Semalaman, Cheng Yun tidur nyenyak.
Tapi si loli sama sekali tidak bisa tidur nyenyak.
Ia selalu merasa postur berbaringnya agak tidak benar.
Pagi buta, Cheng Yun bangun, secepat kilat menyelesaikan mandi, sambil bersenandung berjalan menuju luar.
Baru saja membuka pintu kamar tidur, ia langsung melihat loli kecil berjongkok patuh di depan pintu, mengangkat kepala menatapnya, mata besar birunya seolah menyimpan ratusan juta bintang.
Di tubuhnya mengenakan baju kecil warna krem muda, di satu sisi tertulis tulisan merah muda "Aku bukan kucing liar, hanya suka main ke mana-mana", di sisi lain bertuliskan "Kalau sudah puas main aku tahu pulang sendiri", bahkan ada terjemahan bahasa Inggrisnya, terkesan sangat berkelas. Selain itu ia tidak memakai hiasan buatan apa pun, persis seperti gadis manusia yang baru bangun tidur, tanpa riasan.
"Waah!" Cheng Yun kaget bukan main.
"Kamu duduk manis di sini subuh-subuh buat apa? Kalau aku tidak hati-hati, bisa saja terinjak kamu." Cheng Yun menatap tajam si loli dengan nada menyalahkan.
Loli kecil itu sedikit memiringkan kepalanya, tetap menatapnya tanpa berkedip.
Tatapan mata besar berkilauan yang seolah bisa berbicara itu membuat Cheng Yun seperti tersadar akan sesuatu.
"Oh! Aku paham! Silakan silakan, aku sudah selesai mandi." Cheng Yun menggeser tubuhnya membuka jalan sambil berkata.
“Huu?” Tatapan loli kecil yang menatapnya terpaku, ia mengamati ekspresinya dengan saksama, melirik kamar mandi yang terlihat di belakangnya, tetap terpaku.
Tapi saat ini Cheng Yun sudah menghindarinya, berjalan ke belakangnya.
Loli kecil menoleh tajam memandang punggung Cheng Yun, lama sekali baru menarik kembali pandangan, lalu dengan enggan memasuki kamar mandi, memutar badan dan mendorong pintu hingga tertutup, kemudian melompat ringan ke wastafel, mulai mandi.
Tak lama kemudian, pintu kamar Cheng Yun berbunyi "Didi", lalu kepala Cheng Yan menyembul masuk.
Sepertinya dia juga baru bangun tidur, satu kepala rambut panjang terurai bebas, wajah oval putih bersih tanpa riasan namun penuh kolagen, kecantikan alaminya benar-benar membuat hati bergetar.
"Pagi." Dia menyapa Cheng Yun dengan santai.
"Pagi."
"Mana loli kecil?" Cheng Yan langsung ke pokok bahasan.
“……” Cheng Yun membalikkan mata, lalu membalas bertanya, "Sekarang di kepalamu cuma tersisa si loli ya?"
"Nggak mau kasih tahu ya udah, aku cari sendiri!" Cheng Yan mendorong pintu perlahan, masuk ke kamar, menyembulkan kepala dengan waspada ke arah ruang tamu.
Ranjang putri si loli sudah kosong. Selimut kecil tersibak sembarangan, seprai di pusat berkeriput, bantal masih tertata rapi di meja samping. Boneka hiu kecil tidak jatuh meski semalaman ditempati, malah tergeletak acak di atas ranjang... Cheng Yan tertegun menatap adegan ini, perasaan aneh menyergap seolah melihat ranjangnya sendiri.
Benar-benar... sudah menjadi makhluk legenda!
Cheng Yan menarik sudut bibir, bertanya pada Cheng Yun, "Si loli lari ke mana?"
"Cari sendiri lah."
"……Kamu benar-benar membosankan, Cheng Yun!" hardik Cheng Yan.
Usai berkata, dia benar-benar mulai mencari sendiri.
Dia tahu loli biasanya tidak suka keluar rumah, paling-paling setelah makan akan berkeliling di resepsionis sebentar, sesekali sore hari nongkrong di atap gedung satu putaran, sebagian besar waktu tetap berada di samping Cheng Yun. Selama ia keluar rumah belum kembali, Cheng Yun pasti menjamin pintu kamar terbuka, kalau tidak saat kembali ia tidak bisa masuk. Jadi sekarang loli pasti masih di dalam kamar ini.
"Di mana ya?" Ia bergumam pelan seolah bicara sendiri, namun volume suaranya tidak kecil, bagai sengaja ingin didengar oleh anak-anak yang bersembunyi saat bermain petak umpet.
Tiba-tiba, ia membungkuk mengintip ke bawah sofa.
"Tidak ada."
"Bagaimana dengan belakang lemari?" Ia kembali mendekat ke lemari sambil melirik sekilas.
"Masih belum ketemu juga."
“Apa mungkin tersembunyi di dalam laci? Kabarnya ada anak nakal yang suka bersembunyi di laci, tidak hanya bisa membuka laci tapi juga bisa menutupnya sendiri setelah masuk!” Cheng Yan berkata lembut sambil mulai membuka laci meja kopi dan laci kabinet TV satu per satu untuk diperiksa.
“Hah! Tidak ada juga~~” Suaranya sengaja dibuat kesal, tapi tidak terlihat putus asa.
Cheng Yun dengan tenang mencuci beras di dapur kecil, sesekali melirik ke arahnya sambil menggelengkan kepala terkesan menggelikan.
Gadis ini sungguh membosankan……
Tapi jarang sekali dia menunjukkan sisi kekanak-kanakan seperti ini.
Cheng Yan mulai sekolah satu tahun lebih awal dari Cheng Yun, dia baru akan genap delapan belas tahun di semester satu. Di usianya yang masih muda ini, wajar jika seorang gadis bersikap polos dan ceria. Cheng Yun sendiri tidak mau melihatnya terus-terusan kaku seperti sebelumnya.
Saat memikirkan itu, bibir Cheng Yun menyunggingkan senyum mengembang, lagu yang disenandungkannya pun semakin riang.
Tidak lama kemudian, Cheng Yan menurunkan tirai jendela, terlihat lelah, menarik napas panjang, lalu memutar kepala dan menatap tajam ke arah Cheng Yun: "Bicara! Di mana kamu menyembunyikan si loli? Apa di kamar tidurmu?"
Cheng Yun menatapnya dengan ekspresi seperti melihat orang bodoh.
Cheng Yan langsung tak senang: "Tatapan macam apa itu..."
Begitu kata-katanya meluncur, dia mendengar suara gemericik air dari kamar tidur Cheng Yun.
"Ternyata memang di kamar tidur!"
Cheng Yan mengedipkan mata, lalu bergegas menuju kamar tidur.
"Eh? Pintu kamar mandi kenapa tertutup?" Dia terpaku, lalu menatap Cheng Yun dan bertanya, "Kalau kamu mengurung si loli di kamar mandi, gimana caranya keluar?"
Cheng Yun menyalakan rice cooker ke mode masak bubur, tak menghiraukannya.
Krak!
Cheng Yan membuka pintu kamar mandi.
Seketika, dia terpaku di tempat.
Terlihat loli sedang duduk manis di tepi bak cuci muka, air putih mengalir deras dari keran. Ia mengulurkan cakar kecilnya ke bawah aliran air untuk membersihkan tangan. Saat Cheng Yan tiba-tiba mendorong pintu kamar mandi, wajahnya langsung terpaku sambil mengangkat kepala, bertatapan dengan Cheng Yan yang sama-sama kebingungan.
Air terus gemericik mengalir deras, menghantam cakar loli hingga pecah berhamburan. Bulu-bulu di tangannya mulai basah kuyup.
Loli itu melirik ke sekeliling dengan gelisah, tak tahu harus berbuat apa.
Cheng Yan pun tak mengerti situasi ini, namun secara tak terduga ia malah menutup kembali pintu kamar mandi.
Kejadian ini persis seperti ketika seseorang tak sengaja membuka pintu kamar mandi dan melihat orang lain sedang mandi, lalu buru-buru meminta maaf sambil menutup pintu. Hanya saja kali ini tak ada permintaan maaf, dan yang ada di dalam pun bukan manusia.
Tapi bagi Cheng Yan, sensasi yang dirasakan seolah sama...
Setelah menutup pintu, Cheng Yan tertegun sejenak menghadapi pintu kaca itu. Baru setelah itu ia mulai meninjau ulang apa yang baru saja dilakukannya, lalu merasa malu mendalam atas pertunjukan IQ yang ditampilkannya tadi.
"Itu kan kucing! Bukan manusia!"
"Apa aku tertular oleh Tang Qingying ya?"
Cheng Yan mengusap kepalanya, lalu membuka pintu kembali.
Saat ini suara air sudah berhenti.
Di wastafel, Cheng Yan tak melihat siluet si gadis kecil. Keran air pun sudah tertutup rapat.
Cheng Yan tertegun, menundukkan pandangan. Gadis kecil itu mengenakan baju krem muda, melangkah kecil ke luar sambil sesekali mengangkat kepala dan meliriknya.
Dalam sekejap mata, ia menangkap ekspresi keraguan di wajah gadis itu, seolah bertanya-tanya apa sebenarnya maksud Cheng Yan.
Cheng Yan buru-buru menggelengkan kepala, menyangga pintu dengan tangannya. Setelah si loli melangkah keluar, barulah ia menutup pintu dan mengikuti si loli keluar dari kamar tidur.
"Sarapan apa pagi ini?" tanyanya pada Cheng Yun.
"Bubur seafood, dengan bakpao dan kimchi," jawab Cheng Yun.
"Oh." Cheng Yan mengangguk. Matanya terpaku melihat si loli dengan lincah melompat ke bak cuci piring lalu berjongkok di sebelah bak cuci sambil menyaksikan Cheng Yun memotong kimchi.
Tiba-tiba ia merasa pusing, lalu berjalan keluar sambil berkata, "Aku akan kembali dulu untuk membereskan sesuatu."
"Hm," Cheng Yun menjawab singkat.
Si loli malah memiringkan kepalanya memperhatikan Cheng Yan, seolah mengantarkan kepergiannya, atau mungkin bingung dengan kelakuan aneh manusia bodoh ini.
