Sore hari sebenarnya cukup hangat, tapi ketika malam tiba udara kembali menjadi dingin.
Cheng Yun berlatih jurus bela diri di atap gedung. Tanpa disadari, kabut telah membasahi bajunya hingga rambutnya pun dipenuhi tetesan air.
Inilah kelemahan wilayah selatan - kelembapan terlalu tinggi!
Cheng Yun melakukan peregangan tubuh bagian atas sambil turun, berencana mandi air hangat nyaman di kamarnya. Namun saat tiba di pintu, ia terkejut menemukan pintu kamarnya terbuka lebar!
Ia tertegun sebentar, lalu menggelengkan kepala dengan pasrah.
Di ruang tamu tidak ada orang.
Pintu kamar tidurnya juga terbuka.
Cheng Yun mendekati pintu kamar dan melongok ke dalam. Seperti diduga, Cheng Yan sedang duduk di ranjangnya. Tangan kiri menggenggam kemasan ikan kecil produksi Tanzhou, tangan kanan menjepit sepotong ikan kecil dan menyodorkannya ke si loli, sambil menatap gadis kecil itu dengan sorot mata penuh harapan.
Di sisi ranjang tergeletak berserakan beberapa bungkus ikan kecil, sementara di tempat sampah terlihat kemasan yang sudah habis dimakan.
Aroma pedas dan numbing...
Seolah merasakan kehadiran Cheng Yun, Cheng Yan menoleh dan melirik sekilas. Tapi ia pura-pura tak melihat apapun, dengan natural merapikan rambut panjang di dekat telinganya sebelum kembali fokus menatap si loli dengan ekspektasi.
Hidung kecil loli sudah memerah karena kepedasan, mata biru-beku yang jernihnya berkaca-kaca. Ia mengangkat kepala melirik Cheng Yun yang berdiri di pintu, beberapa saat kemudian menarik kembali pandangan. Tatapannya beralih ke ikan kecil yang seolah memancarkan aroma pedas dari setiap porinya. Setelah lama ragu, akhirnya ia membuka mulut dan menggigit ikan kecil itu di bawah tatapan penuh harap Cheng Yan, mengunyahnya pelan-pelan dengan mulut mungil.
“Huu~~”
“Ha~ ha~”
Loli merasa dirinya bukan lagi Raja Padang Salju, melainkan Raja Gunung Berapi yang siap menyemburkan api kapan saja!
Tapi berat meninggalkan ikan kecil yang sudah ada di mulut, terpaksa ia terus mengunyah cepat-cepat lalu menelannya.
Melihat ini, Cheng Yan langsung menunjukkan ekspresi puas.
Bagai baru menghisap ganja!
Benar, setelah upaya gigihnya selama ini, akhirnya loli mau menerimanya!
Meskipun loli itu tetap tidak mau disentuh, tapi sejak dua hari lalu, dia sudah mau memakan "makanan" yang disuapinya!
Cheng Yan sangat puas dengan hasil ini.
Ada pepatah yang mengatakan...
Ketulusan yang murni bisa membuka logam dan batu!
Cheng Yun masuk dengan wajah pasrah: "Sudah larut begini, belum juga kembali tidur?"
"Tak bisa tidur."
"Dasar, kau seharian cuma menyuapinya, tidak takut diubahnya jadi seekor babi? Menurutku benda kecil ini sudah sangat gemuk sejak tinggal di hotel." kata Cheng Yun.
"Huu..." Loli itu menunduk memeriksa tubuhnya, lalu mengulurkan cakar kecilnya.
"Sudah tumbuh cukup besar ya." Cheng Yan mengamati dengan cermat.
"Ah..." Cheng Yun benar-benar merasa khawatir, mengingat berdasarkan postur tubuh Raja Padang Salju, makhluk kecil ini bisa tumbuh lebih besar dari gajah. Nanti jika seekor kucing besar berukuran raksasa prasejarah dengan berat badan yang tak bisa diukur dengan standar makhluk bumi muncul di hotel... berapa banyak persediaan makanan yang harus dia siapkan setiap hari untuk mengenyangkannya!
"Tidak apa-apa." Cheng Yan melambaikan tangan, "Bahkan jika si loli hanya punya darah kucing Ragdoll, dia tetap termasuk ras kucing besar. Dengan postur sekarang, pasti masih ada ruang pertumbuhan yang besar. Ini wajar."
"Mungkin." Cheng Yun berpikir betapa beruntungnya orang yang naif, tidak perlu khawatir tentang apapun!
"Omong-omong, tidakkah kamu merasa si loli ini aneh?" Cheng Yan menoleh tajam ke arah Cheng Yun.
"Aneh bagaimana?" Cheng Yun tertegun.
Si loli juga mengangkat kepalanya dengan bingung menatap Cheng Yan, lalu matanya berkilauan saat memandang Cheng Yun—Dia sama sekali tidak menunjukkan kejanggalan apapun!
"Kucing lain biasanya suka makanan ringan, tak berani makan yang pedas. Tapi loli ini justru doyan pedas. Aneh kan?" Cheng Yan penasaran, lalu mengunyah perlahan ikan kecil yang dimasukkannya sendiri ke mulut.
Loli langsung terpaku mendengarnya.
"Aku juga tak tahu." Cheng Yun mengangkat tangan pasrah, "Mungkin ini kucing Yizhou!"
Loli membuka mulutnya lebar-lebar, mengedipkan mata besar yang berlinang air mata. Lidah kemerahannya yang teriritasi pedas menjilat-jilat bibir sambil menghela napas pelan.
Matanya berpindah dari Cheng Yan ke Cheng Yun.
Akhirnya, dia menyerah.
Sudah dapat daging saja sudah bagus, ngapain pilih-pilih...
"Ha~"
Terus menjulurkan lidah seperti anjing, tapi frekuensinya tak seekstrem anjing.
Cheng Yan melihat keadaannya, lalu berkata: "Lihat, dia sudah kepedasan seperti ini, tapi tetap lahap makannya!"
Cheng Yun tersenyum kecil, menanggalkan jaket bulu angsa dan melemparkannya ke ranjang. Kemudian membuka lemari pakaian dan mengeluarkan celana boxer biasa yang dipakainya untuk tidur. Ia ragu sejenak, lalu mengambil kaos oblong putih, baru menoleh tajam ke Cheng Yan: "Aku mau mandi."
Maksud tersirat: Kau seharusnya kembali tidur.
"Oh." Cheng Yan mengangguk datar.
Cheng Yun merasa sangat pasrah.
"Kenapa? Bukannya mau mandi? Masih belum pergi?" Cheng Yan memalingkan wajah dan meliriknya sebentar, lalu melanjutkan memberi ikan kecil kepada si loli.
Meskipun kepedasan sampai menderita, si loli tetap tidak menolak apapun - Bagi makhluk yang bahkan bisa mengunyah wortel dan mentimun dengan lahap, ikan kecil sudah sangat lezat! Lagipula Raja Padang Salju bahkan minum racun juga tidak apa-apa!
Cheng Yun memandangi ekspresi Cheng Yan yang terbuai, lalu melirik kaca buram kamar mandi sambil menghela napas sebelum masuk ke dalam.
Kamar mandi suite ini sangat luas. Bagian luarnya menggunakan kaca buram tebal yang anti tembus pandang. Area mandi terdiri dari pancuran dan bak mandi. Bak mandi didesain sedemikian rupa sehingga orang yang berendam takkan terlihat sama sekali, sedangkan area pancuran dilengkapi tirai terpisah. Desain ini memungkinkan situasi dimana satu tamu bisa menggunakan toilet sementara tamu lain mandi tanpa saling mengganggu.
Begitu Cheng Yun menarik tirai, mustahil bagi Cheng Yan untuk melihat bayangannya yang sedang mandi.
Tapi entah mengapa, ia tetap merasa ada yang aneh.
Namun setelah dipikir-pikir, sebenarnya tidak ada yang perlu dirisaukan.
Dulu di rumah, pintu kamar mandi kami juga dari kaca buram. Jika ada yang mandi dengan lampu menyala, orang yang lewat di depan pintu mungkin akan melihat siluet samar-samar yang hampir tak terbaca. Toh selama ini kami tak pernah merasa canggung.
Cheng Yun menggelengkan kepala, membuka saklar pancuran.
Gemericik air segera terdengar.
Di ruang tamu, Cheng Yan sama sekali tidak menyadarinya. Ia hanya fokus memberi makan si loli, sesekali menjulurkan tangan untuk mencoba menyentuh tubuh lembut loli itu, namun langsung ditarik kembali ketakutan saat loli itu menggeram dan mengaum.
Ketika Cheng Yun selesai mandi dan keluar dengan mengenakan celana boxer besar serta kaos oblong, Cheng Yan masih belum pergi dari kamar tidur.
Cheng Yun merasa pasrah: "Aku mau tidur."
"Tidurlah." Cheng Yan tetap tenang.
"......Kamu tidak pulang?"
"Habiskan makan dulu." Cheng Yan mengangkat kelopak matanya meliriknya, "Kenapa? Masih malu-malu?"
“……” Cheng Yun berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku akan memindahkan tempat tidur kecil loli ini keluar. Kamarku harus pakai AC, bulunya panjang sekali, takut dia kepanasan. Kebetulan sebelumnya dia selalu tidur di ruang tamu, baru setelah 'si itu' datang, dia tidur sekamar denganku. Nanti kalau dia sudah di ruang tamu, kau bisa menemaninya sampai larut malam sesukamu."
"Keputusan yang bagus!" Cheng Yan mengangguk.
Si loli kecil hanya tertegun, matanya berpindah-pandang antara Cheng Yun dan Cheng Yan, sesekali melirik tempat tidur kecilnya sendiri, seolah belum sepenuhnya mencerna situasi.
Saat itu, Cheng Yun sudah mulai mendekatinya.
Dengan mata membelalak, loli kecil itu menyaksikan Cheng Yun mengangkat tempat tidurnya - berikut dirinya yang masih berbaring di atasnya - lalu berjalan menuju pintu.
Sang manusia betina itu mengambil ikan kecil dan menyusul dari belakang.
Ketika akhirnya sadar, dirinya sudah berada di ruang tamu.
Manusia yang menyebut diri Raja Semesta itu berbalik kembali ke kamar sebelumnya, tinggallah manusia betina itu masih berjongkok sambil tersenyum malu di sampingnya, di tangan menggenggam sebatang ikan kecil……
