“Halo Adik Junior Perempuan, nama saya Jet Li.”
“666……”
“E... itu, saya dari departemen olahraga tingkat dua, menteri kalian itu teman sekamar saya.” Jet Li berjongkok di bawah sebatang pohon sambil memeluk ponselnya mengobrol.
“A... kamu wakil menteri departemen olahraga itu ya?”
“E... iya.”
“Salam Saudara Senior, ada perlu apa mencari saya?”
“Itu... saya cuma mau tanya, Cheng Yan itu teman sekamarmu ya?”
“...... Iya, mau ngejar dia ya?”
“E... saya mau cari tahu situasinya.”
“Paham paham.”
“Terima kasih ya Adik Junior.” Jet Li mengirim ekspresi canggung, beberapa saat kemudian mengirim bingkai merah.
“Bingkai merah tidak usah, tanya saja langsung, lagipula saya perkirakan tidak ada harapan.”
“Mengapa? Dia sudah punya pacar? /fd”
“Pacar? Saya juga berharap dia punya pacar, seluruh kamar kami selalu menantikan hari ini.”
“Lalu kenapa?”
“Tidak ada, tanyakan saja.”
“E... dia punya hobi apa sehari-hari?”
“Suka fitness, lari, latihan beladiri, gulat dan Brazilian Jiu-Jitsu, konon sedang bermain Mixed Martial Arts. Ia sering nongkrong di Gym Kafei. Rumah kita punya hotel tidak jauh dari gerbang sekolah belakang, dia juga sering pulang ke hotel.” Deng Xuhong hampir membalas dalam hitungan detik.
“MMA? Seekasar itu?” Li Lianjie tertegun, Gym Kafei juga pernah didengarnya, sepertinya lumayan mahal, setidaknya tempat fitness biasa dia ada di gym ekonomis milik saudara senior lulusan dekat gerbang sekolah belakang.
“En!”
“Masih ada lagi?”
“Membaca buku.”
“Baca buku apa? Novel?”
“Kadang iya, kadang juga hal lain, lagipula kami juga tidak terlalu mengerti. Dia suka baca versi bahasa Inggris, banyak yang tebalnya bagai batu bata, selain sastra dan sejarah klasik, masih ada buku biologi, fisika, filosofi dan matematika, percayalah, buku-buku itu meski setiap katamu pahami, tetap takkan kaumengerti jika digabungkan.” Deng Xuhong tetap membalas dalam hitungan detik.
“Sepertinya sangat suka belajar ya……”
“Coba pikirkan apa hobi bersama kalian, Kakak ganteng.” Deng Xuhong membalas.
“……”
Hobi bersama nih……
Aku suka ke warnet, minum arak dan nongkrong di bar sambil merayu cewek…
Bibir Li Lianjie berkedut, di hatinya tiba-tiba merasakan seberkas ketidakberdayaan. Ini pertama kalinya ia merasa begitu jauh dari seorang siswi.
Dengan tidak menyerah ia bertanya lagi: "Tidak ada hal lain lagi?"
Deng Xuhong terus membalas cepat: "Ya segitu aja kayanya, biasa dia kembali ke hotel, ke gym. Jarang di asrama, meski ada juga enggak kayak kita yang nonton drama atau main game, cuma baca buku terus. Ah iya dia suka banget elus-elus kucing, tapi jangan berharap, di rumahnya udah punya loli tercantik dan termanis sedunia."
"Jari-jemarimu secepat cahaya ya…"
"Oh ini aku langsung copy dari orang lain. Yang nanya info Cheng Yan kebanyakan banget, lagian pertanyaan kalian juga mirip-mirip, biasanya aku langsung copy aja."
“Kalimat ini juga hasil salinan?”
“Ya.”
“……Terima kasih.”
Li Lianjie menarik napas dalam-dalam, menggelengkan kepala lalu meletakkan ponselnya.
Ini sialan...
……
Kembali ke hotel, Cheng Yan mengangkat kertas di tangannya, bertanya: “Kak Yu Dian mau makan kepala kelinci?”
Gadis kecil Yu Dian ragu-ragu, lalu melirik Tang Qingying.
Tang Qingying buru-buru menggelengkan kepala: “Jangan lihat aku, aku tidak makan!”
Cheng Yan mengangkat bahu, lalu berlari ke luar untuk bertanya pada Daois Changyao.
Cheng Yun dan Yin Nuxia membawa daging dan sayuran naik ke lantai atas.
Tak lama kemudian, Cheng Yan juga naik. Melihat Yin Nuxia sedang mengiris bahan makanan sementara Cheng Yun melumuri bumbu pada daging, si loli berjongkok di samping menjadi penonton. Dia mengeluarkan piring berisi dua kepala kelinci dan meletakkannya di tepi tungku: “Kutaruh di sini, kalau sempat makanlah.”
Cheng Yun mengangguk: “Baiklah.”
Yin Nuxia melirik kepala kelinci dengan penglihatan tepi, menarik napas dalam dua kali sambil menelan air liur.
Loli di samping melihat diam-diam——
Dua kepala kelinci, dua manusia...
Wang makan tanah?
Tiba-tiba Cheng Yan mendekat ke sisinya, menggoyangkan kepala kelinci beraroma harum di depan matanya dengan nada bicara penuh godaan: "Mau tidak makan ya?"
Loli tertegun memandanginya. Sesaat kemudian, pandangannya mulai mengikuti gerakan kepala kelinci di tangannya.
Seketika loli menggelengkan kepala keras-keras, kembali sadar lalu melototi Cheng Yan dengan tidak puas——
Manusia jahat, berani menginjak-injak harga diri Wang!
Kau anggap Wang sebagai apa??
Baru ingin marah, Cheng Yan sudah mengeluarkan mangkuk makan kucingnya, memasukkan kepala kelinci lalu menyodorkannya: "Cepat makan! Aku pilih yang paling pedas, pasti sangat kamu sukai hahaha!"
Bersamaan dengan itu Cheng Yun di sebelah juga memberikan nasihat: "Tulang jangan dimakan, cuma boleh makan dagingnya."
Loli: "Huu..."
Saat Cheng Yun selesai memasak dan turun ke lantai bawah, terlihat orang-orang di bawah sedang mengelap minyak di tangan dengan tisu toilet, terutama seorang "gadis cantik yang pasti tidak makan" dengan ekspresi penuh kenikmatan.
Sudut mata Cheng Yun berkedut dua kali.
Menjelang sore, ia tidur siang sebentar, lalu duduk di atap gedung bermain ponsel, dan ketika turun hari sudah senja.
Cheng Yun melihat Cheng Yan dan Tang Qingying bersandar di pintu kaca sambil menatap ke luar, punggung dua gadis cantik itu begitu anggun. Ia tak bisa menahan keraguan: "Kalian ngapain di pintu?"
Cheng Yan menoleh tajam padanya, lalu mengalihkan pandangan kembali.
Tang Qingying menatapnya dengan mata berbinar: "Kami sedang mendengar kisah Paman Ketiga Yin."
"Hmm... tambah dua penonton lagi ya?"
Cheng Yun ikut mendekat ke pintu, berdesakan di antara mereka sambil mengintip ke luar.
Tiba-tiba jumlah murid SD yang berkumpul di depan lapak Daois Changyao bertambah dua tiga orang, tapi tidak, salah satu murid SD jelas-jelas palsu – Yin Nuxia duduk di bangku kecil di tengah kerumunan murid SD, sementara yang lain berdiri. Hanya dia yang duduk. Namun meski begitu, posturnya yang hampir sama tinggi dengan anak-anak ini tetap tertutup rapat.
Kaum muda zaman sekarang semakin tinggi dari generasi ke generasi. Syukurlah ini cuma sekelompok murid SD, kalau siswa SMP atau SMA yang biasa memiliki tinggi seratus tujuh puluh, delapan puluh sentimeter, pasti membuat Yin Nuxia sangat tidak nyaman.
Di sampingnya juga berdiri seorang pemuda bersih dan menawan. Sama seperti murid-murid SD lainnya, dia juga memegang guokui sambil fokus membatu tanpa berkedip menatap Daois Changyao.
Cheng Yun terlihat heran: "Wah, ramai juga ya..."
Tang Qingying menoleh padanya, senyumnya membuat matanya menyipit seperti dua jembatan lengkung: "Jangan salah, cerita Paman Ketiga Yin memang beraroma khas!"
Cheng Yan juga mengangguk: "Lumayan menarik."
Lalu Daois Changyao melanjutkan, "Pemuda itu pun berbalik masuk ke dalam rumah. Saat keluar kembali, di tangannya telah tergenggam mangkuk pecah berisi air jernih yang disodorkan pada orang tua itu. Ia berkata: Rumah kita miskin, tak punya harta lain. Sudah semestinya menghidangkan satu dua roti kukus untuk Yang Tua, namun kini hanya bisa merelakan secangkir air seperti permintaanmu. Sungguh memalukan."
"Orang tua itu mengucap terima kasih, meneguk setengah air, lalu berdiri termangu mengamati si pemuda."
"Pemuda itu yang kebingungan pun bertanya alasannya."
"Sang tua hanya tersenyum dan balik bertanya: Bersediakah kau meraih umur panjang?"
Begitu kalimat itu terucap, puluhan murid SD serentak membelalakkan mata.
"Waah?"
"Apa orang tua itu dewa?"
Di saat bersamaan, kalimat itu bagai ledakan dahsyat dalam benak Zhu Jiayan. Ia terpaku menatap sosok Daois Changyao yang bagai karakter dari game immortal terhormat.
Bersediakah meraih umur panjang?
Bersediakah meraih umur panjang?
Bersediakah meraih umur panjang?
……
Rupanya masih ada "dunia immortal" lain di luar sana?
Zhu Jiayan menyelipkan sisa satu potong guokui ke mulut sambil mengunyah, gejolak batin sulit diredam.
Tiba-tiba Daois Changyao dengan tajam menangkap kehadirannya, buru-buru menunjuknya: "Si 'itu', sudah habis makan ya? Ayo beli lagi, jangan malu-malu, sampai kenyang."
Zhu Jiayan tertegun sejenak, namun dengan ketegasan mengangguk: "Bagus!"
Mengeluarkan uang, membeli satu lagi, terus melakukan perlawanan dengan guokui tak terkalahkan yang mustahil dimakan ini.
Daois Changyao menatap tajam sambil tersenyum mengembang di bibir, bertanya: "Enakkah?"
"Enak banget! Sungguh harum!"
"Bagus kalau begitu, bagus."
Daois Changyao menyapu sekilas semua murid SD di lokasi, berteriak: "Dua yang mengkerut di belakang itu, kenapa belum beli guokui? Khususnya si pria gemuk kecil itu, jangan ngumpet! Aku sudah hapal wajahmu! Setiap hari harus kucubit dulu baru mau beli!"
Dua murid SD berdiri kaku di tempat dengan wajah penuh kebimbangan. Lama sekali, akhirnya dengan berat hati, dengan ragu-ragu mendekat.
Pria gemuk berbalik membelakangi Daois Changyao, diam-diam meraba-raba di sakunya lama sekali, mengeluarkan dua lembar uang 1 yuan dan satu lembar 0,5 yuan yang kusut, pandangannya menghindar saat menatap Daois Changyao: "Aku cuma punya dua koma lima..."
Daois Changyao dengan santai berkata: "Ya sudah ya sudah! Setiap hari cuma dua koma lima..."
Murid SD yang kurus lainnya dengan penuh kewaspadaan bertanya: "Paman, apa boleh saya kasih uangnya... tapi tidak mau guokui-nya?"
Daois Changyao: "......"
Beberapa saat kemudian dengan serius ia menolak: "Tidak boleh! Lihat dirimu sudah sekurus apa, masih pilih-pilih makanan! Kalau terus begini, seumur hidup akan tetap sekurus dan seekcil ini!"
Sambil bicara, ia melirik Yin Nuxia.
Yin Nuxia yang terus memerhatikannya menerima pandangan itu, wajahnya dipenuhi kebingungan.
Tiba-tiba, para murid SD mulai mendesak Daois Changyao.
Daois Changyao yang telah menjual tiga guokui lagi merasa hatinya bersemangat. Setelah merenung sejenak, ia melanjutkan wejangan: "Pemuda itu awalnya juga tak mengerti. Tiba-tiba orang tua itu tersenyum tipis, mengangkat mangkuk pecahnya dan menyiramkan air setengah mangkuk ke langit. Seketika air berubah menjadi logam mengkilap, menghujam bumi dan memecahkan butiran-butiran air."
"Hei! Itu sama sekali bukan butiran air! Bukan air yang berubah jadi logam mengkilap!"
"Butir-butir bulat sempurna itu menggelinding menuruni tanjakan, berdenyut-denyut keemasan. Jelas-jelas itu adalah kacang emas!"
"Kita jadi kaya!" seru murid-murid SD dengan mata membulat penuh kekaguman.
Daois Changyao menunjukkan sikap meremehkan: "Itu cuma ilusi belaka. Si pemula awalnya tak tahu, terkejut seperti kalian. Saat itu si tua kembali tersenyum licik padanya dan bertanya: Bersediakah kau meraih umur panjang?"
"Beberapa hari yang lalu aku sudah menceritakan latar belakang keluarga si pemuda dan berbagai masalah yang dialaminya sejak kecil kepada kalian para bocah kecil ini. Dalam hidup manusia biasa yang hanya puluhan tahun ini, tak ada yang bisa lolos dari siklus kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Pemuda itu pernah menyaksikan neneknya yang sudah renta, melihat orangtua dan bibinya merintih kesakitan sambil menjual harta warisan - hingga ketika harta terakhir habis terjual, mereka mati dalam penderitaan! Makanya tanpa pikir panjang dia langsung setuju!"
"Berharap mendapat umur panjang..."
Daois Changyao bergumam pelan mengulangi kalimat itu. Ia mengangkat pandangan ke langit, nada bicaranya dipenuhi perasaan terharu.
Tapi sudut matanya menyembulkan senyum lebar. Di hatinya, entah lebih banyak nostalgia atau justru merasa pemuda waktu itu terlalu naif dan menggelikan.
Yin Nuxia bersungut-sungut, "Kapan kau ceritakan latar belakang keluarganya? Aku setiap hari di sini... mengawasimu, tapi tak pernah dengar cerita itu!"
Seorang murid SD di sampingnya meliriknya, dengan ekspresi bangga di wajah berkata: "Kamu datang belakangan kan, ceritanya sudah dijelaskan beberapa hari lalu, kamu tidak dengar."
Yin Nuxia segera mengerutkan kening.
Perasaan seperti melewatkan beberapa episode serial TV...
