5 Februari 2018, pagi buta.
Kecuali Sang Mage yang bertugas jaga, semua orang bangun terlambat. Sarapan dipesan lewat layanan makanan online.
Setelah makan, semua orang kembali ke kamar masing-masing lagi, resepsionis kembali hanya menyisakan Sang Mage sendirian.
Ia pun menikmati kesunyian ini.
Pengunjung yang check-out di pagi hari sepi. Sang Mage kembali mencabut beberapa lembar kertas A4 dari lemari resepsionis, memegang pulpen ballpoint dan asyik mengukir lukisan, tak seorang pun mengganggunya.
Setelah Cheng Yun kembali ke kamar, ia segera mengunggah foto-foto yang diambil semalam ke grup WeChat. Grup tersebut langsung meledak dengan komentar.
Foto terbanyak yang ia ambil adalah Yin Nuxia, disusul Yu Dian dan si loli, lalu Sang Mage. Cheng Yan dan Tang Qingying bahkan tidak sampai dua foto jika digabungkan.
Tang Qingying protes: "Mengapa kakak ipar tidak memotretku?!"
Cheng Yun membalas: "Siapa suruh tidak ikut bersamaku."
Tang Qingying mengirim beberapa emoji menangis histeris: "Bisa aku putuskan sendiri? Aku diculik Cheng Yan! Aku tidak bisa melawannya!"
Usai berkata demikian, ia menyebut @Cheng Yan.
Cheng Yan diam seribu bahasa, diam-diam menyimpan semua foto si loli.
Di kamar sebelah, Yin Nuxia duduk di ranjang sambil memeluk ponsel. Ia membuka-buka foto hasil jepretan Cheng Yun satu per satu, terkadang tertawa bodoh. Tak lama kemudian ia melompat turun dari ranjang, mengenakan sandal, lalu berlari ke tempat tidur Yu Dian sambil mengangkat ponsel untuk diperlihatkan.
“Ayo lihat! Ini aku!” Yin Nuxia menunjuk foto dirinya yang sedang duduk di menara jatuh dengan poni di kening tertiup angin.
“Aku lihat.” kata gadis kecil Yu Dian.
“Yang ini juga! Ini kamu! Foto Sang Kepala Stasiun sama bagusnya dengan hasil jepretanku!” Yin Nuxia kembali menunjuk foto Cheng Yun yang memotret Yu Dian di koridor.
“Aku sudah melihatnya sekali di ponselku.” ujar Yu Dian dengan pasrah.
“Oh.” Yin Nuxia mengeluarkan suara rendah, semangatnya sedikit surut. Tapi begitu membalik ke foto berikutnya, dia langsung lupa perkataan Yu Dian tadi dan kembali bersemangat menunjuk foto untuk dibagikan.
“Cheng Yan penampilannya cantik sekali!”
“Hm.”
“Cai Zhifei juga tampan luar biasa!”
“Benar.”
Setelah belasan menit, usai melihat semua foto, dia merenung sejenak lalu tiba-tiba berkata: “Aku juga mau mengunggah fotoku ke sini.”
“Jangan!” teriak Yu Dian spontan.
“Eh?”
“Emm... foto yang kamu ambil tidak enak dilihat.”
“Apa? Kamu pameran lentera tidak menarik?” Yin Nuxia sulit memahami selera estetika manusia planet.
“Bukan, maksudku hasil jepretanmu yang jelek...”
“Omong kosong! Fotoku bagus-bagus!”
Dengan kepala batu, Yin Nuxia mengunggah semua foto blur-nya yang tidak fokus, tanpa komposisi, plus cahaya flash menyilaukan itu sekaligus.
……
Pukul sembilan pagi, ruang node.
Cheng Yun terus bergerak dalam ruang node, muncul di sini sekejap, lalu tiba-tiba sudah melaju ke sana.
Yin Nuxia duduk bersila di tanah, menopang pipi dengan kedua tangan, menyaksikan Sang Kepala Stasiun melesat kesana-kemari - kadang muncul di kirinya, sebentar lagi sudah di kanannya, bahkan sesekali melayang di atas kepala, belakang tubuh, sampai bawah pantatnya. Kepalanya terus berputar mengikuti, terkadang harus memutar badan atau membungkukkan pinggang agar bisa terus menatap siluet Sang Kepala Stasiun.
Ia terpaku, tak mengerti apa yang dilakukan Sang Kepala Stasiun.
Jangan-jangan sedang mengacau?
Atau... merasa ini seru?
Begitulah pikiran yang berkelebat di hatinya.
Memang seru, cuma melihat saja sudah terasa menyenangkan!
Jika Cheng Yun mencoba memanggil ruang node di alam semesta bumi, akan membuat ruang node dan alam semesta bumi memiliki area tumpang tindih tertentu. Secara teori, dia bisa memanfaatkan dua properti ini untuk melakukan teleportasi instan di alam semesta bumi. Jangkauan teleportasinya bergantung pada seberapa besar area tumpang tindih antara ruang node dan alam semesta bumi.
Sebelumnya dia telah menguasai skill "pulang ke markas", sekaligus metode menanamkan "koordinat virtual" yang diakui ruang node di alam semesta bumi. Dengan ini dia bisa berpindah ke ruang node kapan saja, sekaligus tetap meninggalkan "jejak koordinat" di bumi meski sudah kembali ke ruang node.
Ini meningkatkan kelayakan "skill teleportasi instan"-nya secara signifikan.
Tapi menaklukkan teknik ini tetap mustahil.
Ia harus menyelesaikan serangkaian aksi "masuk ke dalam ruang node", "bergerak di dalam ruang node", dan kembali ke alam semesta sebelum ruang node dan alam semesta terpisah, semua itu harus dilakukan dalam sekejap mata saat kedua dimensi tersebut berpadu.
Kesempatan ini sangat singkat!
Jika tidak bisa meningkatkan reaksinya secara drastis, satu-satunya cara adalah melalui latihan terus-menerus hingga "mahir karena kebiasaan", atau menemukan metode untuk memperpanjang durasi kesempatan ini.
Singkatnya, ini proses yang sangat merepotkan.
Setelah lama mencoba, Cheng Yun akhirnya menghela napas pasrah dan berhenti.
Yin Nuxia sudah tidak memperhatikannya lagi. Gadis itu kembali mengambil buku tebal bak perisai pemberian Komandan Raja Salju, lalu duduk bersila di tempat. Dengan hati-hati ia mencoba membuka sampul buku yang menyerupai perisai itu.
Cheng Yun memandangnya dengan tenang.
Diluar perkiraan, buku yang selama ini tak bisa dibuka meski sudah diupayakan berbagai cara, hari ini ternyata terbuka begitu sedikit tenaga dikerahkan!
Gesek!
Ekspresi Yin Nuxia membeku, matanya membelalak lebar karena terkejut.
Segera ia menoleh ke Cheng Yun, kemudian kembali menunduk melihat buku yang ada di tangannya, untuk sesaat tampak seperti tak tahu harus berbuat apa.
Cheng Yun juga tertegun, lalu tersenyum: "Lihat dirimu seperti ini, bukannya kamu selalu ingin membukanya?"
"Be... Benar, tapi kenapa sama sekali tidak ada... tidak ada tanda-tanda sebelumnya ya."
"Buka dan lihat isinya," kata Cheng Yun.
"Hm." Yin Nuxia membuka halaman pertama.
Langsung ia kembali terpaku.
Cheng Yun hanya melihat halaman itu kosong, namun terus-menerus memancarkan cahaya. Sementara Yin Nuxia seperti kehilangan kesadaran, ia pun tak berani mengganggunya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Yin Nuxia baru kembali memiliki kilau spiritual.
"Bagaimana keadaannya?" Cheng Yun segera bertanya.
"Ini... Ini memberiku tiga opsi," Yin Nuxia menatap Cheng Yun dengan penuh harap, buru-buru bertanya, "Kepala Stasiun, apa aku akan menjadi dewa?"
"...... Opsi apa saja?"
"Satu jurus ilmu, satu tubuh, dan kombinasi jurus ilmu dengan tubuh. Suruhku memilih satu."
"Kamu pilih yang mana?"
“Tentu saja tubuh! Aku ini praktisi bela diri!”
“Oh.”
“Bagaimana?”
“Tidak ada, terus?”
“Lalu tiba-tiba aku bisa beberapa kemampuan kecil. Sekarang belum kucoba, harus menunggu sampai aku latihan dulu baru bisa pakai.” Yin Nuxia menatap Cheng Yun penuh harap, “Komandan, apakah aku sebentar lagi akan menjadi dewa?”
“Kamu sudah bisa kemampuan supernatural itu?” tanya Cheng Yun.
“Iya! Tiba-tiba bisa sendiri.”
“Sang Komandan benar-benar perhatian,” gumam Cheng Yun terharu.
“Ha?”
“Tidak, tidak ada.”
“Komandan belum menjawabku! Apakah aku sebentar lagi jadi dewa?” desak Yin Nuxia panik.
“Sudah-sudah! Fokuslah berlatih kultivasi!”
“Hmm...”
Setelah meninggalkan ruang node, ia pergi ke resepsionis.
Saat itu, Sang Mage masih membungkuk di atas meja resepsionis, fokus sepenuhnya membangun model ilmu.
Cheng Yun mengerutkan kening melihat hal ini, “Ini apalagi?”
"Tangan Mage versi lengkap." Sang Mage menjawab tanpa mengangkat kepala.
"Apa maksudnya Tangan Mage versi lengkap?"
"Yaitu jurus Tangan Mage yang belum dimodifikasi."
"Apa perbedaannya?"
"Hmm..." Sang Mage merenung sejenak, akhirnya mengangkat kepala dan berkata, "Pada dasarnya Tangan Mage adalah teknik mengontrol udara untuk memberikan kekuatan pada suatu benda. Daya hantamnya sangat dahsyat, menjadi jurus wajib bagi mahasiswa arsitektur. Tapi jurus 'Tangan Pengangkut Batu Bata' yang kami pelajari adalah versi modifikasi, atau tepatnya versi dikebiri. Meski bisa mengangkat beban berat dan tetap presisi dalam kontrol, namun kehilangan sifat 'melesat cepat' dari versi aslinya. Artinya Tangan Pengangkut Batu Bata kami hanya bisa mengerahkan tenaga secara bertahap, menghilangkan sebagian besar sifat menyerang dari versi orisinal."
"Oh!" Cheng Yun akhirnya paham, ini mirip perbedaan bahan peledak kuat dengan bubuk mesiu biasa.
"Untuk apa kamu mempelajari Tangan Mage versi asli?" tanya Cheng Yun lagi.
"Belajar jurus serangan dong!"
"Untuk apa kamu belajar ilmu serangan? Bukankah kamu sudah bisa membuat api kecil?"
"...Itu bola api kecil, Bola Api Meledak, terima kasih!" Sang Mage membetulkan dengan tidak puas, baru kemudian berkata, "Mage Pertempuran adalah mimpi akhirku. Di kampung halamanku, aku tak pernah menyentuh ilmu terlarang, bahkan tak pernah terpikir untuk mencobanya. Susah payah sampai ke dunia lain, kurasa ini takdir yang membimbingku. Aku tak boleh melewatkan kesempatan ini."
"Belajar pun takkan berguna!" Cheng Yun mengerutkan kening, "Aku takkan mengizinkanmu menggunakannya."
"Tak apa, takkan kugunakan pada manusia. Aku cari tempat sepi untuk berlatih. Misalnya ruang node milikmu, Sang Kepala Stasiun." Sang Mage terkekeh, "Bukan cuma Tangan Mage, tapi juga Hantaman Ilmu, Transmisi Arus Listrik, Medan Suhu Ekstrem, Berkas Ledakan... Semua akan kupelajari! Nanti pulang, kugunakan Ilmu Terpendam untuk menyegel semua jurus ini!"
"......" Cheng Yun ragu sejenak, akhirnya memilih diam.
Di hotel, benda-benda yang lebih berbahaya daripada ilmu-ilmu ini sepertinya masih banyak, karakter Sang Mage termasuk yang cukup baik.
"Aku rasa kamu harus membeli ponsel." Cheng Yun berkata.
"Ah? Mau membelikan ponsel untukku?" Sang Mage tertegun, lalu wajahnya langsung sumringah, "Benarkah? Bagus sekali!"
Meskipun ponsel sangat ketinggalan baginya, tapi dalam kondisi komputer pribadinya tidak bisa dinyalakan, dia tetap butuh perangkat seperti ini.
"Hm." Cheng Yun mengangguk, "Tidak punya ponsel itu terlalu aneh, lagipula kamu akan tinggal lama di sini."
"Terima kasih banyak, Kepala Stasiun!"
"Tak usah berterima kasih, nanti dipotong dari gaji bulan depanmu saja."
"......" Wajah Sang Mage langsung murung.
"Membeli ponsel low-end itu murah."
“……”
"Benar, murah dan mudah digunakan."
"Kalau... begitu baiklah." Sang Mage menyetujui dengan wajah memelas, dia merasa gaji bulan depannya hampir habis diatur.
"Ngomong-ngomong! Kapan kamu akan mengajakku membeli gitar?" tiba-tiba Sang Mage bertanya lagi.
"Kapan kamu ganti shift siang?"
“Minggu depan baru pergi……Malam hari tidak bisa beli?”
“Boleh juga! Kalau gitu malam ini saja, sekalian beli ponsel juga.”
