"Pagi Yan-yan!"
Tang Qingying yang terbungkus jaket bulu angsa menyusuri tangga dengan tangan disilang di dada. Rambutnya terurai, wajahnya masih basah tanpa riasan, sesekali menggigil kedinginan.
Di meja kopi di resepsionis duduk Cheng Yan dan Sang Mage, di atas meja terdapat bakpao, telur teh, dan susu.
"Pagi, sarapan." Cheng Yan berkata dengan samar, lalu menunjuk ke makanan di meja.
"Hmm, kalian bangun pagi sekali ya?"
"Siapa yang kayak kamu, sudah ditarik bangun masih mau balik tidur, malas mati."
"Aku rajin kok, dulu waktu kerja selalu bangun jam enam setengah! Jangan asal fitnah!"
"Jangan banyak cingcong, cepat makan habiskan terus naik ke atas rapikan rambutmu yang kayak pucuk kacang ini." Ekspresi Cheng Yan tetap datar.
"Kakak ipar mana? Kok belum turun?" Tang Qingying mengambil sebuah bakpao sambil bertanya.
"Dia sudah pergi."
"Pergi? Ke mana?"
"Setiap hari bisakah sedikit mengurangi omong kosong, bakpao daging saja tidak bisa menutup mulutmu ya?"
“Hmm, seharian cuma bisa menipu aku.” Tang Qingying mengangkat bahu, melirik ke tangga, lalu mulai fokus menyantap sarapannya.
Tak lama kemudian, setelah menghabiskan satu bakpao, dia bertanya lagi: "Kak Yin Dan dan Kak Yu Dian? Masih belum turun?"
"Belum."
"Kenapa? Bukannya mereka biasanya rajin sekali?"
"Mereka masih menyiapkan barang-barang."
"Masih menyiapkan!?"
"Iya, tadi waktu aku naik ke atas mereka masih bimbang mau bawa barang apa saja, baju setebal apa yang harus dibawa... Memasukkan barang ke dalam koper lalu mengeluarkannya lagi, sebentar kemudian memasukkannya kembali..." Cheng Yan mengisahkan dengan ekspresi pasrah.
"Oh..."
"Siapa yang menjelekkan kami!" Bicara tentang setan lalu setan datang.
Yin Nuxia turun dari lantai atas sambil menggapai sebuah koper tua milik Yu Dian. Yu Dian dengan tangan kosong.
"Sudah turun?" Cheng Yan menatap mereka.
"Hm... Hm? Di mana kepala stasiun? Ke mana ia pergi?" Yin Nuxia pertama kali menyadari ketidakhadiran Cheng Yun di resepsionis.
"Masih di atas mungkin." Tang Qingying menjawab dengan malas, lalu berdiri. "Aku akan naik untuk memanggil kakak ipar turun makan."
"Kepala stasiun tidak ada di atas lho." Yin Nuxia berkata dengan wajah takjub.
"Hm?" Tang Qingying tertegun.
"Darimana kamu tahu dia tidak ada di atas? Kamu kan tidak punya kartu kamarnya." Cheng Yan mengerutkan kening sambil menatap Yin Nuxia.
"Tidak ada suara dari kamarnya."
"......" Cheng Yan membayangkan pemandangan Yin Nuxia sambil menggenggam koper dengan satu tangan menempelkan telinga di pintu Cheng Yun.
Cheng Yan segera menyadarkan diri. "Dia sudah pergi."
"Pergi?" Yin Nuxia tertegun.
"Benar-benar pergi? Bukan menipuku?" Tang Qingying juga terkejut.
"Benar sudah pergi." Kata Cheng Yan. "Sudah pagi tadi berangkat, naik mobil ke Kabupaten Shuwang."
"Ha? Mengapa?"
“Kakak ipar meninggalkan kita...” Tang Qingying sangat kecewa, bayangannya untuk duduk manis di sebelah kakak ipar, lalu pura-pura mabuk dan tidur bersandar di bahu kakak ipar pupus sudah.
“Karena dia harus belanja dulu di Shu Wang. Kalau waktunya pas, kita ketemu di Kota Xiyang.” Cheng Yan melotot ke arah Tang Qingying dengan keras, memberi isyarat agar siluman kecil ini menyimpan sikap manjanya, “Jadi hari ini aku yang antar kalian pulang, tiket sudah dibeli... Tapi jika ada gadis yang sengaja bikin kesal, akan kulempar dia di tengah jalan!”
“Gadis tertentu... siapa?” Yin Nuxia waspada melihat sekeliling.
“......” Gadis tertentu gemetar ketakutan.
“Tiket yang kubeli jam setengah sepuluh, perjalanan naik mobil setengah jam, belum lagi antri ambil tiket. Arus mudik orang banyak, jadi kita harus berangkat jam delapan malam. Waktunya tinggal... kurang dari satu jam.” Cheng Yan melihat jam tangannya mengingatkan.
“Waah！”Tang Qingying buru-buru mempercepat kecepatan, menyelipkan bakpao ke mulut, lalu mengambil telur teh dan mulai membukanya dengan cepat.
“Makan perlahan, tak perlu buru-buru... masih pagi, jangan sampai tersedak.” Gadis kecil Yu Dian berkata baik hati.
“Tidak boleh! Aku baru bangun dan cuci muka, belum sempat berias! Hari ini pulang ke kampung halaman kakak ipar, aku janji akan rias cantik!” Tang Qingying tetap panik.
“Kau benar-benar harus dihajar!” Cheng Yan di sebelah meremas sendi jarinya hingga berderak-derak.
Setelah menghabiskan telur dengan cepat dan menenggak susu hingga gemuruh, Tang Qingying langsung panik naik ke atas untuk merias wajah.
Pukul 8.30, dia tepat waktu turun ke bawah.
Saat ini Tang Qingying mengenakan jas wanita hitam, celana jeans biru ketat, dan sepatu bot pendek. Selain lipstik, Pria Lurus sulit melihat jejak riasan di wajahnya. Hanya terasa kulitnya lebih mulus, pucat dan halus, lima organ indera tampak sempurna. Hilang kesan elegan tanpa riasan, namun tetap terlihat sebagai wanita cantik kelas atas yang alami.
Mungkin karena waktu terakhir tidak cukup, di kepalanya hanya dikepang sanggul bulat. Dipadukan dengan bibir merah kecil, keremajaan dan kecantikan, manis dan menggemaskan. Bisa dibilang mampu mematikan segerombolan otaku dalam sekejap.
Cheng Yan meliriknya sekilas dengan ekspresi datar. Segera mengangkat koper di tangannya, memutar kunci pintu gerbang hotel dengan jari, lalu berjalan keluar.
"Ayo berangkat."
Semua orang merasakan kegembiraan.
Sang Mage hanya memiliki sedikit pakaian dan tak membawa uang. Barang bawaan pun minim, jadi hanya menggendong tas ransel Cheng Yun yang terisi sebagian kecil. Itu adalah seluruh harta bendanya. Saat keluar hotel, ia tak membantu Cheng Yan atau Tang Qingying menarik koper, malah terus menoleh ke sana-sini. Bisa dibilang dialah yang paling bersemangat di antara semua.
Perasaannya seperti sedang memainkan game simulasi penuh realita, akhirnya bisa keluar dari desa pemula dan menjelajahi langit-bumi luas di luar!
Dunia paralel kuno yang masih cita rasa asli!
Kelimanya naik dua taksi ke stasiun, tepat pukul sembilan.
Memandang kerumunan kepala manusia di terminal bus, suara hiruk-pikuk kehidupan memenuhi telinga. Selain Cheng Yan, yang lain tampak bingung. Mereka mengangkat kepala melihat ke segala penjuru, tak tahu harus ke arah mana.
Cheng Yan mengantre selama dua puluh menit di depan mesin pengambil tiket otomatis. Setelah mendapatkan tiket, dia menghabiskan beberapa menit lagi menjelaskan tentang golok kecil di tubuh Yin Nuxia ke petugas keamanan... Akhirnya, dia dan Tang Qingying menunjukkan kartu mahasiswa mereka. Petugas keamanan baru mau menyimpan "golok buah-buahan" yang lupa dikeluarkan Yin Nuxia dari koper itu di pos keamanan setelah melihat paras cantik dan usia muda mereka, dengan syarat mengambilnya saat pulang.
Sudah hampir pukul setengah sepuluh. Setelah menemukan bus yang tepat, mereka langsung naik dan bus segera berangkat.
"Huuu!" Cheng Yan menghela napas lega panjang.
"Bahaya!"
"Iya, nyaris saja." Pipi Tang Qingying memerah. Karena terburu-buru berlari tadi, dia membuka mantelnya lebar-lebar sambil terus mengeluarkan uap panas.
"Untung saja, biasanya supir akan menunggu beberapa menit kalau kita telat. Tapi tetap tidak baik membuat banyak orang menunggumu," kata Cheng Yan dengan nada datar, sambil melirik Yin Nuxia.
Wajah Yin Nuxia lebih merah daripada Tang Qingying, kepalanya tertunduk dalam-dalam.
Penyesalan, rasa bersalah, malu yang menyiksa...
Sakit hati melihat golok kecilnya...
Bagaimana jika semua orang ketinggalan bus karena ulahnya? Bagaimana jika golok kesayangannya sudah lenyap saat mereka kembali dua hari nanti?
Melihat raut wajahnya yang seperti itu, Cheng Yan pun tak tega menegurnya.
Kurang dari satu jam perjalanan, tepatnya belum mencapai pukul sebelas, bus sudah tiba di Kota Xieyang. Cheng Yan meminta sopir berhenti di pusat kota, lalu mengajak rombongan turun sambil menghubungi Cheng Yun via ponsel.
Cuaca sedang cerah, mentari pagi telah muncul. Sinar keemasannya menyinari tubuh terasa hangat, meski udara masih menyimpan sisa kelembapan pagi musim dingin yang dingin menusuk.
Tang Qingying menghentakkan kaki ringan setelah turun, melilitkan kembali syalnya, lalu membelalakkan mata mengamati kota kecil asing ini.
Yin Nuxia juga mengulurkan tangannya dengan terpaku, kedua telapak tangan terbuka bagai hendak menangkap cahaya keemasan, merangkul kehangatan itu.
"Kakak ipar sudah sampai?" tanya Tang Qingying.
"Sudah."
"Belum pergi kan?"
"Belum, sudah menunggu kita sebentar." Cheng Yan menyelipkan ponsel ke saku jaketnya, berbalik sambil mengerutkan kening memeriksa jalanan di kota kecil ini, "Lewat sini."
"Hm? Cai Qing? Kenapa terpaku?"
"Oh, oke." Sang Mage buru-buru menyadarkan diri, mengikuti langkah mereka dari belakang.
Sambil berjalan ia terus menoleh ke belakang, terpaku memandangi gunung hijau di sampingnya yang diselimuti kabut pagi samar—gunung itu terlihat dekat, namun seolah juga begitu jauh. Sinar matahari pagi menggantung di cakrawala, cahayanya menyusur miring menembus awan dan kabut, menembus puncak gunung, membentuk gulungan lukisan nyata nan indah yang begitu tenang sampai membuat orang ingin membangun rumah kecil untuk tinggal permanen di sini. Sorot mata penuh kegembiraan dan harapannya semakin menguat.
Kota kecil ini tak luas, tak lama kemudian mereka pun melihat Cheng Yun.
Saat itu Cheng Yun sedang duduk di atas becak listrik roda tiga berwarna biru, bersandar di sandaran punggung dengan malas memainkan ponsel. Dengan sengaja ia memarkir becak di antara dua gedung kecil yang terkena sinar matahari, berjemur dengan santai. Rambut pendeknya yang berantakan seolah memantulkan kilau samar. Di keranjang sayur di setang becak tampak ada sesuatu yang tersimpan.
Sang Mage langsung tertegun.
Yin Nuxia langsung membelalakkan matanya, penuh rasa ingin tahu menatap becak roda tiga ini sambil menelan ludah.
Dibandingkan becak barang Jenderal Li, becak kecil ini bisa dibilang sangat kompak. Meski kecil seperti burung gereja, semua organ dalamnya lengkap.
Becak ini memiliki dua deretan kursi. Depan adalah kursi pengemudi yang sempit hanya untuk satu orang. Belakang adalah kursi penumpang yang lebih lebar, bahkan orang yang agak gemuk pun bisa duduk dua. Jika kursi belakang dibalik, di bawahnya terdapat kotak penyimpanan seukuran koper biasa. Di bagian pantat becak ada papan angkutan yang bisa diturunkan, biasanya disimpan, tapi jika diturunkan bisa memuat banyak barang.
Pada setang becak terdapat keranjang besi bertutup. Saat belanja ke pasar bisa menyimpan barang di dalamnya. Jika tidak belanja, tutupnya bisa dibuka dan diberi alas untuk menaruh si loli di dalam.
"Waah!" Mata Yin Nuxia membelalak.
"Kalian datang cukup pagi juga!" Cheng Yun menyimpan ponselnya lalu menatap mereka.
"Loli yang duduk manis di keranjang sayur depan" juga memalingkan wajah, mata berbinar menatap mereka, bagai permukaan laut saat sinar matahari pagi pertama terbit.
Dengan cepat ia kembali mengerutkan kening, karena Yin Nuxia yang tergopoh-gopoh mendekat menghalanginya berjemur.
"Kepala stasiun, dari mana kau dapat mobil ini?" tanya Yin Nuxia sambil mengusap setang sepeda, wajahnya memancarkan ekspresi seperti maniak.
"Dibeli! Jangan sok tuduh aku mencurinya! Tidak kau lihat ini mobil baru?"
"Guk! Mobil baru! Pantas... cantiknya..."
