Di tengah godaan dan permintaan semua orang, Sang Mage kembali menjentikkan dua komposisi dan menyanyikan satu lagu, memancing decak kagum hadirin.
Akhirnya Sang Mage menyerahkan gitarnya, duduk fokus di samping api unggun sambil mengamati sosis di tusuk besi pipih yang perlahan mengeluarkan minyak saat dipanggang, sambil mendengarkan Cheng Qiuye bernyanyi.
Bagaimanapun kualitas vokal Cheng Qiuye berada di level profesional, jauh melampaui manusia biasa. Tapi setelah mendengar "karya orisinal" melodi surgawi Sang Mage, suara nyanyiannya terlihat pudar dalam perbandingan.
Tak lama kemudian, aroma harum dari rebung kacang polong, sosis, serta ayam dan kelinci panggang mulai menyebar. Sang Mage tak kuasa menelan ludah.
"Kepala Stasiun, berapa lama lagi benda ini harus dipanggang sebelum bisa dimakan?" Ia mengangkat tusuk besi itu, memiringkan kepala sambil menatap tajam sosis di atasnya, bahkan mendekat dan mengendus dalam-dalam.
"Wangi sekali!" ujar Sang Mage.
Ia benar-benar merasa benda ini wangi dari lubuk hati. Wajahnya yang lebih cantik dari wanita itu dipenuhi ekspresi rakus. Di dunianya, makanan yang tumbuh alami sangat berharga. Sebagian besar dihasilkan melalui sintesis ilmu atau dipaksakan tumbuh. Orang biasa makan tanpa masalah, tapi begitu seorang Mage mencicipi, langsung terasa aroma ilmu yang sulit ditutupi dalam makanan.
Dia juga tak tahu, betapa manis dan memesona ekspresinya saat mengucapkan kalimat itu di mata beberapa orang!
Cheng Yun hanya membalikkan matanya, "Idiot! Potongan sosis itu sudah matang dari awal. Mau dipanggang berapa lama terserah, asal sudah panas langsung bisa dimakan!"
Sang Mage tertegun, "Hah? Benarkah?"
Loli yang duduk manis di samping Cheng Yun sambil menunggu juga kaget, lalu menoleh memandang penuh harap ke arahnya.
Cheng Yun menyerahkan jintan, bubuk cabai, dan merica bubuk kepada Sang Mage sambil berkata: "Taburkan ini. Meski sosisnya sudah beraroma, tapi kalau sudah dipanggang, lebih baik ditambah bumbu khas barbecue."
"Bagus!" Sang Mage segera menerimanya dengan penuh semangat.
Loli kecil itu menatap Cheng Yun yang seolah tak menyadari pandangannya. Ia menundukkan kepala sebentar, lalu tiba-tiba memiringkan kepala mungilnya ke arah Sang Mage.
"Hush!" Tangan Sang Mage yang sedang menaburkan bubuk cabai gemetar. Seluruh tubuhnya menggigil, bulu kuduknya merinding, tanpa sadar ia menggigil kencang.
Tangannya gemetar, sosis itu pun tertutup sepenuhnya oleh cabai.
"Sial!" Sang Mage terdiam membeku.
Loli kecil itu juga terpaku.
Setelah ragu-ragu sebentar, ia tetap menatap tajam Sang Mage sambil mengangkat cakar kecilnya dan mengambil satu langkah ke arahnya.
Sang Mage mengikuti sumber dingin itu, memalingkan wajah dan langsung melihat kilatan mata loli yang berbinar-binar.
"Emm... Ini punyaku." Sang Mage ragu-ragu berkata.
Sorotan mata loli tiba-tiba menjadi tajam bagai es.
"Di bawah langit tak ada yang bukan tanah Wang... Lanjutannya apa ya? Intinya, memakan milikmu adalah kehormatan bagimu!"
"Ini benar-benar punyaku... Punyamu di sana!" Sang Mage membantah dengan enggan.
"Huu!"
"...Baiklah kubagi setengah, tidak boleh lebih." Sang Mage kembali menggigil, pasrah menunduk pada sang maestro. Dalam hati ia menyesal telah memberi terlalu banyak cabai - pasti itu yang memicu nafsu si benda kecil ini.
Barulah sorotan mata loli kembali melunak.
Ia mengawasi Sang Mage diam-dalam, melihatnya mengambil kembali sosis, meminta kertas pada Tang Qingying yang sedang melukis, lalu membelahnya di atas batu. Baru setelah itu si loli memenuhi syarat dan mulai menyantap bagiannya.
Namun yang menatap tajam Sang Mage bukan hanya makhluk itu seorang.
Setelah Sang Mage memainkan lagu tadi, ia sudah menjadi fokus pandangan semua orang. Kini ia membagi sosisnya untuk si loli, citranya di hati semua orang semakin berubah menjadi sosok yang "baik hati" dan penuh kasih sayang.
Terutama Lin Yuanwu——
Siswi dengan kecantikan luar biasa, berbakat alami, plus karakter yang baik seperti ini memang langka!
Sang Mage segera menghabiskan sosisnya, lalu mengambil beberapa tusuk daging babi lima lapis mulai memanggang. "Makanan" di zaman ini baginya sungguh sangat berharga dan lezat.
Si loli masih sibuk bertempur habis-habisan dengan sosis pedas membara, sesekali mengeluarkan suara mendengkur.
Yang lain perlahan mulai menyantap hidangan juga.
Pen Manxuan melirik si loli, dengan hati-hati mematahkan sepotong dari sosisnya sendiri, lalu menyodorkannya ke arah loli sambil tersenyum malu. "Ayo, kucing kecil, ini daging~" ujarnya dengan suara lembut.
Si loli terpaku, mengangkat kepalanya memandangi manusia biasa ini. Bibirnya masih belekan bubuk cabai dan minyak merah.
"Ayo, makanlah!" Pen Manxuan mengayunkan sosisnya mendekati loli.
Sorot mata loli menunjukkan ekspresi cemoohan halus. Ia mengabaikannya dan terus menyantap daging.
Pen Manxuan merasa sedikit ragu.
Cheng Yan di sampingnya berkata datar: "Jangan sia-siakan tenaga, dia takkan makan. Dan jangan terlalu dekat, makhluk kecil ini galak. Hati-hati terluka."
Pen Manxuan tertegun, seakan teringat adegan ketika dirinya ditakuti si loli sebelumnya. Dengan malu ia menarik kembali tangannya.
"Kucing ini... terlalu bijaksana!" Hanya itu yang bisa ia ucapkan.
Baru saja selesai bicara, si loli kembali mengangkat kepala, mengulurkan lidah merah mudanya yang mungil untuk menjilat minyak di sudut bibir, lalu mengangkat cakar kecilnya untuk mengelap bubuk cabai yang menempel di bulunya. Baru setelah itu ia menghadap Peng Manxuan sambil terbahak-bahak mengeluarkan suara "Ha"!
Peng Manxuan kembali terkejut: "Ini... apakah ia sedang mengancamku untuk memberikan daging itu padanya?"
Cheng Yan merenung sejenak, berkata: "Mungkin ia sangat sensitif terhadap pengucapan kata 'kucing'. Setiap kali kami mengatakan hal serupa, ia pasti marah."
Mendengar itu, semua orang tampak sangat terheran-heran.
Tang Qingying di belakang sana meletakkan buku gambarnya, berkomentar: "Jangan dijelaskan dengan penjelasan ilmiah. Sebenarnya benda kecil ini sudah jadi makhluk legenda. Setelah jadi legenda, ia tak mau disebut sebagai kucing."
"E......"
"Jangan dihiraukan." Cheng Yan menunjuk kepalanya sendiri, "Bagian ini pada dirinya kurang berfungsi baik."
"E......"
Semua orang diam-diam mulai menyantap hidangan mereka.
Setelah loli kecil selesai makan, dia kembali ke sisi Cheng Yun dan duduk dengan postur tegak, matanya menyapu sekilas sekelompok orang biasa yang terus melontarkan pandangan penuh keheranan padanya.
Tatapannya sedikit mengeras, merasa agak tersinggung.
Saat ini tusukan daging babi lima lapis di tangan Sang Mage sudah dipanggang hingga berwarna keemasan dan melengkung, minyak terus menetes berdesis. Sang Mage sudah sampai pada tahap menaburkan bumbu ke tusukan daging.
Pandangan loli kecil kembali beralih ke sana.
"Hush!" Sensasi dingin menyelimuti seluruh tubuhnya kembali menyerang. Tangan Sang Mage kembali bergetar.
Plak!
Botol bumbu langsung jatuh ke dalam api unggun, disertai sepotong daging babi yang tidak tertusuk rapi. Sekejap mata, percikan api beterbangan. Daging babi itu tergeletak di atas sebatang kayu bakar merah menyala sambil mengeluarkan asap berdesis, minyaknya mengalir deras.
Sang Mage tertekan sejenak, secara refleks mengulurkan tangannya menyusuri celah kayu bakar dan menusukkannya ke dalam tumpukan api.
Di sebelah terdengar teriakan kejutan dari semua orang!
"Hati-hati!" teriak Cheng Yan.
"Ya!" Cheng Qiuye juga menjerit, "Itu tangan untuk memainkan kecapi! Kenapa tidak kau jaga baik-baik?!"
Sang Mage dengan gesit seperti petir menyambar, pertama-tama menggenggam daging babi lima lapis itu dan meletakkannya di bambu. Kemudian mengambil botol bumbu sambil berteriak "Huhu" mengeluarkan semua barang.
Setelah mengeluarkan semuanya, barulah ia terpaku di tempat.
Saat itu di puncak gunung angin sepoi-sepoi berhembus, hanya suara angin dan kicau burung yang terdengar, sunyi bak kematian.
Sang Mage seakan menyadari sesuatu. Ia menoleh, pandangannya menyapu sekilas semua orang.
Yin Nuxia menatapnya bagai melihat orang bodoh.
Yang lain: "???"
Sang Kepala Stasiun: "..."
Hanya si loli yang masih fokus menatapi daging babinya, tapi segera ia juga merasa ada yang tidak beres, memandang kerumunan dengan bingung.
"Gulp!"
Sang Mage menelan ludah.
Yang pertama bereaksi ternyata Lin Yuanwu. Dengan ekspresi terkejut yang bercampur sedikit kesempatan, ia langsung melemparkan sosis setengah dimakan di tangannya, berlari mendekat dan menyambar tangan Sang Mage.
"Bagaimana keadaannya!? Kamu tidak apa-apa?"
Sang Mage tetap terpaku. Saat sadar, tangannya sudah terkunci dalam genggaman Lin Yuanwu.
Ia tertegun mengangkat kepala, melihat Lin Yuanwu yang memandangnya dengan campuran perhatian dan kekesalan. "Kamu ini! Berani-berainya memasukkan tangan ke dalam api untuk mengambil sesuatu, tidak takut terbakar?"
Ludahnya bahkan mendarat di pipi Sang Mage. Ya, persepsi seorang Mage memang luar biasa tajam.
Melihat ekspresi "ternyata ada yang peduli padaku" di wajah Sang Mage, Lin Yuanwu mengerutkan kening. Matanya beralih ke tangan Mage yang berlumur debu hitam, disentuhnya perlahan: "Syukurlah... tidak ada luka bakar. Bagaimana jika tangan secantik ini..."
Ucapannya terpotong -
Braak!
Sang Mage mengarahkan serangan lutut ke perutnya, begitu cepat hingga semua kata yang belum selesai diucapkannya terpaksa ditelan kembali.
Lin Yuanwu langsung menutup mulutnya, wajah tampannya memerah seperti warna hati babi. Perutnya terasa seperti diaduk-aduk, hampir saja KO di tempat!
Secara logika, setelah bertahun-tahun berlatih tinju, daya tahan pukulannya seharusnya luar biasa. Bahkan pukulan berat sesama petinju levelnya masih bisa ditahan. Tapi bagaimana mungkin seorang gadis kurus dengan postur 10 sentimeter lebih pendek dan puluhan kilogram lebih ringan bisa mengalahkannya sampai seperti ini...
Ia masih bingung, tapi tak sempat berpikir panjang. Buru-buru menekan perutnya sambil berjongkok, tak bersuara sedikitpun.
Feng Han tertegun sejenak, berkomentar: "Si bocah itu jago banget berakting ya!"
Zhu Jiayan juga terpaku, lalu memeluk patung es sambil mengamati "kakak Yuanwu" yang sedang mempraktikkan formula klasik.
Wajah Sang Mage memerah, menatap Cheng Yun: "Itu... aku... bukan sengaja."
Cheng Yun: "……"
Beberapa saat kemudian, teman-teman Lin Yuanwu mulai mengabaikannya yang berjongkok di tanah sambil menunduk dan memeluk perut, mengalihkan kembali perhatian ke tangan Sang Mage dengan heran: "Tanganmu sama sekali tidak terluka?"
Sang Mage menunduk, menggosokkan debu hitam di tangannya hingga memperlihatkan kulit yang masih putih bersih.
Semua orang seketika terlihat seperti melihat hantu.
Terutama Zhu Jiayan.
Ia tertegun, merasakan kepalanya kembali berkabut, serpihan-serpihan kenangan mulai bermunculan di pikirannya.
Tebasan golok yang menghujam bagai petir...
Bambu yang terpotong rapi bak sinar laser...
Kemanusiaan kucing itu...
Nona cantik yang mengambil daging dari tengah kobaran api...
Dan bakat tak tertandingi sang nona...
Ternyata... ini masih mimpi?
Ia menoleh memandangi semua orang dengan tatapan kosong, tapi setiap detil yang terlihat justru jelas-jelas nyata, meski pikirannya agak lambat, tidak seperti dalam mimpi.
Saat itu Lin Yuanwu akhirnya mengangkat kepalanya dan berdiri.
Feng Han baru melihat ekspresi wajahnya yang pucat dan butiran keringat di wajahnya, terkejut: "Ada apa? Tadi kamu cuma akting bukan? Apa serangannya mengenai titik vital?"
Sang Mage dengan lemah melirik Cheng Yun, lalu menatapnya: "Aku... aku bersalah."
Lin Yuanwu memaksakan senyum mengembang, melambaikan tangan: "Tak apa, sama sekali tak masalah. Tadi aku cuma ingin menakut-nakuti kalian... Haha, kalian kena jebakan kan?"
Feng Han mengangguk: "Kena jebakan..."
Zhu Jiayan juga mengangguk terpaku.
Peng Manxuan tetap diam, dirinya sudah sepenuhnya terpaku.
Benar, mereka terkejut. Tapi bukan karena dia.
