Karena musim semi, cahaya keemasan sore masih memancarkan kelembutan.
Warna langit terlihat pucat, di persimpangan antara biru dan hijau, di kejauhan ufuk melayang awan putih yang membentuk gumpalan padat.
Cheng Yun menguap dengan malas.
Si loli kecil juga ikut naik bersamanya.
Di pinggiran balkon atap gedung duduk beberapa orang, manis di dekat kolam ikan, sambil menyeruput teh dan mengunyah kuaci mereka mengobrol. Cheng Yun bisa mendengar mereka membicarakan "Dewi Laut Utara yang ternyata laki-laki", juga menyebut-nyebut soal pendekar wanita dan loli kecil.
Cheng Yun memandang sekeliling arena atap, lalu mencari sudut lain untuk duduk, membentangkan laptop di meja kopi dan mencabut pulpen.
Si loli kecil melompat ke atas meja kopi, memalingkan wajah dengan ekspresi tidak puas ke arah grup itu, lalu berbaring di permukaan meja.
Sebenarnya menurut tradisi yang berlaku, setiap kali Cheng Yun menulis buku harian, ia akan lari ke tepi kolam ikan dan berbaring, menatap ikan mas hias di dalamnya dengan tatapan kosong. Tapi karena sekumpulan orang biasa yang membuatnya pusing dan jengkel itu duduk di sebelah sana, sampai-sampai ia bahkan tak ingin melihat ikan mas hias lagi.
Cheng Yun memegang pulpen sambil berpikir sejenak, lalu mulai menulis.
Ujung pena menggores kertas tebal, mengeluarkan gemerisik, meninggalkan jejak tinta hitam yang membentuk karakter-karakter terdistorsi dan aneh satu per satu.
14 Maret 2018, Rabu, cerah.
……
Ia berkata padaku: "Kepala stasiun, ke depannya beberapa hari ini akan mengganggu."
……
Satu halaman kertas cepat terisi penuh.
Saat tulisan terdistorsi ini memenuhi kertas, tersusun begitu padat namun rapi, ternyata memiliki keindahan yang mengesankan.
Cheng Yun tak bisa menahan kepuasan diri: "Rupanya selama ini tulisan kepala stasiun semakin bagus saja!"
Whoosh! Ia membalikkan halaman baru. Saat hendak menurunkan pena, tanpa sengaja mengangkat kepala dan melihat si loli tengah berbaring di atas meja kopi depannya. Satu cakar kecil terulur ke depan sementara satunya tertindih di bawah tubuhnya, diam-diam menatapnya.
Matanya menyipit setengah, ekspresi malas seolah ingin tertidur, namun pandangannya tak lepas darinya.
Cheng Yun tertegun sejenak, lalu tersenyum. Tangan kanannya mengusap-usap kening si loli sebelum kembali fokus ke laptop, melanjutkan catatan harian hari ini.
Hari ini tanggal 15, baru setengah hari berlalu.
……
Entah sejak kapan, rombongan di meja sebelah kolam ikan kecil itu telah pergi tanpa mengganggu Cheng Yun yang asyik menulis. Si loli pun masih berbaring mengantuk di meja kopi sambil menyaksikan goresan tintanya, sambil terus berjuang melawan kantuk.
Tiba-tiba, ia memutar kepala ke arah samping.
Penglihatan tepi Cheng Yun menangkap pergerakan si loli. Ia melirik ke arahnya, lalu memalingkan wajah mengikuti arah pandangnya menuju mulut tangga.
Terlihat Cheng Qiuye sedang mengusap kepalanya sambil naik. Matanya menyipit menatap matahari di langit, lalu menunduk. Langkahnya goyah memasuki taman, mencari kursi rotan terdekat dan terduduk dengan lemas. Kepalanya terjatuh ke belakang bagai orang yang tak berguna.
Cheng Yun mengerutkan kening. Laptopnya ditutup sambil berteriak: "Cheng Qiuye!"
Tak ada reaksi dari Cheng Qiuye.
Cheng Yun mencoba lagi: "Cheng Tongtong!"
Barulah Cheng Qiuye seperti tersadar ada yang memanggil. Kepalanya limbung terayun saat menatap ke arah Cheng Yun.
Tiba-tiba matanya membelalak lebar.
Cheng Yun hanya bisa menghela napas pasrah.
Cheng Qiuye menarik napas dalam-dalam, beberapa saat kemudian menghembuskan gas keruh itu perlahan. Ia kemudian menopang diri pada sandaran kursi rotan dan berdiri, melangkah goyah ke arah Cheng Yun lalu duduk. Dengan lesu ia menatap tajam: "Memanggil Kakak untuk apa..."
Cheng Yun menarik sudut bibir: "Ini... kamu diracun ya?"
Cheng Qiuye mengerahkan sisa tenaga untuk melotot ke arahnya: "Efek samping... efek samping obat..."
"Hm? Setiap kali selalu begini?"
"Iya..."
"Eh..." Cheng Yun tertegun. Mengapa setelah minum obat ia bisa bangun tanpa masalah, jangan-jangan ini masalah fisik?
"Kau menulis apa?" Cheng Qiuye menyipitkan mata melihat laptop di meja. Padahal saat ini ia sama sekali tak punya tenaga, tapi tetap berusaha menunjukkan sikap kakak: "Bicara padaku!"
"Bualan." Cheng Yun berlaku kasar. "Ngapain kamu naik ke sini?"
"Ah, aku naik ke sini untuk duduk-duduk, cari udara segar, berjemur..." Cheng Qiuye merebahkan diri sepenuhnya di kursi rotan, postur proporsional dan berlekuk-lekuknya sangat mencolok mata.
"Laper nggak?" tanya Cheng Yun.
"Laper..."
"Aku menyisakan sedikit nasi siang tadi, nggak tahu kapan kamu bangun. Aku turun dulu menghangatkan." Cheng Yun mengucapkan sambil mengambil laptop lalu berdiri.
"Oh, pergilah."
“……”
Cheng Yun turun tangga dengan wajah tak tahu harus berkata apa.
Loli kecil masih berbaring di atas meja kopi, menoleh menatap tajam punggung Cheng Yun, terik matahari membuatnya mengantuk.
Baru setelah siluet Cheng Yun menghilang di mulut tangga, ia dengan limbung menyipitkan mata.
Cheng Qiuye beristirahat sejenak, akhirnya memulihkan sedikit kondisi mental. Ia menarik napas dalam-dalam lalu mengalihkan pandangan ke loli yang tertidur di meja kopi.
Padahal cuaca akhir-akhir ini sudah mulai cukup hangat, si loli kecil masih mengenakan rompi pendek berwarna krem. Di bagian atas rompi itu tergambar tulisan berwarna merah muda dengan frasa seperti "Wang sangat galak, LARANGAN MENYENTUH", bahkan di bagian bawahnya ada terjemahan bahasa Inggris.
Rompi kecil itu memiliki dua saku di kiri dan kanan. Salah satu sakunya berisi beberapa butir kacang tanah, sementara saku lainnya menyimpan beberapa permen daging sapi.
Dari sudut pandang ini, Cheng Qiuye bisa melihat wajah yang sangat cantik si loli kecil. Sebagai seorang gadis, ia sulit menahan godaan ini.
Hanya dengan mengingat karakter kegarangan kucing ini dan berbagai keanehan yang membuat bulu kuduk merinding, barulah ia bisa menahan diri.
Tapi saat ini makhluk itu sepertinya sudah tertidur...
Dalam kondisi berkunang-kunang, entah saraf mana yang error, Cheng Qiuye tiba-tiba mengulurkan tangannya menuju si loli kecil, seolah ingin meraba...
Gesek!
Loli langsung membuka mata, menatap tajam ke arahnya.
Di atap gedung cahaya keemasan tetap bersinar, tapi kehangatan sekeling tiba-tiba dingin secara misterius, membuat Cheng Qiuye menggigil kedinginan.
Dia langsung sadar, menarik kembali tangannya. Melihat loli dengan wajah cantik luar biasa namun dingin, Cheng Qiuye merasa atmosfer sekeling seperti ada makhluk jahat yang muncul - bukan iblis biasa, melainkan BOSS besar!
Bulu kuduk merinding!
"Di dunia ini tidak ada hantu atau iblis, tidak ada..."
Cheng Qiuye terus menerus mengingatkan diri sendiri di dalam hati.
Tiba-tiba, aroma wangi berdatangan.
Cheng Qiuye memalingkan wajah dan melihat Cheng Yun memanggul beberapa piring naik ke atas, lengannya masih menjepit semangkuk kecil nasi.
Langsung dia merasa seperti melihat penyelamat!
“Yo? Sudah sadar?” Cheng Yun meliriknya, meletakkan dua piring di meja kopi dan nasi di hadapannya, bahkan menyusun sumpit untuknya, "Aku menyisakan setiap jenis lauk untukmu, cepat makan."
Cheng Qiuye menatap ke arah meja kopi, sambil melirik si loli kecil.
Loli kecil itu menguap lemas, tatapannya tak lagi tajam seperti sebelumnya. Ia menghirup napas, melirik makanan dan Cheng Yun, lalu bangkit berpindah ke meja kopi lain untuk melanjutkan tidur siangnya.
Jika hanya melihat adegan ini, ia benar-benar terlihat seperti kucing cantik yang patuh, jenis yang bahkan tak mencuri makanan sekalipun.
Ekspresi wajah Cheng Qiuye terlihat sangat aneh.
Apakah tadi itu hanya ilusinya sendiri?
Tiba-tiba Cheng Yun menatapnya dengan bingung: "Makanlah, kenapa tertegun? Tersentuh?"
Cheng Qiuye kembali sadar, ia tak ingin memberitahu Cheng Yun bahwa dirinya ketakutan oleh kucing. Ia mengangguk, memaksakan senyum mengembang: "Iya, adik memang baik pada kakak. Kakakmu ini sangat tersentuh. Kemarilah, biar kakak remas pipimu sebagai tanda terima kasih."
Wajah Cheng Yun langsung gelap: "Tak biasa kau! Semalam aku nonton drama yang kumainkan, bahkan di TV pun tak ada yang seenak ini!"
Cheng Qiuye langsung berbinar, mengangkat kepala: "Kau nonton drama peranku?"
Cheng Yun mengangguk: "Iya, membuatku jijik setengah mati."
Cheng Qiuye: "......"
Menunduk, menyantap nasi, sejak itu tak bicara sepatah pun.
Namun ia cukup paham, setelah makan langsung mencuci piring sendiri.
Kemudian Cheng Yun memanggil Daois Changyao ke atas, memasang kompor guokui, mulai mengajarinya membuat guokui.
Sementara Cheng Qiuye di sisi lain atap gedung berlatih vokal dengan suara barunya.
Bakat Daois Changyao dalam mempelajari seni masak sangat memprihatinkan. Konon ia belum pernah memasak, hanya memanggang daging di alam liar dengan cara membakar hingga tidak mentah, lalu menaburkan garam. Jika tak ada garam, ia memeras air dari "Daun Cangsong Hitam" sebagai pengganti, yang juga bisa memberikan rasa asin.
Dibandingkan keahlian Jenderal Li, ia berada di kutub berlawanan yang ekstrem.
Yang paling parah... Ia sama sekali tidak menggunakan hati!
Cheng Yun mengajarinya hampir setengah sore, dengan susah payah membuatnya paham teknik meracik adonan dan konsep dasar pembuatan adonan.
Dengan cara ini, Cheng Yun memperkirakan bahkan jika ia bisa membuat guokui, rasanya mustahil enak - selamanya takkan bisa menyaingi Jenderal Li. Bahkan dibanding pedagang guokui biasa pun ia kalah, atau mungkin tak bisa mengalahkan versi dirinya sendiri.
Cheng Yun menggelengkan kepala, berkata: "Besok akan kuajarkan lagi. Simpan dulu kompornya."
Daois Changyao mengangkat labu dan meneguk arak Sprite, dengan ekspresi masa bodoh namun mengangguk: "Terima kasih atas bantuannya, Kepala Stasiun."
Cheng Yun menghela napas, memindahkan ember penuh guokui ke bawah.
Guokui-guokui ini semua buatannya, Daois Changyao cuma nonton sambil makan, Cheng Yun tidak berani memberinya kesempatan mencoba. Penghuni penginapan juga takkan sanggup menghabiskan sebanyak ini, dia berencana membagikan sebagian secara gratis kepada tamu hotel.
Setelah makan malam, Yin Nuxia termenung sejenak, tepat pukul tujuh setengah membuka live streaming lagi.
Akhir-akhir ini popularitas siarannya naik sedikit, dapat banyak penggemar baru. Bagi penyiar baru yang muncul tiba-tiba tanpa latar belakang, ini sudah merupakan pencapaian yang tak terpercaya.
Yin Nuxia seperti biasa menyatukan tinju memberi salam ke penggemar: "Semua teman baik, aku Feiyu Nuxia!"
Lalu dia diam sesaat, seolah sedang memikirkan cara berbicara, baru setelah beberapa saat berkata: "Hari ini aku mau mencoba Canyon's Peak, kualifikasi sudah ku dapat. Aku juga lumayan penasaran seberapa hebat orang-orang di server spesial ini."
Penonton di live streaming langsung gempar, seolah semua sudah melihat Nuxia menghajar semua Dewa ternama itu.
Tentu ada juga yang meragukan, ada yang membela nama baik para peringkat atas Canyon's Peak.
Nuxia berpikir sejenak, lalu berkata: "Tetap pakai aturan lama, kalian mau lihat wajah silakan, mau lihat tangan juga boleh... Awalnya mau ke server Korea, tapi anak buahku belum siapkan akun, nanti beberapa hari lagi baru kesana."
Biasanya fans cuma datang demi wajah penyiar, tapi live streaming Yin Nuxia berbeda——
Banyak yang minta lihat wajah Yin Nuxia di komentar langsung, tak disangka yang minta lihat gerakan tangannya juga banyak!
Ini membuat Yin Nuxia yang sedang menatap tajam komentar langsung terjebak dalam dilema berat.
