Di Malam Tahun Baru Imlek, Cheng Yun tentu tak langsung tidur.
Namun ia memegang ponsel tak tahu harus berbuat apa, sepertinya tidak ada software hiburan sama sekali di puisinya.
Sebelumnya Tang Qingying terus-menerus mengajaknya mengobrol, namun setelah beberapa kali dikhotbahi, percakapan pun mati suri. Kini daftar chat Cheng Yun hanya dipenuhi ucapan tahun baru kiriman grup, tapi sebagian besar hubungannya biasa saja bahkan sudah bertahun-tahun tak berkomunikasi, Cheng Yun juga tak punya semangat untuk mengajak mereka ngobrol.
Demikianlah, perlahan-lahan waktu terlewati hingga pukul dua belas.
Hampir bersamaan dengan berakhirnya suara lonceng pukul dua belas, ponsel Cheng Yun langsung bergetar tak henti.
Ada pesan WeChat maupun QQ.
Yang pertama terlihat tetap ucapan tahun baru dari Tang Qingying, panjang berderet, tapi sekilas jelas bukan hasil salin-tempel——
Tahun baru tiba, kakak ipar kuucapkan selamat tahun baru! Semoga di tahun baru usaha lancar, hidup bahagia, juga menemukan pacar yang lincah manis, bisa bertingkah imut manja sekaligus anggun mempesona! Ah jangan lupa yang berpayudara besar!
Cheng Yun: “……”
Menepuk dahi, dia membalas: “Selamat tahun baru.”
Yin Nuxia juga mengirimkan ucapan Tahun Baru untuknya, hanya sepenggal kalimat pendek "Selamat Tahun Baru untuk Sang Kepala Stasiun". Memperkirakan mengetik rangkaian karakter ini pasti menyita banyak tenaganya.
Cheng Yun membalas: "Selamat Tahun Baru juga. Meski kau bukan penduduk dunia kami, tapi karena sudah datang ke sini, ikutilah tradisi hari raya kami. Hmm, untuk doaku... semoga cepat naik ke tier Raja ya."
Tak lama kemudian, Cheng Yun melihat ucapan selamat dari gadis kecil Yu Dian.
Bahkan dalam bentuk tulisan, nada bicara gadis itu terasa sangat berhati-hati: "Tahun baru telah tiba, semoga bos selalu sehat, panjang umur sampai 100 tahun."
Begitu Cheng Yun selesai membaca, ia lesat cepat menambahkan: "Sebenarnya ingin mengucapkan terima kasih langsung, tapi aku terlalu pengecut. Jadi hanya bisa menulis di sini—terima kasih, Tuan Cheng Yun. Orang baik akan mendapat balasan baik, kuharap seluruh hidupmu dipenuhi kebahagiaan."
Cheng Yun tidak bisa menahan tawa.
Gadis ini……sungguh bingung harus mengatakannya bagaimana!
"Harapan hidup sampai 100 tahun"……apakah ini semacam kutukan? "Tuan Cheng Yun"……apakah dia bingung menentukan sebutan?
Lalu ada kalimat "orang baik akan mendapat balasan baik"...
Benarkah memang seperti itu?
Cheng Yun tidak tahu apakah di dunia ini ada konsep "takdir", atau apakah ada penghuni gaib yang mengatur dan mengontrol segalanya. Tapi dia yakin, jika benar orang baik punya karma baik, maka gadis kecil Yu Dian yang mengalami berbagai ketidakadilan namun tetap menjaga kebaikan hatinya, seharusnya tidak perlu menanggung takdir seperti ini.
Setelah membeku sejenak, Cheng Yun membalas: "Pesanmu telah kuterima. Selamat Tahun Baru, semoga selalu aman dan bahagia. Jangan terlalu khawatir, terpaan badai pasti akan berlalu, kuberi jaminan. Kalau mengantuk, cepatlah beristirahat."
Dengan sedikit keraguan, jarinya kembali menari: "Aku juga percaya 'orang baik akan mendapat balasan baik', karena itu yakinlah bahwa hidupmu pasti akan dipenuhi kebahagiaan."
Gadis kecil Yu Dian tidak membalasnya.
Karena sejak lama kelopak matanya sudah mulai berantem, bagai tidur mati. Namun ia terus menggigit gigi menopang, bertahan sampai lewat subuh, tahun baru tiba. Setelah mengirim ucapan selamat, barulah ia seperti melepas simpul di hati, melemparkan ponsel lalu terjatuh tak sadarkan diri.
Tentu bukan hanya Cheng Yun yang dikiriminya ucapan selamat, ia hanya yang pertama mengirimi Cheng Yun. Selain Cheng Yun, ia juga mengirim ke Cheng Yan, Tang Qingying, Sang Mage, dan Dekan panti asuhan. Bahkan Yin Nuxia yang tidur di ranjang sebelahnya pun dapat pesannya.
Kemudian, Cheng Yun melihat Cheng Yan memposting bingkai merah di grup, bertuliskan "Selamat Tahun Baru".
Cheng Yun tak berani mengklaimnya, takut itu adalah paket memancing milik Cheng Yan.
Bersamaan dengan itu ia seperti teringat sesuatu, buru-buru mengirim pesan ke Yin Nuxia, Sang Mage, dan gadis kecil Yu Dian: "Jangan kasih tahu Cheng Yun aku sudah kembali ya, aku merahasiakan kepulanganku dari mereka."
Yin Nuxia membalas: "Aku sudah menemukan triknya, diperkirakan tidak lama lagi aku bisa naik ke raja! Setelah jadi raja, aku akan jadi penyiar, nanti kalau sudah dapat banyak uang akan kubelikan Sang Kepala Stasiun truk yang lebih besar dari mobil-mobil orang itu kemarin!"
Setelah mengirim, barulah dia membalas lagi: "Menerima!"
Sang Mage dan gadis kecil Yu Dian tidak membalasnya.
Cheng Yun tahu pasti mereka sudah tertidur.
Menurut penuturan Sang Mage, efek samping "Hei Zhima Hu" adalah kantuk tak tertahankan. Bersamaan dengan itu, untuk membuat beberapa porsi "Hei Zhima Hu" bagi gadis kecil Yu Dian, Sang Mage juga telah begadang berturut-turut selama beberapa malam, dari pagi hingga malam tenggelam dalam aktivitas mempelajari, menghitung, menyesuaikan formula, menggunakan mantra sihir dan pekerjaan sejenisnya. Ini jauh berbeda dengan Cheng Yun yang dulu di SMA begadang main game di warnet lalu tidur di kelas. Pasti dia sudah kelelahan setengah mati.
Cheng Yun merasa sedikit menyesal. Sebenarnya dia sudah menyiapkan kembang api untuk Sang Mage dan Yin Nuxia, rencananya akan dinyalakan di ruang node. Tampaknya harus ditunda sampai besok pagi.
Cheng Yun juga menerima ucapan selamat dari adik-adik seperti Feng Yujia, Feng Yuze, Xiao Xuan, dan lainnya. Ia membalas satu per satu.
Teman yang agak dekat, mantan teman sekampus seperti Li Huai'an, Guan Yue, dan lain-lain, memilih mengirim ucapan setelah tengah malam.
Jari Cheng Yun terus menari di layar ponsel.
Ketika sadar, jam sudah menunjukkan lewat satu.
Xiao Luoli berbaring di tempat tidur kecilnya sendiri, mendongak, matanya tak berkedip memandang ke arah Cheng Yun.
Benda itu memancarkan cahaya yang terus berkedip menyinari wajah Cheng Yun.
Ia melihat Cheng Yun memegang benda itu, terkadang menunjukkan ekspresi pasrah, terkadang tertawa kecil. Ekspresinya sangat hidup selama lebih dari sejam.
Baru kemudian pesan Cheng Qiunya tiba terlambat, tapi sama sekali bukan ucapan: "Cheng Yun, kau lari ke mana? Malam-malam tidak bawa mobil, apa kau hilang?"
Cheng Yun: "……"
Merasa sangat mengantuk, ia mengusap mata lalu langsung mematikan ponsel. Kepalanya langsung terbenam di bantal.
……
"Lap...oran! Pasukan musuh menyerang!" Prajurit berbaju zirah tebal berlari masuk ke barak, napasnya terengah-engah namun sorot matanya penuh kecemasan, "Kita ketahuan, tiga rekan kami tewas!"
"Berapa unit?" Jenderal berjanggut keriting di depan peta pasir membelalakkan mata.
"Kira-kira... seribu lebih, dipimpin pasukan elit."
"Hiss!"
"Seribu lebih!?"
Perwira di barak serentak membelalakkan mata, wajah mereka dipenuhi kengerian.
Jenderal itu menampar peta pasir hingga debunya beterbangan, suasana barak tiba-tiba membeku bagai mayat.
Beberapa saat kemudian, prajurit itu bertanya, "Bagaimana ini?"
"Masih mau tanya bagaimana?" Jenderal membalas bertanya dengan nada sarkastik.
"Seribu unit musuh dengan pasukan elit pelopor, ini kekuatan besar!" Seorang perwira mengingatkan.
"Seberapa jauh?" Jenderal kembali bertanya.
"Ku-kurang dari sepuluh mil!" jawab prajurit itu.
"Kurang dari sepuluh yīng!" Seorang perwira lain berteriak kaget, segera menyibak tenda dan berjalan keluar, mungkin untuk mengatur pasukan.
"Kita... hanya punya 11.000 pasukan. Legiun terdekat butuh setidaknya satu hari untuk sampai, sedangkan kavaleri berat terdekat bahkan dengan kecepatan penuh pun perlu setengah hari." Seorang perwira ragu-ragu berkata, "Kita..."
"Braak!" Jenderal Qiuran kembali menepuk peta pasir.
"Mundur? Mau mundur ke mana?" Sang jenderal memalingkan wajah menatap tajam sang perwira, matanya mulai memerah.
Perwira itu diam membisu, lama kemudian baru berkata: "Berikan perintah."
"Seluruh pasukan bersiap bertempur!" Jenderal menatap tajam sebuah benteng tinggi di peta pasir, "Ada kesempatan! Bisa menang! Suruh pasukan bergerak ke posisi ini, pemanah menyusun formasi, minyak bumi semua dibawa ke atas, kavaleri juga bersiap di kedua sisi benteng tinggi."
Ia memikirkan 10.000 pasukan elit di bawah komandannya, bukan berarti tanpa daya lawan! Tentu yang terpenting adalah ia sudah tak bisa mundur lagi. Di sini terdapat garis pertahanan penting di Pegunungan Luo Nan. Jika musuh berhasil membuka celah, seluruh pegunungan Luo Nan mungkin akan jebol. Nanti pasukan kuat musuh bisa merajalela di dataran belakang, tak ada yang bisa menghalangi mereka.
Memang pasukan manusia jauh kalah dibanding musuh, tapi di saat seperti ini, bukan soal seberapa kuat pasukan manusia. Semua maestro tahu ini pertempuran hidup-mati, harus mengerahkan segenap tenaga untuk menang dan bertahan hidup!
Saat tahu tidak bertempur berarti mati, siapa pun akan menjadi seekor binatang buas!
Jenderal segera mengangkat golok beratnya, menyibak tirai dan keluar dari barak. Di luar, beberapa prajurit masih diam-diam mengenakan zirah, mengelap senjata. Sebagian lain sudah membentuk formasi dan siaga.
Mungkin hari ini... 10.000 pasukan ini akan menjadi sejarah. Meski menang, formasi pasukan mungkin tak akan utuh lagi.
Mungkin hari ini... ia juga akan mati.
Jenderal Lei Yan!
……
"Laporan darurat, Legiun ke-76 musnah total, gagal menghalangi musuh!" Teriak seorang prajurit, namun sudah berada di lokasi berbeda.
"Di mana Lei Yan?"
"Jenderal Lei Yan diperkirakan sudah..."
"Apa kata markas komando?"
"Kavaleri berat lengkap bersama Legiun ke-83 dan ke-86 telah bergerak untuk mencegat. Markas memerintahkan kita segera mengambil posisi bertahan! Pasukan Timur di belakang akan menggantikan posisi kita!"
"Berangkat dengan perlengkapan ringan, percepat pergerakan!"
"Siap!"
Saat jenderal muda itu keluar dari tenda komando, tiba-tiba kilatan cahaya putih muncul di depannya, menampilkan benda sangat aneh di hadapannya.
Sang jenderal seketika mencabut golok besar. Pasukan di sekitarnya seolah menghadapi musuh besar, bahkan prajurit tombak menggenggam erat senjata mereka dengan mantra api menyala di lengan bagai magma.
"Tahan!"
Jenderal muda itu berteriak seketika.
Ia melihat ada seseorang duduk di atas benda aneh itu, seorang pria berbaju zirah berat standar jenderal manusia, menggendong perisai berat, memegang golok perang. Hawa familiar itu segera membuatnya paham, yang datang bukan dari suku asing.
Siapakah ini?
Mengapa bisa tiba-tiba muncul di sini?
……
"Pegunungan Luo Nan berhasil dipertahankan!" Seorang wanita berbaju kain berdiri di gedung kayu sederhana, "Tapi kita kehilangan tiga legiun, musuh datang dengan momentum yang jauh melampaui imajinasi kita!"
"Yang penting bertahan, yang penting bertahan..." Orang markas bergumam pelan, hidup mati saja, bukankah semua sudah biasa menghadapinya selama tahun-tahun ini?
"Ada satu hal lagi, Jenderal Li sudah kembali."
"Siapa?"
"Jenderal Li yang tewas di Gunung Cang dua tahun lalu, komandan Legiun ke-36. Pasukan di bawah komandonya mengalami kekalahan, garis pertahanan Gunung Cang pun hancur berantakan. Sekarang ia kembali." Wanita berjubah kain berkata, "Aku telah memverifikasi langsung. Benar dirinya, dan ia membawa banyak benda dari dunia paralel. Kugira ia telah mengunjungi dunia lain, mirip seperti dunia mereka."
"Hush!"
"Bagaimana mungkin ini!"
"Keajaiban! Keajaiban!" Seorang komandan bergumam berulang.
"Ia sedang dalam perjalanan kembali, diperkirakan tiba di markas komando dalam tiga hari. Para komandan harap bersiap menyambut. Dia seorang jenderal yang sangat mumpuni. Aku juga akan memanggil para Shaman lain untuk mendiskusikan hal ini. Pada dirinya kulihat harapan kemenangan dalam perang. Di saat seperti ini, seberkas harapan pun tak boleh kita lewatkan." Wanita berjubah kain bersuara berat.
"Harapan kemenangan?"
"Bisakah kita benar-benar menang?"
……
Setelah Cheng Yun sadarkan diri, perasaan campur aduk memenuhi hatinya.
Jenderal Li telah meninggalkan dunia ini, sehingga ia tidak bisa memastikan apakah mimpi tentang dunia Jenderal Li semalam benar-benar terjadi atau hanya mimpi belaka.
Sama seperti Tua Master Hukum yang tak pernah muncul dalam mimpinya setelah pergi, Komandan Raja Salju dan Dewa Elang pun tak pernah hadir dalam mimpinya sejak mereka pergi.
Sekali pun tidak.
Semalam sebelum tidur ia sempat memikirkan Jenderal Li, mungkin "apa yang dipikirkan siang muncul dalam mimpi malam"!
Cheng Yun merasa mimpi itu berbeda dengan sensasi mimpi-mimpi sebelumnya.
Ia duduk di ranjang dengan wajah hampa cukup lama, baru bergerak membuka tirai jendela dan membuka jendela kaca setelah mendengar suara genderang dan gong berdentum dari lantai bawah, lalu berjalan ke balkon.
Di musim dingin yang menggigit ini, ia hanya mengenakan celana pendek sambil berdiri di balkon memandang ke bawah.
Tak hanya satu tim yang menabuh genderang, ada beberapa kelompok.
Ada yang mengiklankan AC merek tertentu, properti developer ternama, juga sekadar merayakan tahun baru.
Bahkan ada satu tim barongsai dan naga tarian.
Cheng Yun melihat pasangan kekasih berjalan berpelukan di jalanan, anak-anak mengenakan baju baru sambil makan permen, pasangan tua 40-50 tahun masih bercanda sepanjang jalan... Lentera merah tergantung di pepohonan, hiasan tertata rapi di sabuk hijau, aroma tahun baru terasa sangat pekat.
Ini justru menimbulkan perasaan tak tergambarkan dalam hatinya.
Agak sesak, juga tidak nyaman.
Melankolis seperti ini sama sekali bukan karakter dirinya yang dulu.
Cheng Yun terpaku menatap lama, sampai loli kecil berlari ke sampingnya dan mengangkat kepala dengan bingung menatapnya, barulah ia merasakan dingin. Masuk ke kamar mengambil baju dan mengenakannya.
Kemudian kembali ke balkon, terus menatap ke bawah.
Ia masih tak bisa mengendalikan pikirannya tentang Jenderal Li.
Di sini pesta pora berlangsung, bagaimana dengan sana?
