Setelah makan malam, giliran Yu Dian yang bertugas jaga.
Cheng Yun naik ke atas untuk mengganti sepatu olahraga yang nyaman, mengenakan jaket bulu angsa tebal, melilitkan syal lalu berjalan keluar.
Cheng Yan yang sedang mencuci piring di dapur melihatnya keluar langsung tertegun, bertanya: “Sudah malem masih keluar?”
“Iya, mau beli beberapa barang.”
“Si loli juga ikut?” Cheng Yan melirik ke belakangnya.
Si loli sedang bersemangat mengikuti Cheng Yun.
Cheng Yun menoleh memandangnya, berkata: “Dia tidak ikut. Aku sebentar saja pulangnya.”
Mendengar itu, si loli langsung mengangkat kepala, menatap Cheng Yun dengan tertegun.
Langsung kehilangan minat, ia pun berbalik dengan lesu.
Melihat manusia ini mengganti baju dan sepatu, dikiranya mau diajak main keluar!
Cheng Yan langsung membuka matanya lebar-lebar menatap si loli.
Di sebelahnya, Tang Qingying yang sedang mencuci piring bersama berkata lagi: "Lihatlah, benda kecil ini benar-benar mengerti ucapan manusia."
Cheng Yan mengangguk: "Sungguh memiliki kearifan ya!"
Tang Qingying berkata dengan wajah menghitam: "Itu namanya iblis!"
Setelah berkata demikian, ia kembali menatap Cheng Yun: "Kakak ipar mau ke mana? Aku sebentar lagi selesai cuci piring, aku ikut ya!"
"Tidak boleh!" Cheng Yan langsung bersuara dingin.
"Aku menemani Cai Qing membeli gitar, tidak ada yang seru," kata Cheng Yun juga.
"Dia bisa main gitar?" Tang Qingying tertegun.
"Iya, mainnya sangat bagus."
"Penampilannya lebih cantik daripada Yao Yao ini, musiknya juga jago?" Tang Qingying kembali berkata dengan wajah terpaku, lalu melirik Cheng Yan sambil ckck bersuara, "Kami para perempuan ini benar-benar tak punya daya saing!"
"...Aku pergi dulu." Cheng Yun berjalan keluar.
"Kakak ipar, jangan sampai orientasi seksualmu tergoyahkan ya!" Tang Qingying berpesan khawatir.
Cheng Yan melotot ke arahnya, lalu juga berpesan pada Cheng Yun, "Malam ini agak dingin, jadi kalau kamu pulang lebih awal, belikan aku dua guokui di sepanjang jalan untuk menghangatkan tubuh."
Cheng Yun: "……"
Di zaman sekarang ini, toko ponsel ada di mana-mana.
Di sekitar Universitas Yizhou juga banyak toko alat musik, lebih dari sembilan puluh persen menjual gitar. Bagaimanapun juga, banyak mahasiswa yang bosan tinggal di asrama, saat gairah muncul ingin belajar alat musik dan bermimpi bisa membuat cewek-cewek manis berduyun-duyun jatuh cinta padanya sampai bingung memilih, gitar memang pilihan yang sangat cocok.
Saat kuliah dulu, Cheng Yun tidak pernah terjebak tipuan seperti ini.
Satu Redmi 5, 799.
Plus beli kartu SIM, lima puluh yuan.
Sang Mage tidak terlalu paham konsep mata uang di dunia ini, tapi dia tahu gaji sebulannya sekitar 2-3 ribu.
Tiba-tiba hilang hampir sepertiga, hatinya tetap sakit.
Meski hotel menyediakan tunjangan makan dan tempat tinggal, tapi siapa yang tega tak membawa uang jajan? Melihat jajanan lezat di pinggir jalan tapi tak punya uang untuk membeli, perasaan itu benar-benar sulit ditahan!
Baru keluar dari toko ponsel, Sang Mage langsung berhenti bergerak di depan toko kue. Dengan tatapan memohon ke arah Cheng Yun, ia berkata: "Sang Kepala Stasiun, setelah jalan jauh pasti lelah. Musim dingin membuat energi terkuras cepat, mari beli kue untuk mengisi ulang panas tubuh!"
Cheng Yun hanya bisa menghela napas dan membelikannya sepotong kue.
Tak lama kemudian, mereka berdua memasuki toko alat musik.
Sang Mage memegang kue dengan satu tangan dan sendok kayu kecil di tangan lain. Setiap suapannya sangat pelan, seolah ingin memperpanjang kenikmatan. Ia tak tega menghabiskannya cepat-cepat, mengingat statusnya sebagai pengangguran yang harus malu-maluin meminta traktiran lagi.
Matanya berbinar melihat gitar yang tergantung di dinding.
"Bisa dicoba?" tanyanya pada pemilik toko.
"Silakan," jawab sang bos sambil mengangguk.
“Kepala Stasiun, tolong pegang kue ini.” Sang Mage berbalik menghadap Cheng Yun, menyerahkan kue padanya, lalu mulai menjentikkan dawai gitar satu per satu yang ia ambil dari dinding.
Sambil memainkan alat musik itu, ia bertanya pada pemilik toko tentang harga.
Bos toko memperhatikan meski teknik bermainnya masih kaku, postur memegang gitar pun belum begitu mahir, tapi beberapa nada yang sesekali tercipta justru mengalir indah, sehingga ia tidak sembarangan memberi harga.
Gitar di sekitar kampus umumnya berharga murah.
Sang Mage segera tertarik pada gitar seharga 1200 yuan yang ditawarkan bos. Tanpa menunggu peringatan dari Cheng Yun, dengan mahir ia mulai menawar. Kadang mengeluh ada kebisingan, kadang mengkritik desainnya yang kurang menarik - pokoknya mengarang berbagai cacat.
Akhirnya gitar itu dibeli seharga 800 yuan.
Dengan tas gitar di punggung, Sang Mage melangkah keluar toko sambil tetap memegang kue. Senyum lebar merekah di wajahnya, seolah dunia terasa lebih indah kini.
"Kepala stasiun? Ke arah mana?" Ia memalingkan wajah ke Cheng Yun.
Tapi yang dilihatnya justru Cheng Yun sedang sibuk mencatat memo di ponsel sambil bergumam, "800+50+800......"
Ekspresi cerah Sang Mage langsung menghitam: "Mana ada dua 800? Yang satu kan 799!"
Cheng Yun meliriknya, mengabaikan protes itu, lalu menambahkan: "Oh iya, masih ada sepuluh yuan."
"Mana ada sepuluh yuan?"
"Taruhan yang kau kalahin ke aku."
"Hmm..." Wajah Sang Mage semakin hitam. Ia sudah bisa membayangkan bulan depan jika ingin makan kue, pasti harus malu-malu minta ditraktir kepala stasiun lagi. Gajinya... diatur begitu rapi!
"Ngomong-ngomong, ada satu hal lagi yang mau kuminta bantuan!" Cheng Yun meletakkan ponselnya.
"Apa? Dikasih uang?"
"Enggak."
"Lalu?!"
"Apa kau pernah mempelajari teori ruang-waktu? Terutama yang berkaitan dengan ruang dan alam semesta?" Cheng Yun tidak langsung menjelaskan.
"Teori ruang-waktu... ruang... alam semesta... Buat apa nanya begitu?" Sang Mage menatapnya dengan tatapan bingung.
"Apakah para Mage jurusan arsitektur kalian mempelajari hal-hal ini?"
"Kalau ditanya seperti itu, Mage jurusan arsitektur kami tidak mempelajari teori ruang-waktu." Sang Mage berhenti sejenak, "Tapi teori ruang-waktu semacam ini, seharusnya para Mage pria sedikit banyak pernah menyentuhnya. Misalnya sebagai minat untuk dipelajari, atau memahami sedikit lewat karya film/TV dan animasi edukasi. Tapi kebanyakan hanya konsep-konsep dasar yang bersifat umum."
"Oh." Cheng Yun terlihat kecewa.
"E-eh apa maksudmu ini? Kuingatkan, aku ini Mage pria!" Wajahnya menghitam, "Lagipula aku sangat tertarik dengan semua yang harus dipelajari Mage kuno, apalagi aku ini kutu buku!"
"Hm?" Cheng Yun mulai tertarik.
"Kamu mungkin ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan alam semesta." Sang Mage dengan cepat menebak niatnya, lalu melanjutkan, "Aku sudah membaca banyak buku bertema ruang-waktu. Saat di akademi lanjutan, bahkan sempat mengambil kelas teori ruang-waktu tapi bosan dan sering bolos. Tapi karena uangku selalu misterius menghilang, aku membeli banyak buku termasuk panduan dasar teori ruang-waktu yang merekam eksplorasi para bijak kuno dunia kami terhadap kosmos."
"Dengan syarat komputer pribadimu bisa dibangunkan, ya?" Cheng Yun menambahkan.
"Benar."
“……”
"Mau ngapain?"
"Bukannya sudah kau tebak? Mau bertanya tentang pengetahuan kosmologi!" kata Cheng Yun.
"Ruang-waktu?"
"Fokus pada ruang sebagai Tuhan."
“Waktu dan ruang bukanlah hal yang terpisah.” Sang Mage berkata datar sambil menyantap kue, “Menganggap waktu sebagai entitas independen adalah kesalahan umum orang yang buta teori ruang-waktu. Ini membuktikan pemahamanmu masih di level persepsi primordial.”
“Maksudnya?”
“Artinya perbedaan orang biasa dengan akademisi. Orang biasa mengandalkan persepsi dan imajinasi untuk menilai sesuatu—merasa begini, seharusnya begitu... Sedangkan akademisi telah melepaskan diri dari cara berpikir itu. Mereka menggunakan perhitungan rasional, penelitian, observasi, dll. Banyak hal yang sama sekali berbeda dari yang kita persepsikan.”
“Kedengarannya hebat ya.”
“Benar.” Sang Mage meliriknya, “Meski levelku rendah, tapi kalau mau mempelajari ruang-waktu dari nol, aku lebih dari cukup untuk mengajarimu.”
“Serius?” Mata Cheng Yun berbinar lagi.
“Ya, percayalah padaku. Tapi untuk mengimbangi waktu dan energi yang kuhabiskan menjelaskan teori ruang-waktu padamu, bolehkah kamu……” Sang Mage tampak ragu-ragu, “Bolehkah kamu meminjamkan Bola Kun Zhen untuk kupelajari… soalnya aku bisa mendapatkan banyak ilmu berharga dari dalamnya, termasuk teori ruang-waktu yang kamu inginkan. Nanti akan kuserap dulu ilmunya sebelum kuberikan padamu.”
“Penjelasanmu menjijikkan.”
“Kalau begitu……”
“Ini kesempatanmu untuk membuktikan diri!” kata Cheng Yun.
“Terima kasih Kepala Stasiun… Eh tunggu, sepertinya bukan aku yang harus berterima kasih.” Sang Mage menarik sudut bibirnya, lalu menyendok kue dan memasukkannya ke mulut sambil mengatupkan bibir.
“Hm? Ini bukan jalan pulang!” Sang Mage curiga.
“Iya, mau beli beberapa guokui.”
Kembali ke hotel, masing-masing mendapat satu guokui, Cheng Yan dua, si loli juga kebagian satu. Kemudian Cheng Yun mengajak Sang Mage masuk ke ruang node.
Sang Mage bahkan membawa serta papan tulis kecil dari meja resepsionis.
Maka, di ruang node yang kosong melompong, sebuah papan tulis kecil berdiri tegak di udara. Keduanya melepas jas luar dan melemparkannya ke samping. Sang Mage berdiri di depan papan tulis sambil memegang tongkat sihir seukuran sumpit, di atas papan tulisnya ia menggambar lingkaran sembarangan sebagai lambang alam semesta. Sementara Cheng Yun duduk bersandar dengan santainya di kejauhan, seolah ada kursi rotan transparan di bawah pantatnya.
"Kelas Bapak/Ibu Guru Cai resmi dimulai! Tolong siswa ini menyesuaikan postur, perlakukan ilmu pengetahuan dengan serius!" kata Sang Mage dengan penuh keseriusan.
"......Cepat." Cheng Yun membalas tak sabar.
"Harap siswa ini menghormati guru." Nada bicara Sang Mage melemah drastis. Ia menunjuk papan tulis, "Mengingat level pemahaman Kepala Stasiun tentang teori ruang-waktu yang masih seperti bayi baru lahir, kita akan mulai dari kelahiran alam semesta dan konsep energi."
"Hm."
"Ahem, harap siswa ini lebih aktif berkoordinasi dengan guru. Di dalam kelas, boleh saja menunjukkan sedikit lebih banyak semangat." Sang Mage seolah sudah sepenuhnya larut dalam peran sebagai pengajar.
“……”
“Bagaimana alam semesta tercipta, sebenarnya tidak ada yang tahu. Orang-orang yang hidup di dalamnya hampir mustahil mengetahuinya. Yang mungkin kita ketahui hanyalah bagaimana ia berubah menjadi seperti sekarang.” Sang Mage menunjuk papan tulis dengan Tongkat Sumpitnya yang sudah diperbaiki, "Ledakan Besar adalah teori paling umum, tapi mustahil terjadi ledakan jika tidak ada apapun sebelumnya. Lagi pula alam semesta bukan entitas tunggal, jadi tidak semua alam semesta berasal dari Ledakan Besar."
“Hm.” Cheng Yun sangat setuju.
Alam semesta besar seperti Bumi mungkin terbentuk melalui Ledakan Besar, tapi struktur sarang lebah seperti Dunia Pan Yu yang terdiri dari tak terhitung dimensi paralel mustahil tercipta dari ledakan. Kecuali jika ada ragi instan yang ditambahkan saat ledakan terjadi.
Baik di dunia asal Sang Mage maupun Bumi, konsepsi mereka sebenarnya masih sangat sempit. Karena itu Cheng Yun harus selalu menyimpan kemungkinan pembalikan terhadap berbagai kesimpulan yang ada.
