Cheng Yun memalingkan wajah ke arah pria paruh baya, tiba-tiba bertanya: "Menurutmu bagaimana cara menyelesaikan masalah ini untuknya?"
Pria paruh baya tertegun mendengar pertanyaan itu. Setelah berpikir sejenak, dia menjawab: "Tentu saja membeku dan mengusir. Jangan-jangan Tuan mengira saya adalah Raja Iblis yang menganggap nyawa manusia seperti rumput dan membunuh tanpa berkedip?"
"Aku tidak mengenalmu." Cheng Yun mengangkat bahu.
"Tenang saja, hal seperti membunuh dengan mudah, aku tidak akan melakukannya."
"Bahkan yang tidak mudah pun tidak boleh membunuh! Setidaknya urusan membunuh tidak seharusnya dilakukan olehmu!" kata Cheng Yun dengan serius.
"Mengerti, ini wilayahmu, semuanya di bawah kendilanmu." Pria paruh baya itu menguap malas, sama sekali tidak tertarik dengan topik ini.
"Ini bukan soal wilayahku atau bukan, tapi dunia kita memiliki hukumnya sendiri... Ah sudahlah, aku malas menjelaskan. Anggap saja ini wilayahku, jadi setiap masalah yang kau buat harus mempertimbangkan perasaanku dan pendapatku!" Cheng Yun menegaskan lagi, "Aku tahu mungkin kau sosok yang hebat, tapi selama berada di sini, kau harus patuh pada hukum tempat ini!"
"Baik, baik, baik... Terserah, terserah..."
“Dan ingat, jangan berpikir mencari cara lain untuk membayar biaya makan. Bahkan jika utang makanmu lunas, kamu tetap harus membayar biaya makan dan kamar ke depannya—bagi orang dari dunia paralel sepertimu, aku takkan mudah melepasmu dari pantauanku.”
“Eh… Baiklah!”
“Kalau ada pendapat, kamu boleh mengajukan. Kita bisa berdiskusi, sekalian akan kujelaskan prinsip dasarku.”
“Tak ada keberatan. Jangan juga kau mengoceh panjang lebar. Asalkan akhirnya kau bisa mengantarku ke dunia yang kau sebut—tempat kekuatan supernatural diakui, hal lain tak kau pedulikan.” Pria paruh baya itu kembali mengamati dekorasi ruang tamu dan berbagai peralatan elektronik tak dikenalnya.
“Kapan aku bisa kembali ke ruang node itu?”
“Sekarang.”
Cheng Yun langsung melemparkannya ke dalam ruang node.
Menunduk bertatapan dengan si loli, ia berbalik dan buru-buru menuruni tangga.
……
Sang Mage dengan wajah cantik pucat membatu turun ke lantai bawah. Terlihat seorang pemuda berpenampilan biasa sedang memeluk setangkai bunga mawar besar duduk di sofa resepsionis. Melalui pintu kaca hotel, ia masih bisa melihat mobil sport putih yang terparkir di depan.
Melihatnya turun, pemuda itu langsung berdiri menunjukkan senyum sabar, langsung to the point: "Halo Dewi, sudah lama mengagumi. Nama saya Chen Feng, bolehkah kita berteman?"
Tiba-tiba, Sang Mage menangkap pandangan aneh yang dilemparkan gadis kecil Yu Dian ke arahnya.
Ekspresi wajaknya langsung semakin suram!
Orang-orang ini... satu dua belum cukup, datang setiap hari. Apakah ini ujian kesabarannya??
Sang Mage tanpa basa-basi langsung berjalan ke luar pintu, melambaikan tangan ke arah pemuda di dalam: "Ayo sini, kamu!"
Pemuda itu tertegun sejenak, lalu membungkuk meletakkan bunga di meja kopi.
"Bawa barangmu!" teriak Sang Mage.
"Eh..." Akhirnya ia mengambil kembali bunganya dengan wajah bingung mendekati pintu.
“Mata kamu buta? Tulisan sebesar ini tak kau lihat?” Jari ramping Sang Mage menunjuk-nunjuk keras kertas A4 yang menempel di pintu kaca hingga berbunyi Boom-Boom, di atas kertas itu tertulis——
①、Saya, yaitu "Dewi Laut Utara" adalah laki-laki, tak memiliki preferensi khusus!
②、Saya sangat membenci diganggu & berwatak keras. Bagi yang mencari saya, silakan kembali lewat jalan yang sama, atau menanggung akibat sendiri!
“Kening...”
Ekspresi pemuda itu memelas, namun jelas ia cukup berpengalaman: “Aku tahu akhir-akhir ini banyak yang mengganggumu, termasuk orang-orang menjengkelkan. Tapi aku jamin, niatku tulus ingin berteman...”
“Diam! Kamu termasuk yang menjengkelkan itu!”
“Aku cuma...”
“Sudah kubilang aku laki-laki, tak percaya ya!? Atau telingamu tuli?” Wajah Sang Mage sudah hampir rusak parah amarah.
“Penampilanmu seperti ini…… benar-benar manis!” Si pemuda menyeringai.
“Manis…… dasar brengsek!”
“Tidak baik gadis mengucapkan sumpah serapah……”
“Diam! Jangan bilang aku tidak memberi kesempatan, demi menghormati Sang Kepala Stasiun, kuberi waktu tiga detik untuk meninggalkan tempat ini, atau tanggung akibat sendiri!”
“Jangan seperti ini dong……” Si pemuda membuka telapak tangan dengan ekspresi pasrah. Jas biru yang dipakainya terpotong sempurna, tanpa sengaja memperlihatkan arloji mewah di pergelangan tangan. Meski wajahnya biasa saja, "gaya berlagak"-nya cukup berkarisma.
“Bolehkah aku minta kesempatan lagi……”
“Boleh! Tentu saja boleh!!!” Sang Mage nyaris mengatupkan giginya saat mengucapkan kalimat itu, menatap wajah "perayu" si pemuda.
Dengan kasar ia merampas buket bunga di tangan pemuda, Braak! menghantamkannya ke wajahnya. Setengah langkah mundur diagonal, lututnya mengayun deras menghantam perut si pemuda dengan momentum dahsyat.
Semua rangkaian aksi ini selesai sepenuhnya dalam sekejap mata!
Braak! Suara teredam memenuhi udara—
Si pemuda bahkan belum sempat mencerna "Dia menghancurkan bungaku di wajahku", ketika hantaman dahsyat dari perut kembali menyergap. Seluruh tubuhnya melengkung seperti bentuk kuda laut dalam sekejap, wajahnya berganti-ganti dari memerah, keunguan, hingga akhirnya memutih.
Gadis kecil Yu Dian langsung wajahnya pudar ketakutan, buru-buru keluar dari meja resepsionis hendak menghentikan Sang Mage, namun sudah terlambat.
Sang Mage menyambar kerah jas pemuda itu, dengan tarikan ringan membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke tanah.
Bahkan berdiri pun tak mampu!
Gadis kecil Yu Dian berteriak panik: "Jangan dipukul lagi, jangan dipukuli, nanti bisa terjadi sesuatu!"
"Tenang saja, Kak Yu Dian!"
"Aku sangat berpengalaman dalam berantem!"
Sang Mage sama sekali tidak mempedulikan berat badan 150 tael pria itu, tangan kanannya mencengkeram erat kerah jasnya mencegahnya terjatuh ke lantai. Sambil terus menariknya dengan paksa ke arah mobil sport putih, ia tetap mempertahankan posisi pria yang terus menutupi perutnya itu hingga sampai di samping mobil, baru melepaskan cengkeramannya.
Braak!
Pria muda itu terjatuh di tanah, meringkuk di samping mobil sport.
Sang Mage berbalik mengambil buket bunga mawar yang tergeletak, melemparkannya ke samping tubuh pria itu sambil berteriak: "Dengerin baik-baik, gue laki-laki! Laki-laki! Bilang ke teman-teman brengsekmu itu, gue laki-laki! Jangan terus-terusan ganggu gue, atau... gue lumpuhin kalian semua!"
Yu Dian yang berdiri di sebelah terlihat sangat dikejutkan oleh sikap Sang Mage. Ini pertama kalinya ia mendengar Sang Mage menyebut diri sendiri dengan kata "gue"!
Terlihat jelas Sang Mage sedang benar-benar murka hari ini.
Beberapa hari terakhir ini terlalu banyak orang yang datang ke hotel mencari dirinya, hampir setiap hari selalu ada satu dua, bahkan tiga orang yang muncul.
Beberapa orang setelah melihat kertas A4 di pintu dan penjelasan terus-menerus gadis kecil Yu Dian yang berusaha sabar, meskipun merasa terguncang, tetap tidak akan terlalu memaksa. Sebagian lainnya dengan keras kepala menyimpulkan ini mustahil, lalu nekat nongkrong di hotel hingga bertemu Sang Mage dan bergulat cukup lama baru mau mundur.
Ini juga bukan pertama kalinya Sang Mage bertindak.
Sebelumnya ia bahkan mencuri rolling pin Cheng Yun dan meletakkannya di resepsionis. Ketauan oleh gadis Yu Dian, buru-buru ia sembunyikan, khawatir akan membuat masalah.
Awalnya Cheng Yun masih menegurnya, namun seiring seringnya kejadian seperti ini, akhirnya ia memilih acuh tak acuh.
Gadis Yu Dian tak bisa menahan kekhawatiran—
Besok sudah ganti shift. Tanpa dirinya yang siang hari menyaring sebagian pengunjung di resepsionis, membiarkan Sang Mage duduk manis di sana, apa tidak akan ketahuan?
Tiba-tiba, Cheng Yun dan si loli baru datang tergesa-gesa.
Melihat ke arah luar pintu, seorang pemuda yang menopang pintu mobil sport mencoba berdiri terhuyung-huyung, ditambah bunga mawar yang berserakan di tanah, Cheng Yun menghela napas. Ia melirik Sang Mage yang masih marah di sebelahnya, memilih diam.
Sebaliknya, Sang Mage membentak: "Sial! Kapan hari-hari seperti ini akan berakhir?!"
Cheng Yun merenung sejenak: "Kemarin Cheng Yan sudah mengumumkan di media sosial bahwa kamu laki-laki dan meminta orang jangan mengganggumu. Kok masih banyak yang datang? Jangan-jangan tipe orang yang datang sekarang sudah berubah?"
"Berganti tipe? Tipe apa?" Sang Mage tampak bingung.
"Lupakan!" Cheng Yun cepat-cepat menggelengkan kepala. Tatapannya beralih ke pemuda yang sudah membuka pintu mobil sambil meringis kesakitan. Tiba-tiba sebuah Brabus offroad modifikasi mendekat.
Mobil itu berhenti di depan hotel juga. Dari dalam turun Feng Han, Lin Yuanwu, dan Zhu Jiayan.
Ketiganya mengerutkan alis melihat Audi R8 di samping dan kelopak bunga di tanah, berjalan ke pintu hotel, lalu melihat ekspresi Sang Mage. Setelah tertegun sejenak, pandangan mereka mengikuti arah tatapan para karakter menuju pemuda yang sedang masuk ke mobil sport.
Feng Han tiba-tiba tersenyum, menemukan situasi ini menarik.
Zhu Jiayan diam-diam mengamati ekspresi Lin Yuanwu.
Wajah Lin Yuanwu terlihat tidak nyaman, namun ia segera menutupinya. Bertanya pada Sang Mage: "Kabarnya akhir-akhir ini banyak orang mencarimu?"
Sang Mage menjawab: "Bukan urusanmu!"
Lin Yuanwu mengabaikan sikapnya, hanya menghela napas: "Orang-orang Jinguan sudah kuberi tahu tentang situasimu. Tapi yang datang dari kota sekitar ini tidak kukenal. Kebanyakan mereka mengenalmu secara daring, lalu terpancing tren dadakan dan datang tergesa-gesa. Aku pun tak bisa mengontrol."
"Aku bisa mengatasinya sendiri!"
"Bagaimana caranya?"
"Lihatlah, orang-orang bodoh ini bukannya sudah pergi?"
"Kau memukulnya?" Lin Yuanwu teringat ekspresi wajah pemuda itu yang tampak tak enak. Setelah ragu sebentar, dia melanjutkan, "Kalau kau sudah memukul orang, bagaimana jika dia menyimpan dendam dan diam-diam mencari kesempatan untuk membalasmu?"
"Bukan urusanmu!"
"Eh... Maksudku, sebenarnya untuk hal seperti ini kau bisa meminta bantuanku. Soal bertarung, aku cukup ahli. Untuk anak laki-laki yang bersih dan menawan sepertimu... tidak pantas ikut turun tangan."
Sang Mage mengerutkan kening sambil memandangnya, "Untuk tipe seperti kau, dengan satu tangan saja aku bisa lawan tiga orang sekaligus!"
Lin Yuanwu tertegun, tak mampu membantah.
Di sebelahnya, Feng Han memberikan isyarat mata: Kalau dia tidak mau kau ikut campur, jangan maksa menempelkan pantat ke permukaan dingin!
Di saat yang sama, keraguan mulai menyelinap di hatinya—
Bukankah temannya ini biasanya bukan tipe yang suka menempelkan pipi panas ke pantat dingin orang lain?
Lin Yuanwu pun diam seribu bahasa.
Sementara Zhu Jiayan yang di sampingnya sudah paham situasi. Secara lahiriah dia tetap diam, namun di dalam hati terus-menerus meratapi nasib Lin Yuanwu dan para pemuda itu——
"Menantang siapa yang tidak baik, takkan pergi menantang pemain!"
"Beruntung hanyalah kesetiaan yang sia-sia, nasib sial... khawatir akan diserbu seperti monster liar!"
