kehijauan memantulkan benda-benda yang begitu ia dambakan. Tanpa henti ia membayangkan dirinya memain-mainkan benda-benda itu: model kapal perang tercanggih yang konon bisa terbang sangat tinggi, figur Raksasa Super yang berubah wujud di tangannya. Waktu yang seharusnya digunakan untuk bergegas pun berlalu perlahan dalam lamunan ini.
Setelah lama mengamati, dengan ketegasan ia menarik kembali pandangannya sambil terus melangkah maju.
Kalau berlama-lama lagi, nanti tidak keburu naik bus.
Jalan ini dipenuhi toko-toko, satu-satunya kawasan ruko yang masih bertahan di Kota Guican. Sepi pengunjung, eksistensinya hanya untuk menjaga gelar "kota dengan pertokoan nyata".
Bocah itu tidak berhenti berjalan, namun langkahnya melambat sambil tetap menoleh memandang toko-toko dengan tatapan terpaku.
Melewati toko kue, ia membayangkan manisnya strawberry shortcake.
Pernah suatu kali ia mendengar seorang siswi di kelasnya berkata: "Kue strawberry itu manis dan enak banget."
Melewati toko pakaian, ia juga melirik beberapa kali.
Sebenarnya ia tak terlalu mempedulikan baju, lagipula murid sekolah dasar wajib mengenakan seragam. Tapi suatu hari, teman sekelas mengejeknya sebagai orang yang tak punya pakaian selain seragam. Saat itu, mukanya memerah tapi tak berani membalas, rasa malunya begitu hebat sampai ia hampir tak sabar ingin menyembunyikan kepala di bawah meja.
Ia suka mengamati toko pakaian olahraga.
Sebab di bawah seragam harus memakai sandal. Ia menyukai sepatu olahraga berkilau itu, tapi ia cuma punya sepasang sandal usang berukuran kebesaran, tak ada cadangan.
Paling ia sukai toko perlengkapan Mage di ujung jalan itu.
Setelah besar nanti, ia ingin menjadi Mage seperti di anime yang menguasai kekuatan dahsyat, tanpa sukacita maupun duka, bisa mengalahkan musuh mana pun atau orang yang mengganggunya; atau seperti Mage di TV yang disegani semua orang, tak ada yang berani meremehkan atau mencemoohnya.
……
Di halte bus terpampang iklan layanan masyarakat tentang perlindungan lingkungan dan penyelamatan spesies terancam punah. Gambarnya menampilkan binatang buas mengerikan, moxiu api merah yang menakutkan, ikan raksasa, burung besar, bahkan pepohonan dan bunga-bunga langka yang hampir punah.
Anak laki-laki kecil itu menunggu sambil menunduk. Jalanan sepi tak berpenghuni, siluet kurusnya terkesan sangat menyedihkan.
Senja mulai tenggelam ketika bus terakhir tiba persis pada waktunya.
……
"Pembelajaran" adalah kemampuan penting bagi makhluk hidup.
Makin tinggi tingkat suatu makhluk, makin kuat kemampuannya untuk belajar.
Hewan-hewan di masa balita akan meniru perilaku induk atau hewan dewasa lain untuk mempelajari skill dasar.
Ini disebut pembelajaran imitasi.
Banyak kemampuan yang terlihat bawaan lahir sebenarnya bukan alami, contohnya kicauan burung tertentu—mereka harus mendengar kicauan burung lain dulu sebelum bisa menirunya.
Ambil contoh lain—kucing.
Tentu bukan maksudnya seorang Wang adalah kucing, ini hanya contoh kasus biologis semata.
Masa awal kelahiran anak kucing adalah periode penentuan karakter. Kandang kucing yang baik akan membiarkan anak kucing tumbuh di samping kucing induk, membiarkan induknya mengajarinya cara berinteraksi dengan manusia, teknik berburu yang lebih baik, serta bagaimana menjadi kucing yang baik.
Banyak juga contoh kontra.
Misalnya bila anak kucing dibesarkan bersama anjing Husky sejak kecil, ia akan tumbuh menjadi "Husky".
Cheng Yun pernah merenung serius: Mungkin karena loli kecil ini sejak dulu tidak diterima oleh komunitas Raja Padang Salju, hanya menerima perundungan dan hinaan tak berujung, tanpa panutan yang baik, hingga akhirnya terbentuklah kebiasaan buruk ini.
Tapi setelah dipikir ulang, ia merasa ini tidak tepat.
Setidaknya si kecil ini belajar dengan baik kesombongan khas komunitas Raja Padang Salju yang "gue yang nomor satu di jagat"!
Saat itu Cheng Yun duduk di ranjang, menatap loli kecil yang berbaring manis di tempat tidur mungilnya dengan bantal dan selimut kecil, terhisap dalam perenungan.
Ia merasa si binatang kecil ini mungkin secara psikologis tidak normal!
Tak lama kemudian, loli mulai merasakan tatapan dari manusia tertentu. Dengan mata setengah terbuka yang masih mengantuk, ia memandang Cheng Yun tanpa suara.
Menyadari Cheng Yun terus menatapnya, keraguan perlahan muncul di sorot matanya. Matanya terbuka perlahan disertai sebuah helaan napas panjang.
Sebagai makhluk kecil yang tak pernah merasakan kehangatan sejak kecil, ia telah memberikan kepercayaan yang lebih besar pada Cheng Yun dibanding kucing biasa pada majikannya.
Kemudian, dari balik selimutnya, ia mengulurkan dua cakar depan berbulu halus berwarna putih salju. Kedua cakarnya direntangkan lurus melewati kepala, lalu perlahan ditekuk ke bawah - persis seperti gerakan peregangan.
Cheng Yun langsung menarik sudut bibirnya.
Loli kembali memandangnya dengan tatapan bertanya, lalu melirik ke arah kamar mandi—
"Bukankah manusia sepertimu setiap pagi setelah bangun tidur harus masuk ke kamar kecil itu?"
Hari ini kenapa belum masuk juga?
Menatap pandangannya, Cheng Yun merasa agak pusing.
Ia segera berdiri, masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri.
Saat keluar setelah selesai mandi, ia menemukan si kecil itu sudah membalikkan badan. Kini tubuhnya miring, masih berselimut dan berbantal, ternyata sudah tertidur lagi.
Posisi miringnya akhirnya terlihat seperti kucing beneran!
Tapi makhluk kecil ini semakin lama semakin malas.
Cheng Yun dengan refleks meraih selimut kecilnya dan membuka paksa!
Di balik selimut, si loli kecil masih berusaha keras meluruskan kedua kaki belakangnya meniru posisi tidur menyamping manusia, ekornya terkadang meringkuk terkadang lurus, sangat mencuri perhatian.
Dengan cepat ia menyadari selimutnya hilang, menoleh ke Cheng Yun dengan wajah terpaku.
Cheng Yun pun hanya bisa memandanginya tanpa tahu harus berkata apa.
