Cheng Yan kembali ke kamar, pintu kamar mandi tidak terkunci. Dengan sekali pandang, ia langsung melihat Tang Qingying yang berdiri di depan wastafel—tubuh bagian atasnya condong ke depan, menatap tajam ke cermin tanpa berkedip sambil memegang pulpen eyeliner untuk merias matanya.
Dari penglihatan tepinya, Tang Qingying juga menyadari kehadirannya.
"Sudah kembali?" tanya Tang Qingying.
"Hm," Cheng Yan mengangguk datar, "Merias wajah secantik ini buat apa? Mau keluar rumah?"
"Nggak kok," jawab Tang Qingying sambil terus mengaplikasikan eyeliner, "Kurasakan buat kakak ipar. Aku mau dia tahu kalau aku lebih cantik darimu! Juga lebih ganteng dari si kakak ganteng itu!"
“……”
"Kemarin malem kamu pulang jam berapa?" Tang Qingying kembali bertanya.
"Urusanmu apa, baik-baik merias wajahmu!" Cheng Yan melirik bayangan Tang Qingying di cermin. Gadis yang sudah manis secara alami itu tampak semakin memesona dengan riasan samar. Kelembutan dan kemurnian gadisnya tidak rusak, malah keunggulan fisiknya terpancar berlipat ganda. Cheng Yan terpaksa mengakui kemampuan merias Tang Qingying jauh melampaui dirinya, bahkan bukan sekadar beda satu level.
"Masih bilang urusanku apa... Aku yang tidur sendiri kedinginan dan ketakutan, susah payah baru bisa tertidur setelah selimut menghangat. Kau pulang diam-diam sikat gigi lagi, lalu berdesakan di ranjang dengan kaki tangan dingin. Menurutmu ini urusan siapa?" keluh Tang Qing.
"Kau sendiri yang maksa tidur satu ranjang denganku!" Cheng Yan mengerutkan kening erat-erat.
“Hei! Cheng Yan kok kamu bisa begitu? Waktu semalem kamu merangkak naik ranjang sekujur tubuh dingin memelukku gemetaran, bukan begitu ucapanmu!” Tang Qingying memegang pensil eyeliner, memalingkan wajah menatap Cheng Yan.
“Tak kusangka kamu tipe orang seperti ini.” Dia menambahkan lagi.
“……” Cheng Yan tak tahu harus berkata apa.
Dengan cepat dia memulihkan ekspresi wajahnya yang tenang, melanjutkan: “Cepetan dikit, jangan berlama-lama, kalau sudah selesai aku mau lanjut!”
“Mau ngapain?”
“Sisir rambut!”
“Mau berias? Aku bantu!” Tang Qingying tiba-tiba bersemangat.
“Tidak! Aku kan tidak ketemu siapa-siapa.”
“Eh? Kamu tidak ketemu kakak ipar?”
“Dari kecil sampai besar selalu ketemu, ngapain lagi!” Cheng Yan melototi Tang Qingying, “Kamu pikir aku seperti kamu!”
“……” Tang Qingying tidak membantah, segera berkata lagi, “Bagaimana dengan resepsionis baru itu? Penampilannya benar-benar ganteng luar biasa! Kalau dia jadi selebritas, nggak perlu bungkus-bungkus, nggak perlu riasan, nggak belajar nyanyi norak atau nari kaku, bahkan nggak perlu beli trending topic, langsung bisa punya banyak penggemar gila. Aku yakin para pria lurus bak baja yang benci banci tanpa alasan pun bisa dilengkungin sama dia!”
“Diam!” Cheng Yan langsung membentak.
“Siap!” Siswa Tang Yao Yao dengan panik menarik kembali pandangannya, fokus sepenuhnya melanjutkan menggambar garis mata.
Tak lama diam, dia kembali berkata pada Cheng Yan: “Kau harus lebih hati-hati saat mengelus kucing. Setidaknya pulang lebih awal di malam hari, kadang aku harus kerja keesokan paginya. Dan kau harus tahu itu adalah siluman kucing! Nggak baik terlalu dekat dengannya.”
“Urusan siapa?! Jangan banyak omong kosong!”
“Aku khawatir padamu. Dan satu hal lagi, kau sering nongkrong di kamar kakak ipar sampai larut malam, itu juga nggak baik kan?”
“Ada apa yang tidak baik?” Cheng Yan mengerutkan kening.
“Sebab aku juga ingin masuk ke kamar kakak ipar dan tinggal sampai tengah malam! Enak banget! Tapi kamu melarangku, sudah melarang aku, kamu malah sendiri yang pergi. Tidak sadarkah ini akan melukai hati kecilku yang polos?” Tang Qingying mengangkat satu tangannya ke dada kiri, lima jarinya yang ramping kontras dengan payudara C-nya yang montok.
“Ngomong-ngomong, lain kali kalau ke kamar kakak ipar ajak aku ya? Biar aku nggak protes...”
“......Bisa nggak kamu cepat selesai dandannya!” Tatapan Cheng Yan menjadi dingin.
“Hmm, aku nggak buru-buru kok. Pagi ini aku nggak kerja.” Tang Qingying meniru logat Yizhou sambil berseru, “Ku hari ini nggak masuk kerja, seru abis, seru abis...”
“……”
……
Saat Cheng Yun dan Yin Nuxia turun sambil membawa sarapan, semua orang sudah duduk di meja makan.
Cheng Yun membawa bakpao, bukan buatan sendiri, melainkan bakpao beku yang dibeli di Taobao semacam pangsit beku, tinggal dikukus di rak pengukus lalu bisa dimakan, sangat praktis.
Yin Nuxia tidak menggunakan kain lap untuk menghindari panas, langsung memegang panci dalam rice cooker dengan tangan kosong, sambil mengecup-ngecup napas berteriak "Panas! Panas!" turun berlari dari lantai atas, *plak* meletakkan panci di meja resepsionis, lalu kedua tangan mencengkeram telinganya sendiri sambil menghela napas panjang.
Cheng Yun menggeleng pasrah: "Sudah kubilang bungkus dengan kain tapi tidak mau."
Yin Nuxia masih tetap mencengkeram telinganya, malah terkekeh padanya: "Aku sudah latihan ilmu gaib, nggak takut."
Cheng Yun menggelengkan kepala.
Sang Mage yang duduk di resepsionis menonton berita pagi juga keluar, dengan sigap mengambil tumpukan mangkuk dan ember tebal: "Aku yang akan mengisi nasi, kalian mau berapa porsi?"
"Setengah mangkuk saja." Cheng Yan berkata.
"Satu mangkuk penuh." Tang Qingying menyahut.
"Saya ambil sendiri……" Nona Yu pipinya memerah. Karena jarang berinteraksi dengan Sang Mage, dia selalu merasa agak malu-malu.
"Tidak apa-apa!" Sang Mage langsung mengisi mangkuk besar dan menyerahkannya ke gadis kecil Yu Dian.
Yu Dian buru-buru berterima kasih dengan suara pelan.
Yin Nuxia duduk di sebelah dengan sorot mata penuh harap. Karena mangkuk Dou-nya yang terbesar, biasanya ditempatkan di paling bawah tumpukan. Jika bukan karena perhatian khusus dari kepala stasiun atau usahanya sendiri memperjuangkan, dia selalu jadi yang terakhir. Persis seperti anjing peliharaan yang duduk berderet menunggu makanan dalam video-video yang sering dilihatnya di tempat Nona Yu - yang terakhir selalu terlihat memelas.
Sambil makan, Cheng Yan tiba-tiba bertanya: "Kapan kita kembali?"
Jelas, yang ditanyakan adalah Cheng Yun.
Saat mengucapkan kalimat ini, hatinya terasa kompleks. Ia tak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan itu. Mungkin karena dulu selalu empat anggota keluarga pulang ke kampung halaman merayakan Tahun Baru bersama, kini hanya tinggal dia dan Cheng Yun. Ada kekosongan, kekecewaan, juga duka yang mendalam. Tapi beruntung masih ada Cheng Yun yang membuatnya tak harus menghadapi kesepian sendirian. Alhasil, muncul perasaan samar saling merangkul untuk bertahan hidup.
Cheng Yun menyipitkan mata melalui mangkuk, tiba-tiba tertegun: "Eh hari ini kamu pakai eyeliner ya? Pagi ini nggak olahraga lagi?"
Begitu kata-katanya mendarat, semua makhluk hidup di meja memandang Cheng Yan.
Hanya Tang Qingying yang menunjukkan ekspresi puas diri!
Ekspresi Cheng Yan membeku. Sedikit kelembutan yang baru saja muncul di hatinya langsung hancur berkeping-keping.
Di bawah sorotan penuh rasa ingin tahu semua orang, ia merasa tak nyaman: "I-ini poin utamanya?"
"Poin utamanya adalah eyeliner-mu hari ini sangat cantik! Sepertinya jauh lebih bagus dari biasanya, teknik ada kemajuan!" puji Cheng Yun sambil tersenyum.
Cheng Yan matanya menyipit seketika. Ia melirik Tang Qingying yang sedang tertawa diam-diam di sampingnya, hati langsung tidak senang. Suara berat: "Maksudmu dulu aku melukis sangat tidak enak dilihat ya?"
"Hm?" Cheng Yun tertegun, "Memuji kemajuan teknikmu juga salah?"
"Hahaha!" Tang Qingying tertawa di sebelah, "Hari ini eye liner-nya aku yang melukis, semua riasan aku yang bantu, sanggul bulat juga aku yang ikat! Cocok semua kan dengannya?"
"……" Cheng Yun agak canggung.
"Itu, pulang kampung mungkin setelah tanggal 25 Imlek, lewat Xiao Nian dulu, aku belum putuskan." Cheng Yun buru-buru mengalihkan topik, "Hari ini sudah tanggal 15, tinggal sepuluh hari, kamu rencana pulang kapan?"
