Setelah makan malam, Cheng Yun sambil mengarahkan Yin Nuxia menguleni adonan, juga menyiapkan isian pangsit.
Setengah jam kemudian, semua maestro sudah berkumpul di resepsionis untuk membungkus pangsit.
Beberapa piring berisi isian pangsit menempati sekitar sepertiga area meja kopi. Jenisnya banyak, tapi setiap isian hanya sedikit. Meja kopi ditutupi kain putih untuk meletakkan pangsit, sisa area kecil digunakan Cheng Yun untuk menggulung kulit pangsit.
Ia sendiri dengan cepat menggulung kulit, sementara lima orang lainnya lambat-lambat membungkus sambil bercanda riang.
Setiap 2-3 detik keluar selembar kulit baru, kecepatannya hampir sama dengan lima orang yang sedang membungkus pangsit.
Sang Mage awalnya tidak bisa membungkus pangsit, namun setelah melihat mereka beberapa saat, ia langsung belajar otodidak. Bahkan kemudian kemampuannya melebihi Cheng Yan.
"Pangsit buatanku sempurna banget!" Siswa Tang Yao Yao mengangkat sebutir pangsit sambil pamer.
"Sombong apa!" Cheng Yan menyeringai dingin.
"Wahaha! Lihat punyamu, kulitnya retak semua! Jelek kayak bakpao!" Tang Qingying berusaha mengambil pangsit buatan Cheng Yan untuk diperlihatkan ke semua orang.
"Jangan macam-macam!" Cheng Yan mengancam akan menampar tangan itu.
"Hiii~~ Brutal!" Siswa Tang Yao Yao refleks menarik tangannya kembali, gagal mengambil.
"Kamu ngerti apa! Ini semua karena kulit pangsitnya tidak rapi!" Cheng Yan berkata dengan nada membeku.
"Kakak ipar~~" Tang Qingying menatap Cheng Yun.
"Apa?" Cheng Yun yang sedang fokus menggiling kulit pangsit sama sekali tidak memperhatikan keributan mereka.
"Kena getah nih."
"Ha?"
“Tidak ada tidak ada.” Tang Qingying buru-buru melambaikan tangan, kalau terus bicara dia akan dipukul lagi.
“Jangan lihat caraku membungkus...kurang rapi, tapi setiap pangsit buatanku berisi udang besar utuh, rasanya pasti jauh lebih enak daripada pangsit bawang prei milik seseorang!” Cheng Yan menambahkan.
“Apa salahnya bawang prei? Makanan hijau, menyeimbangkan Yin-Yang!”
“Sebenarnya, saya ingin bicara adil.” Yin Nuxia tiba-tiba melompat ke depan, “Kalau soal enak, pangsit isi daging sapi tetap yang terenak!”
“Kakak ipar, cepatlah menggiling adonan! Kulit pangsit sudah habis terbungkus!”
“……”
Sebenarnya si loli kecil juga tidak diam saja.
Sebelumnya dia melihat yang lain sedang membungkus pangsit, jadi dia juga ingin mencoba. Tapi Cheng Yun melarangnya dengan alasan hasilnya tidak akan rapi, membuat hatinya sangat tidak seimbang.
Maka loli yang sama sekali tak menyadari kemampuannya mulai tak bisa mengendalikan diri lagi. Sesekali ia mengulurkan cakar kecilnya menyentuh adonan Cheng Yun, melirik reaksinya, lalu berbalik mencolek pangsit yang sudah dibungkus orang lain. Kadang bahkan mencoba mengais isian di piring dengan cakarnya. Andai Cheng Yun tak cepat mencegah, ia bahkan hendak mencuri kulit pangsit yang baru digiling.
Dengan pasrah, Cheng Yun akhirnya mencubit sebagian adonan untuknya.
Saat ini ia berjongkok di sudut meja kopi, menunduk sambil meremas-remas adonan kecil dengan serius. Sesekali mengangkat kepala meniru gerakan Cheng Yun.
Tak lama, ia membentuk kue tipis kecil dengan jejak kaki samar. Setelah membandingkan dengan kulit pangsit Cheng Yun, ia mengolahnya lagi, menatap penuh konsentrasi sebelum akhirnya mendorong kue itu ke hadapan Cheng Yan dengan puas.
Cheng Yan terpana memandangnya, tak bergerak sedikitpun.
Loli itu melihatnya tak kunjung menyentuh kulit pancake kecil hasil tekanannya, secara tak sengaja mengangkat kepala dan menatapnya dengan tatapan tidak puas.
Cheng Yan merasakan sorot matanya, langsung bereaksi, lalu kembali bimbang. Tentu saja ia tak berani meremehkan si loli, tapi meski kaki loli sudah dicuci bersih, mustahil baginya menggunakan kulit tak rata ini untuk membungkus pangsit.
Tiba-tiba Tang Qingying mengulurkan tangan, mengusap-usap kulit pancake itu kembali menjadi adonan kecil, lalu melemparkannya ke hadapan loli.
"Ha!!"
Setelah menggeram marah ke arah Tang Qingying, loli itu terpaku menunduk memandangi adonan itu, lalu kembali melotot ke Tang Qingying sebelum maju dan memutar kembali adonannya, diam-diam mulai menekan-nekan lagi.
Tang Qingying terkekeh nakal.
Cheng Yan masih terbuai sepenuhnya dalam keadaan terpesona.
Sekitar dua puluh menit kemudian, akhirnya selesai membungkus pangsit. Semua terlihat puas. Kecuali si loli yang berkali-kali ingin ikut membungkus tapi dicegah Cheng Yun.
Cheng Yun dan Yin Nuxia membawa pangsit ke lantai atas, langsung meletakkannya di tungku. Makhluk-makhluk lain juga naik untuk cuci tangan.
Tiba-tiba Cheng Yan mengusulkan: "Lagipula kita semua sedang libur, tidak perlu kerja. Bagaimana kalau malam ini kita main kartu!"
Tang Qingying segera menambahkan: "Kan kamu memang tidak pernah kerja..."
"Diam!"
"Siap!"
"Bagaimana menurut kalian?" Cheng Yan menatap penuh harap ke arah yang lain, terutama Cheng Yun.
"Bebas." Sebagai mantan gadis nakal, kemampuan bermain kartu Tang Qingying tentu sempurna.
Sang Mage tertegun. Tiba-tiba ia menoleh ke Cheng Yun, lalu menggeser langkah kecil mendekatinya. Baru ingin bertanya diam-diam apa itu main kartu, tiba-tiba terdengar suara jernih dari depan—
"Apa itu bermain kartu?" Yin Nuxia memandang penuh harap ke Cheng Yan.
"??" Sang Mage terpaku dengan wajah bingung.
"Itu permainan menggunakan kartu kertas, biasanya dipakai untuk judi atau hiburan. Kamu pernah lihat di balkon atap, kalau cuaca bagus sering ada klien naik ke atas duduk main kartu sore hari." Cheng Yun langsung paham saat mendengar usul Cheng Yan, diperkirakan bingkai merah yang dia beri pagi tadi belum memuaskannya, sehingga ingin mencoba cara ini untuk menghabiskan uang jajannya lagi.
Ck, cara seperti ini dia sudah terlalu matang!
Yin Nuxia memiringkan kepala sambil mengingat-ingat, lalu tersadar: "Oh! Yang pakai kotak-kotak itu?"
"Bukan, itu mahjong. Yang pakai kartu persegi satu-satu itu baru disebut kartu kertas."
"Ngerti!" Yin Nuxia mengangkat tangan, "Aku juga mau main!"
"Kamu... mungkin mustahil dijalankan." Cheng Yun agak khawatir.
"Kenapa?"
"Karena kamu mungkin akan kalah!"
"Omong kosong! Aku sudah merajalela di dunia persilatan puluhan tahun, belum pernah kalah!" Lagipula di dunia ini tak seorang pun tahu masa lalunya, Yin Nuxia pun dengan tenang terus membual.
“……”
"Tang Yao Yao mau main?" Cheng Yan menatap Tang Qingying, sorot mata tajam berkilat.
"Main apa?"
"Bebas."
"Taruhan uang?"
"Tentu! Tahun Baru Imlek tidak taruhan uang, apa serunya!"
"Nggak mau!" Siswa Tang Yao Yao menjaga kantongnya.
"Nggak asik!" Cheng Yan kembali menoleh ke gadis kecil Yu Dian, "Kak Yu Dian gimana?"
"Aku... tak berani taruhan uang." Yu Dian berkata dengan suara lemah.
"Cai Qing gimana?" Cheng Yan melihat ke arah Sang Mage.
"Aku takut kalah!" Sang Mage juga menggelengkan kepala.
"Hm? Bukannya matematikamu level ahli Larangan? Belum pernah mengerjakan soal matematika tipe kartu?" Cheng Yun tertegun, "Lagipula kamu punya skill mengingat sempurna, seharusnya teknik bermainmu harusnya sangat kuat!"
"Sekuat itu?" Cheng Yan juga mulai tertarik.
“……Hal ini bergantung pada faktor keberuntungan, bukan?” Sang Mage bertanya.
“Benar, tapi teknik juga sangat penting.”
“Nah, itulah masalahnya. Seorang ahli pun tak bisa berbuat apa-apa tanpa bahan dasar...” Sang Mage berkata dengan ragu.
“Maksudnya apa?” Cheng Yun tak mengerti.
“Coba dua ronde saja? Taruhan kecil.” Cheng Yan membujuk.
“Kalau begitu...ayo coba.” Sang Mage menerima dengan setengah hati, berharap komponen nasib dalam benda ini tidak terlalu besar.
“Dou masih kurang satu orang lagi...” Pandangan Cheng Yan menyapu sekeliling, akhirnya berhenti pada Cheng Yun.
“Tidak! Setiap tahun aku selalu terjebak olehmu, aku takkan melompat ke lubang yang sama terus-terusan!” Cheng Yun langsung menggelengkan kepala menolak. Bagi Cheng Yan yang merupakan kutu buku pragmatis, bermain kartu hanyalah permainan matematika level tinggi. Kemampuan bermainnya mungkin tidak terlalu hebat, tapi pasti jauh lebih baik daripada para jalan pintas non-formal yang mengklaim diri sebagai veteran di kasino. Bagaimanapun, ilmu pengetahuan terus membuktikan bahwa pengalaman tidak bisa menandingi sistem.
Saat Cheng Yun bermain kartu dengannya, sepenuhnya mengikuti kemauannya. Bahkan sampai tingkat mengerikan dimana dia menghitung berapa banyak yang menang atau kalah di meja. Dia jarang memenangkan uang orang lain, dan mutlak melarang orang lain memenangkan uang Cheng Yun, tapi dia sendiri khusus menjerat Cheng Yun.
Setiap tahun Cheng Yun harus memberikannya sejumlah besar uang jajan.
"Beneran nggak mau?"
"Mutlak nggak mau!" Cheng Yun bersikukuh.
"Aku mau!" Yin Nuxia menawarkan diri dengan semangat.
"Pergi sana!" Cheng Yan melambaikan tangan.
"Kenapa?" Yin Nuxia mengeluh dengan wajah memelas.
Cheng Yan tidak menghiraukannya lagi, langsung menatap Cheng Yun dan melanjutkan: "Cuma beberapa ronde saja, setelah selesai kita main untuk hiburan, yang kalah tempel kertas di wajah."
"Satu ronde pun nggak!"
"Nggak bisa genapin pemain tuh!"
"Kalian berdua bisa main yang lain!"
"Nggak seru..." Cheng Yan enggan menjerat uang orang lain, konsepnya sudah berbeda sama sekali.
“Lagipula aku tak mau bertarung denganmu!” tambah Cheng Yun.
“Ayo~”
……
Pukul delapan malam, resepsionis.
Area sekitar meja kopi dipenuhi orang, karena sofa tak muat maka membawa kursi resepsionis untuk duduk.
Cheng Yan duduk di satu pihak, Sang Mage di pihak lain.
Satu pihak lagi diduduki oleh Cheng Yun.
Tiga manusia satu makhluk lainnya dalam keadaan menonton.
Di sebelah kiri Cheng Yun ada Tang Qingying yang tak berani duduk terlalu dekat di bawah pengawasan ketat Cheng Yan, tapi sedang diam-diam mendekati. Di sebelah kanan berjongkok si loli. Ia menggunakan Yin Nuxia sebagai tameng, menjelaskan aturan pada Yin Nuxia dan Sang Mage... juga si loli, baru kemudian mengocok dan membagikan kartu.
Sang Mage mengambil peran tuan tanah.
Cheng Yan melirik samar ke arahnya, lalu mengambil kartu.
Aduh!
Ekspresinya tetap datar, tapi hatinya terguncang hebat.
Semuanya kartu bagus!
Di sebelah, Tang Qingying dan Yu Dian yang sedang menonton juga terkejut, karena tidak hanya Cheng Yan yang memegang kartu-kartu bagus di tangannya, kartu Cheng Yun juga hampir sama bagusnya.
Ke mana perginya kartu-kartu jelek itu?
Mereka semua menoleh memandang Sang Mage.
Tepat ketika Cheng Yun dan Cheng Yan saling berpandangan penuh kebingungan, masing-masing bertanya-tanya "Kenapa keberuntunganku di ronde pertama hari ini begitu baik?", Sang Mage justru tampak muram dengan wajah penuh kekhawatiran, ingin menangis tapi tak punya air mata.
Ronde pertama berakhir dengan kekalahan telak Sang Mage.
Ronde kedua segera dimulai. Kakak-beradik Cheng Yan dan Cheng Yun sepakat untuk sengaja bermain kurang optimal, karena mereka tahu Sang Mage sedang miskin.
Namun...
Setelah ronde kedua berakhir, Sang Mage langsung melambaikan tangan dan berdiri: "Aku tidak mau main lagi, ini benar-benar mengganggu orang!"
Bingkisan merah yang baru saja diterimanya sore ini, bahkan belum sempat digunakan, tiba-tiba sudah berkurang setengah.
Padahal ia menyimpannya khusus untuk membeli kue!
Cheng Yan dan Cheng Yun saling pandang, sama-sama merasa agak canggung.
Menyimpan uang di atas meja, Cheng Yan langsung berkata: "Jangan pergi dong, lanjutkan main, tanpa taruhan uang, murni hiburan saja."
"Tetap tidak mau main, terlalu menyebalkan permainannya!"
"Kalau Tang Yao Yao? Kakak Yu Dian?"
"Kalian berdua ikut saja." Cheng Yun berdiri, memasukkan uang kembali ke saku, "Aku akan menonton kalian bermain."
"Baiklah."
"Yang kalah ditempeli kertas ya?"
"Iya."
Mereka berbisik-bisik, sementara Yin Nuxia di samping menatap mereka dengan penuh harap.
Tak lama menontat, Yin Nuxia mulai bersemangat. Cheng Yun tak tahan melihat permohonannya, lalu naik ke atap gedung untuk mengangkut meja kopi ke bawah, membujuk Sang Mage untuk membuka medan pertempuran baru.
Pertempuran antara Cheng Yun, Sang Mage, dan Yin Nuxia dimulai.
Aturan mereka adalah yang kalah akan dijentikkan dahinya. Berhadapan dengan dua anak ini, Cheng Yun tak tahu siapa yang akan dirugikan...
