"Ada apa?" Cheng Yan bertanya dengan nada datar.
“Tidak ada.” Cheng Yun duduk di samping meja kopi, menuangkan secangkir air panas untuk dirinya sendiri. Tangannya menggenggam cangkir itu sambil menyesap perlahan, merasakan kehangatan air di telapak tangannya. Perlahan hatinya menjadi tenang.
“Dari tadi kau terus mengerutkan kening sejak turun!” Cheng Yan mengerutkan alisnya karena Cheng Yun tidak mau bercerita.
“Oh… Bagaimana sekarang?” Cheng Yun memalingkan wajah ke arah Cheng Yan.
“……” Cheng Yan membalikkan mata ke arahnya, lalu menatap Yin Nuxia yang duduk di sebelahnya—— Syukurlah aku sudah menanamkan mata-mata di sampingmu! Kau kira dia ikut naik hanya untuk ikut ramai? Sebenarnya dia dikirim untuk mengawasimu!
Yin Nuxia diam-diam menggeser pandangannya, menghindari kontak mata.
Cheng Yan: “？？？”
Di samping, Tang Qingying yang mengamati komunikasi nonverbal ketiganya tak bisa menahan tawa.
“Jangan tertawa!” bentak Cheng Yan dengan suara tajam.
Tang Qingying segera menutup mulutnya rapat-rapat dan duduk dengan postur sempurna.
Tak lama kemudian, makanan online pun tiba.
Ditambah Sang Mage yang jelas tak akan kenyang hanya dengan seporsi nasi kotak, enam manusia plus satu makhluk. Cheng Yan memesan satu porsi besar kelinci cabe segar, empat lauk kecil, dan satu kuah. Ia memberi harga Rp200 ribu pada Cheng Yun.
Entah berapa komisi yang dia kantongi.
Tak berselang lama, si loli kecil langsung kepedasan oleh daging kelinci yang tampak putih bersih. Air matanya berlinang, lidah terus terjulur mengipas-ngipas, bibirnya memerah bagai habis memakai lipstek. Tapi dia tak tega berhenti menyantap daging. Lidah hitamnya menjilat-jilat sup rumput laut telur di mangkuk sebelah. Begitu rasa pedas agak mereda, kepalanya kembali menunduk berjuang melawan potongan daging kelinci.
Cheng Yun meletakkan mangkuk sekali pakai. "Aku sudah habis."
Cheng Yan segera curiga. "Makan sedikit sekali?"
Tang Qingying mengangguk. "Iya, masih banyak nasi tersisa. Mubazir kalau tidak dihabiskan."
Cheng Yun melirik tiga penghuni dari dunia lain yang rakus makan. Awalnya dia ingin mengingatkan mereka agar tidak khawatir makanan tidak habis, tiba-tiba pikirannya berbelok. Ia mengambil kotak berisi setengah porsi nasi, lalu sembarangan menjepit beberapa lauk ke dalamnya di atas meja.
Sambil menjepit lauk, ia berkata: "Kalau tidak habis, nanti malam akan kuberi loli sebagai camilan. Loli sedang dalam masa pertumbuhan, akhir-akhir ini sering kelaparan di malam hari, kan?"
Loli memalingkan wajah dan menatapnya dengan ekspresi terpaku.
Cheng Yan semakin curiga. Ia menoleh ke loli dan bertanya: "Benarkah begitu?"
Loli kembali memutar kepala ke arah Cheng Yan, ekspresinya semakin kosong.
Wang tidak bisa bicara!
Beberapa saat kemudian, dengan berpegang pada kepercayaan, ia menatap Cheng Yun. Melihat Cheng Yun sembarangan menjepit banyak cabai hijau dan merah ke mangkuk, air liurnya nyaris menetes. Ia buru-buru mengecup bibir dua kali agar tak sampai mengeluarkannya.
"Aku akan menyimpan ini di kulkas." Cheng Yun berkata sambil naik ke lantai atas.
Melihat itu, si loli kecil buru-buru menahan rasa pedas dan melahap sisa beberapa potong daging di mangkuk makannya. Setelah melihat setengah mangkuk kuah di sisi lain, dia menggeram dua kali ke arah Cheng Yan lalu secepat kilat berlari kecil menaiki tangga.
Cheng Yan hanya bisa bingung menatap punggungnya, lalu memalingkan wajah ke orang lain: "Kenapa dia memanggilku?"
Yin Nuxia masih ragu-ragu tidak mengikutinya. Setelah berpikir sejenak, dia menjawab pertanyaan Cheng Yan: "Mungkin ingin mengatakan 'Terima kasih atas jamuannya, nona' atau 'Aku terima pertemananmu' semacam itu."
Sang Mage mengatupkan bibir: "Menurutku Yang Mulia Loli sedang berkata 'Aku sudah habis makan' atau 'Tolong cucikan mangkukku'."
Tang Qingying langsung memandang mereka dengan tatapan seolah melihat "monster".
Wajah Cheng Yan menunjukkan ekspresi kontemplatif.
Namun sebenarnya semua jawaban ini bukanlah yang ingin didengarnya, jawaban yang paling ia ingin dengar seharusnya——
“Terima kasih Tuan!”
“Tuan terlalu baik, aku sangat tersentuh!”
……
Cheng Yun pertama kembali ke kamar, mencari sepasang sumpit, lalu membawa loli masuk ke dalam ruang node.
Ia mengangkat kepala melihat ke atas.
Di atas selain Kendi Transportasi Dimensi 'Kelas Kosong' milik Yin Nuxia dan meteor Sang Mage, kini muncul sebuah Giok Jade hijau kebiruan. Giok berbentuk persegi panjang, terukir pola-pola tidak lazim bagai coretan anak kecil, diikat dengan tali merah yang mulai pudar.
Cheng Yun kembali menundukkan kepala.
Tiba-tiba postur pria paruh baya itu kembali berubah——
Ia tidak lagi berbaring di posisi semula, malah berlari ke samping labu araknya, mencoba mengorek lapisan kubus tak kasat mata di tanah dengan tangan. Seolah ingin meraih labu arak, tapi tangannya tak bisa menembus, akhirnya ia pun membaringkan diri di atas kubus tak kasat mata itu dan tertidur. Bahkan seuntai air liur membentuk serat halus dari sudut bibirnya, setelah melewati "permukaan tanah" langsung membeku menjadi butiran air bulat yang mengambang di udara.
Cheng Yun tak tahu harus berkata apa.
Bahkan si loli juga memandang pria ini dengan takjub.
Cheng Yun mengibaskan tangan, langsung melemparkan semua kotoran itu ke dalam bola cahaya node yang tak diketahui tujuannya, baru kemudian mulai mendorong tubuh pria paruh baya ini.
"Bangun!"
"Hei, yang di sana..."
Namun pria paruh baya itu tertidur pulas, sepertinya sudah tak bisa merasakan gerakan apa pun dari dunia nyata.
Bahkan ketika Cheng Yun tak sengaja mendorongnya dari lapisan pemisah ruang kubus tempat Labu arak terpendam itu, pria itu tetap tidak terbangun, hanya berganti posisi tidur.
Dengan pasrah, Cheng Yun meletakkan makanan di sebelahnya sambil berkata pada loli kecil: "Ayo pergi, kita kembali lagi nanti."
Loli itu menatap bingung ke arah makanan, lalu memandangnya.
Manusia! Bukankah kau bilang ini untuk Wang makan malam nanti? Wang masih dalam masa pertumbuhan!
Saat itu Cheng Yun sudah melangkah keluar ruang node. Dengan sekali lihat ke belakang, loli itu terpaksa buru-buru mengikutinya.
Kembali ke lantai bawah, semua orang telah selesai makan.
Mereka sedang membereskan meja. Cheng Yan dan gadis Yu Dian dengan gesit menuangkan sisa kuah dan nasi ke dalam kotak plastik besar bekas hidangan kelinci cabe segar lalu membuangnya. Sang Mage dengan lincah mengelap meja.
Sang loli melihat mangkuk makannya yang sudah kosong, matanya membelalak lebar dengan ekspresi terpaku menatap Cheng Yan—
Bukannya Wang sudah memintamu menyisakan kuah untuk Wang? Wang masih dalam masa pertumbuhan!
Cheng Yan tersenyum manis padanya, sekejap mata bagai salju musim semi yang mencair dan bunga teratai mekar: "Tak usah berterima kasih."
Sang loli: "……"
……
Saat Cheng Yun kembali memasuki ruang node, di sampingnya selain sang loli juga ada Yin Nuxia yang terus berteriak ingin melindungi Sang Kepala Stasiun, serta sang Mage yang penasaran ingin ikut ramai mendengar ada pendatang baru.
Pria paruh baya itu akhirnya sadar.
Kini ia duduk bersila di tanah, memanggul nasi pemberian Cheng Yun sambil melahap dengan rakus—cara makannya tak kalah dari Yin Nuxia dan sang Mage saat pertama kali datang ke dunia ini.
Sang loli hanya bisa menatapnya dengan perasaan kesal yang terpendam.
“Dia orangnya?” Sang Mage membelalakkan matanya penuh rasa ingin tahu sambil mengamati pria paruh baya beraura suram ini.
“Ahem!”
Cheng Yun batuk kecil: "Sepertinya kau sudah sadar."
Pria paruh baya itu mengangkat kepalanya menatapnya, lalu melirik Yin Nuxia, loli kecil, dan Sang Mage di belakangnya dengan ekspresi aneh: "Ini makanan yang kau tinggalkan?"
"Benar. Kupikir apapun asalmu, sekuat apapun kekuatanmu sebelumnya, saat pertama tiba di dunia baru ini pasti akan mengalami penekanan. Di awal-awal pasti butuh asupan energi lewat makanan." Cheng Yun menjelaskan sambil terus mengamatinya. Selama proses itu, pria itu tetap menunduk melahap nasi dengan lahap, mengunyah dan menelan dengan rakus.
"Hehehe, pantas saja! Kukira aku sudah jadi orang tak berguna!" Pria itu berkata sinis, tapi dari nada bicaranya terasa ia tak terlalu memedulikan status "orang tak berguna" itu.
"Beberapa waktu lagi akan membaik." kata Cheng Yun.
"Siapakah kau?" tanya pria paruh baya itu.
"Kau bisa memanggilku Cheng Yun. Aku adalah pengelola ruang di hadapanmu ini. Semua yang melewati sini, termasuk kau, berada di bawah pengelolaanku."
"Kau pengelola di sini?" Pria paruh baya itu tertegun, pertama kalinya menunjukkan gejolak emosi yang jelas.
"Bisa dikatakan begitu!"
"Tadi kau bilang... ini stasiun perantara antar dunia?" Pria itu menghentikan gerakan makannya.
"Rupanya kau masih ingat kejadian sebelumnya. Kukira kau mabuk sampai tak ingat apa-apa." Cheng Yun menatapnya curiga, tak mengerti mengapa reaksinya tiba-tiba seintens ini.
Pria paruh baya itu memandanginya dengan tatapan terpaku.
Beberapa saat kemudian, ia tertunduk lesu: "Tapi kau sangat lemah."
"Lalu kenapa?"
"Tidak ada... tidak ada... sudah tidak penting lagi..." Pria itu melambai-lambai tangan dengan ekspresi suram penuh keputusasaan.
"Menurut tradisi yang berlaku, aku perlu menanyakan beberapa hal padamu."
“Tanyakan saja, tanyakan……” Pria paruh baya itu menundukkan kepala melanjutkan makan, namun aksinya melambat drastis.
“Pertama, siapa namamu?” Cheng Yun berhenti sejenak, lalu menambahkan sesuai prosedur, “Lebih baik kau jangan berbohong di hadapanku. Jika ketahuan, akan mempengaruhi reputasimu di hatiku.”
“Selidiki? Bagaimana caramu?” Pria paruh baya itu langsung bereaksi seolah ditusuk di titik G.
“Aku punya caraku sendiri!”
“Jika segala sesuatu sudah tiada, apa kau masih bisa memutar balik waktu?”
“Segalanya tiada?” Sang Mage dengan tajam menangkap poin utama ucapannya.
Yin Nuxia buru-buru melotot ke arahnya, menyuruhnya tetap memainkan peran "penjilat" tanpa berkomentar sembarangan.
Cheng Yun juga berpikir sejenak, “Tidak bisa! Tapi aku punya cara sendiri!”
“Oh… membosankan, membosankan…” Pria paruh baya itu mengeluarkan ejekan penuh kekecewaan, lalu mendongak seolah tenggelam dalam kenangan, “Nama ya…”
“Awalnya aku bernama changyao, changyao, kemudian……panggil saja changyao, sudah lama tak mendengar nama ini.”
“Mencicipi obat……Panjang Cahaya.” Cheng Yun mengeluarkan ponsel dan mengetik dua karakter ini, alisnya berkerut halus.
Nama ini sama sekali tidak cocok dengan penampilannya sekarang!
Dengan cepat ia bertanya lagi: “Dari mana asalmu?”
“Dari mana……”
Pertanyaan ini seolah membuat pria paruh baya terhisap masuk ke dalam kenangan yang lebih dalam, diamnya pun semakin memanjang.
Setelah jeda cukup lama, Yin Nuxia hampir tak tahan mengingatkannya untuk tidak menunda-nunda waktu Sang Kepala Stasiun, barulah akhirnya ia membuka mulut.
“Sudah tidak ada artinya lagi……”
Melihat sikapnya yang seperti ini lagi, Yin Nuxia mengerutkan kening: “Hei kamu ini kenapa sih? Tanyaannya Sang Kepala Stasiun selalu kamu jawab dengan ocehan ngelantur!”
Pria paruh baya meliriknya, tetap tak bersuara.
Cheng Yun menyela: “Mengapa?”
Senyum sinis mengembang di wajah pria itu, kata-katanya mengalun lambat: “Sebab……semuanya telah hancur lebur!”
“Hancur lebur?”
Ekspresi ketiga orang itu berubah.
Sang Mage mulai tertarik, membuka matanya lebar-lebar: "Kehancuran alam semesta adalah hal yang pasti, tapi cara kehancurannya bisa bermacam-macam. Bagaimana dunia kalian hancur?"
Pria paruh baya itu menatapnya.
Sang Mage segera menyadari ketidaksopanannya, buru-buru berkata: "Maaf, aku hanya ingin tahu secara naluriah. Ternyata ini menyentuh luka hatimu. Tapi kurasa Sang Kepala Stasiun juga ingin tahu jawabannya."
Cheng Yun mengangguk: "Benar."
Pria paruh baya itu menarik napas dalam, lalu menggeleng: "Aku juga tidak tahu bagaimana persisnya dunia yang baik-baik saja bisa hancur... Aku hanya melihat domain bintang yang jauh mulai collapse dan hancur berantakan, pemandangan itu lebih megah dari semua yang pernah kulihat seumur hidup... Di hadapan kekuatan penghancur alam semesta seperti itu, segala sesuatu terlihat begitu remeh, tak ada yang bisa menghalanginya..."
"Begitu ujarnya, tiba-tiba ia seperti kembali terjatuh dalam kegilaan, tertawa sendiri sambil bergumam: "Kekuasaan duniawi Wang Quan, kultivator berlevel tinggi di Jalan Dewa, hehehe, semuanya hanyalah kawanan semut kecil sebelum datangnya air bah.""
"Sama sekali tak ada daya melawan..."
"Ibukota yang megah, domain dewa mengambang di langit, serta rumor-rumor tentang ukiran indah bergaya immortal yang dibangun manusia purba di atas bulan..."
"Semuanya hanya bisa menunggu kehancuran!"
"Segala sesuatu yang kau banggakan, segala dendam yang kau simpan, seluruh pencarianmu selama ini, semua yang kau susah payah ciptakan... semuanya sia-sia belaka..."
"Hahahaha..."
