22 April, Minggu.
Tang Qingying pulang semalam, sangat larut. Bus besar langsung sampai di bawah asrama. Lalu Cheng Yan mengendarai sepeda motor listrik Yin Nuxia untuk menjemputnya.
Pagi buta, cuaca cerah.
Yin Nuxia menghitung waktu bangun, selesai mandi langsung lari ke kamar kepala stasiun yang sedang mempersiapkan sarapan.
Tirai jendela kaca telah dibuka lebar, cahaya pagi yang lembut mengalir deras melalui jendela memenuhi seluruh ruang tamu kecil dan dapur. Makhluk kecil itu merangkak di dekat kandang hamster, dengan cermat menggulirkan sebutir kacang tanah ke dalam kandang lalu mundur dua langkah sambil mengintai diam-diam hamster yang sedang menyantap makanannya. Setelah hamster melahap kacang itu, ia maju lagi menggulirkan butiran berikutnya.
Dari caranya bersikap, lebih mirip pemburu yang sedang mengintai daripada sekadar memberi makan hamster.
Sang Kepala Stasiun dengan mengenakan celemek sibuk memotong-motong sayuran.
Pagi yang lagi-lagi terasa biasa namun penuh kedamaian.
"Ha~~"
Yin Nuxia meregangkan badan sambil tersenyum santai, "Pagi, Kepala Stasiun."
Cheng Yun membalas senyum tipis, "Pagi."
Loli kecil yang sedang memberi makan hamster di sudut ruangan menoleh sekilas mendengar suara itu, tapi segera kembali memusatkan perhatian pada hewan peliharaannya.
Yin Nuxia tersenyum kecut sambil merapikan lengan bajunya: "Kepala stasiun lepaskan, biar aku yang memotong!"
Cheng Yun mengangkat bahu, lalu menyerahkan ruang operasi padanya.
Bunyi dor-dor riang segera memenuhi udara.
Setelah sekian lama di planet ini, kehidupan monoton ini tetap terasa begitu mengesankan bagi Yin Nuxia - bagaikan memakan krim kocok. Setiap kali mengingatnya, senyum mengembang tak tertahankan. Saat mengenang masa lalu, masa kini terasa seperti mimpi indah. Dulu ketika terjun ke dunia persilatan, pagi hari selalu dibangunkan oleh dingin atau lapar. Membuka mata melihat atap rumah pinggir jalan, langit-langit kuil berdebu penuh jaring laba-laba, atau ranting pohon. Sekarang? Selimut hangat dan seseorang yang menyiapkan sarapan untuknya.
Bagaikan mimpi.
Andai saja Yin Nuxia tidak tahu bahwa imajinasinya tak sebaik ini, hampir saja ia mengira Bumi hanyalah ilusi semata.
Tiba-tiba, di pintu muncul siluet ramping dengan senyum manis nan nakal, seolah kehadirannya langsung membuat udara terasa lebih hidup dan riang.
"Pagi, Kakak Ipar!"
"Wah Kak Yin Dan juga ada di sini! Pagi juga, Kak Yin Dan!" Tang Qingying melambaikan tangan.
"Guru Yao Yao? Kapan kamu kembali?" Yin Nuxia mengalihkan pandangan dari Sang Kepala Stasiun, tangannya tetap sibuk memotong sayuran.
"Semalam. Hati-hati dengan pisau."
"Jam berapa semalam?"
"Sekitar pukul sebelas lebih mendekati dua belas. Bukannya Cheng Yan meminjam motor listrikmu untuk menjemputku? Awas jangan sampai terpotong jarinya."
"Oh aku hampir lupa." Yin Nuxia berkata. Wajar saja bangun tidur lalu lupa kejadian larut malam, pikirnya sambil melanjutkan, "Kalau tidak salah, waktu itu aku sedang menonton film hantu bersama Lianxin."
"Jangan-jangan kamu ketakutan sampai minta Kakak Ipar membuatkan Air Mantra ya?"
"Omong kosong! Mana ada!"
"Lha waktu itu kan, waktu itu..."
"Kemarin malem kamu pulang naik Xiao Bai-ku, Xiao Bai-ku cantik kan?" tanya Yin Nuxia.
"Tiba-tiba ganti topik..."
"Aku lagi nanya lho." Yin Nuxia berkata dengan serius.
"Ngomong-ngomong! Lukisan yang kubawa untukmu!" Tang Qingying berbalik dan segera melesat pergi setelah berkata demikian.
"Belum jawab pertanyaanku..."
Yin Nuxia bergumam sambil menatap punggungnya yang menjauh.
Tak lama kemudian, Tang Qingying kembali membawa lukisan berukuran A3 yang sudah dibingkai: "Nih, hadiah untukmu."
Yin Nuxia menerimanya, matanya berbinar - persis lukisan yang dilihatnya di video itu.
Melihat langsung, tetap saja menurutnya lukisan ini benar-benar bagus!
Tang Qingying tersenyum penuh tanya: "Suka kan?"
Yin Nuxia mengalihkan pandangan dari lukisan ke tubuh Tang Qingying, terkekeh: "Terima kasih Guru Yao Yao, juga buat si Da Shi itu."
Tang Qingying tersenyum: "Kalau kau benar-benar suka dan ingin berterima kasih padanya, kau bisa menyebut namanya saat live streaming. Dia tonton siaranmu setiap hari. Menyebut namanya di live streaming pasti sangat memuaskan rasa ego pemuda kecil."
"Ide bagus!"
"Sana simpan lukisannya."
"Baik!"
Yin Nuxia berjalan sambil terus menunduk memeriksa lukisan. Dia tidak mengerti seni lukis, tapi karena ada dirinya dan Fiora dalam gambar, menurutnya ini luar biasa. Untuk latar belakang, komposisi dan Lapisan spiritual, dia hanya bisa bilang bagus tanpa tahu detailnya.
Memandang Fiora yang berdiri gagah dengan pedang penuh kesombongan, tiba-tiba bayangan keraguan muncul di wajah Yin Nuxia.
Biarkan dunia menyaksikan kilaunya...
Di belakangnya, Tang Qingying sudah mendekati Cheng Yun dengan yakin: "Kakak ipar pasti merindukanku kan!!"
Cheng Yun menjawab dengan tenang: "Tidak."
Tang Qingying tidak percaya. Dengan senyum manis tetap terpancar, ia hendak menyandarkan lengan pada Cheng Yun, namun melihat Cheng Yun sedang sibuk. Maka ia hanya meremas lengan baju Cheng Yun, mengikuti gerakan tubuhnya untuk menghindari gangguan.
Dengan volume suara tetap rendah, ia bertanya: "Kak, dua hari setelah lusa ulang tahun Cheng Yan. Sudahkah Kakak persiapkan hadiah untuknya?"
"Hadiah?"
Cheng Yun merasa agak aneh: "Tidak. Sejak kecil aku tak pernah memberi hadiah ulang tahun padanya. Di keluarga kami tak ada tradisi itu. Biasanya cuma makan bersama. Paling-paling dulu orang tua kami membelikan baju baru. Oh ya, sejak ada WeChat, kami saling kirim bingkisan merah di grup."
"Cuma kirim bingkisan merah?"
"Ya. Itu pun dikirim ke grup, semua anggota dapat jatah." Jelas Cheng Yun.
"Sesederhana itu..."
"Praktis dan efisien. Bagus, kan."
"Baiklah..."
"Kamu sudah siapkan hadiah untuknya?"
"Hm!" Tang Qingying mengangguk mantap.
“Oh, saling memberi hadiah antara teman atau sahabat itu lumayan wajar.” Cheng Yun berhenti sejenak, “Tapi kalau aku… Dia pasti akan langsung bertanya padaku jika menginginkan sesuatu. Bahkan di luar hari ulang tahun pun dia tetap akan mendatangiku… Apa yang kamu berikan padanya?”
“Tidak akan kuberitahu!”
“Jangan-jangan kamu melukiskan gambarnya?”
“……” Ekspresi Tang Qingying langsung berubah dramatis, lalu menatap Cheng Yun dengan bingung, “Kenapa kamu bisa terpikir ke situ…”
“Cuma nebak saja, ternyata benar?”
“Hadiah sekecil itu bisa ditebak.” Tang Qingying menghela napas, “Ternyata kita memang saling memahami.”
“Kelihatannya penuh pertimbangan, pasti dia sangat menyukainya.”
“Kurasa dia lebih suka jika kuberi amplop merah besar!”
“Hmm, mungkin saja.”
“Aku takkan memenuhi keinginannya, brengsek!”
“Bawa yang ini turun.”
“Oh.”
Lebih dari setengah jam kemudian, semua orang selesai sarapan.
Cheng Qiuye membawa Cheng Lianxin ke rumah orang tuanya, tidak kembali sepanjang siang karena harus mengantar Lianxin kembali ke kampung halaman sore ini. Tang Qingying dan Cheng Yan sedang asyik marathon drama di kamar, sementara gadis kecil Yu Dian juga mengurung diri di kamar entah mengerjakan apa.
Yin Nuxia mengenakan seragam kerja lengkap dengan sarung tangan, tapi tanpa masker. Dengan gagang pel erat di tangan, ia menggosok lantai area resepsionis sambil bersenandung mengikuti irama lagu Cheng Qiuye.
Sesekali ia berhenti, memasukkan tangan ke saku depan seragamnya, mengeluarkan kaleng Sprite dan meneguknya pelan. "Haahh..." desahnya panjang, seketika aroma mirip arak immortal menyebar di sekitar resepsionis. Hanya tersisa sepertiga isi kaleng yang tetap stabil di sakunya meski seragamnya terkadang miring.
Sambil menikmati "arak" dan melantunkan nada gembira, ia bergumam haru: "Inilah kesempurnaan hidup!"
Suara dari samping menyela: "Seorang gadis baru disebut sempurna setelah menikah dan punya anak."
Siapa brengsek yang ngomong ngawur?!
Yin Nuxia bersandar pada gagang pel sambil memalingkan wajah, hembusan napasnya masih menyisakan aroma arak samar.
Terlihat seorang laki-laki tak dikenal berdiri di samping dengan senyuman mengarah padanya, sepertinya kalimat tadi berasal darinya. Yin Nuxia spontan melirik ke arah Sang Mage, bertanya dalam pandangan: "Ini lagi-lagi tipe orang tolol yang mau menggoda siapapun tanpa peduli gender ya?"
Wajah Sang Mage sedikit menghitam, tapi ia memilih diam.
Tiba-tiba senyum pria itu semakin lebar, ia berkata pada Yin Nuxia: "Halo Nuxia, aku penggemarmu, ingin berkenalan denganmu."
Mendengar itu penggemarnya, sikap Yin Nuxia langsung berubah total. Ia menyatukan tinju dan berkata: "Terima kasih pujiannya, selamat berkenalan!"
Pria itu tertegun sejenak, baru kemudian mengangguk: "Marga saya Huang, nama lengkap Huang Ya."
Yin Nuxia kembali menyatukan tinju: "Yin Dan!"
Huang Ya menahan dorongan kuat untuk menyatukan tinju balasan, menunjukkan senyum tak tercela. Dari saku jaketnya ia mengeluarkan kunci mobil, gerakannya penuh keanggunan yang semakin terpancar berkat logo trisula pada kunci: "Sebagai hadiah sambutan kecil, semoga kau suka."
Yin Nuxia masih bersandar pada gagang pel, tak mengulurkan tangan. Ia menatapnya tertegun: "Apa?"
Huang Ya terkesiap.
Masih adakah orang di zaman sekarang yang tak mengenal trisula? Mungkin ada, tapi mana mungkin penyiar tak tahu?
Huang Ya mengatupkan bibir: "Ini sebuah mobil."
Tentu ia takkan menyebut "Maserati"—empat kata itu akan langsung merendahkan kelasnya. Ia harus tetap tenang, berlagak tak peduli, agar para srikandi penyiar ini paham: bersama dirinya, pensiun dari siaran pun tak masalah.
"Sang Mage menyapu sekilas kunci mobil itu, berpikir sejenak, lalu berpikir lagi, mulai merasa situasi ini menarik."
"Sementara Yin Nuxia masih tertegun bertanya, 'Apa maksudmu ini?'"
"Huang Ya kembali membeku sejenak sebelum melanjutkan, 'Ini hadiah sambutan untukmu, kuharap kau menyukainya.'"
"Oh, jangan!"
"Ha? Mengapa?!"
"Kepala stasiun bilang aku tak boleh menerima barang dari orang asing."
"……" Huang Ya hampir ingin mengingatkannya bahwa ini mobil sport bernilai lebih dari satu juta, tapi berhasil menahan diri, "Jika kau terima hadiah ini, kita akan jadi teman. Sebagai teman, tak perlu lagi berpura-pura bodoh. Aku lebih ingin mengenal dirimu yang sebenarnya."
"Aku tidak mau, aku baru saja beli mobil!"
"Mobil apa yang kau beli?"
"Nih." Yin Nuxia menunjuk mobil putih kecil di luar.
"Honda itu?"
"Apa itu Honda? Bukan, yang putih di sebelahnya. Baru dua hari kubeli."
“Sepeda motor listrik?” Ekspresi Huang Ya menunjukkan keraguan. Ia melirik Yin Nuxia lalu diam. Jelas sang penyiar wanita yang sedang populer ini masih berpura-pura bodoh, hanya saja ia tak yakin apakah ini karena hadiahnya dianggap tak cukup mahal atau murni enggan berinteraksi dengannya.
“Ganti mobil lain saja!” lanjutnya.
“Kenapa?” Yin Nuxia bertanya sambil mengerutkan kening.
Saat itu, Sang Mage yang duduk di area resepsionis tak tahan melihat Yin Nuxia terus dibodohi. Ia berseru: “Selamat, Nuxia! Akhirnya ada yang ngejar-ngejar kamu!”
Yin Nuxia tertegun: “Ngejar aku?”
Huang Ya melirik Sang Mage. Sorot matanya menyembunyikan keheranan yang dalam. Tingkat kecantikan Sang Mage sungguh luar biasa. Andaikan bukan karena statusnya sebagai pria dan larangan dari lingkaran Jinguan untuk mengganggunya, pasti ia pun takkan mampu menahan diri.
Dengan senyum tipis berterima kasih ke arah Sang Mage, ia kembali menatap Yin Nuxia. Dalam hati ia bergumam: “Sekarang masih bisa berlagak bodoh lagi?”
"Mana ada orang yang mau memberikan mobil sport tanpa imbalan! Kita semua sudah pekerja dewasa! Sama seperti gadis cantik yang memesan ojek online tapi malah dapat mobil mewah, semua orang tahu maksudnya apa. Jangan-jangan elu beneran mikir si supir cuma iseng cari uang bensin atau nyari duit saku sambil merahasiakan dari istri!"
Tapi Yin Nuxia justru terlihat grogi dan tak tahu harus berbuat apa. Bawah sadarnya membuatnya menoleh tajam ke arah lantai atas, lalu buru-buru mengeluarkan arak Sprite dan meneguknya untuk menenangkan diri.
Kemudian ia melambaikan tangan seperti sedang mengusir roh pembawa sial: "Pergi! Cepat keluar!"
Huang Ya mengangkat alis: "Nggak mau pertimbangkan dulu?"
"Minggir! Cepetan pergi!" Yin Nuxia bahkan mengangkat pel tinggi-tinggi, menunjukkan gelagat akan mengusirnya jika masih betah.
"Mengapa? Beri aku alasan yang masuk akal, baru aku pergi."
"Alasan apa lagi? Kalau nggak segera pergi, elu bakal dipukuli."
"Elu nggak suka mobil? Atau nggak demen Maserati? Atau mau mobil yang lebih bagus?"
“……”
Yin Nuxia menatap Sang Mage dengan bingung.
Sang Mage mengangkat bahu: "Ngapain lihat aku? Oh, Sang Kepala Stasiun tidak ada di lantai atas, dia pergi beli sayur. Mungkin baru kembali sebentar lagi."
Yin Nuxia mengedipkan mata dua kali, lalu buru-buru berseru: "Aku... bukan maksud itu. Aku tanya gimana nih, kan kamu punya pengalaman."
Sang Mage bermuka hitam: "Cara lama aku dulu itu tak pernah kau perhatikan?"
Yin Nuxia mulai terdilema berat.
Huang Ya menghela napas: "Bisa nggak kita berhenti main tebak-tebakan? Katakan langsung apa yang kau pikirkan!"
Sang Mage mendengar itu meliriknya, mendahului Yin Nuxia yang hendak bersuara dengan petunjuk: "Nuxia, jangan buang waktu bicara dengannya. Dia sama sekali bukan penggemarmu, cuma lalat belaka. Lalat seperti ini akan terus bermunculan nanti, pasti ada saatnya Kepala Stasiun menemui mereka. Meski aku tak paham kenapa kau takut ketahuan sama Kepala Stasiun... Intinya kalau mau lalatnya berkurang, kau harus tegas. Langit runtuh pun ada Kepala Stasiun yang menahan... Ah lupakan kalimat terakhir itu."
"Aku nggak takut ketahuan sama Kepala Stasiun... Baiklah!"
Di hati Yin Nuxia masih ada sedikit kepercayaan pada si brengseknya sang Mage ini. Maka ia menatap lalat... eh laki-laki ini, bertanya: "Kau mau pergi atau tidak sih?"
Huang Ya mengerutkan alis. Ia sangat tidak puas dengan perumpamaan sang Mage yang menyamakannya dengan lalat. Menurutnya sang Mage jelas-jelas juga punya hubungan dengan seseorang di lingkaran mereka. Lagipula hal seperti ini kan sama-sama suka, dia juga tidak akan memaksa...
Pola pikir di kepalanya belum selesai, sudah merasakan kekuatan dahsyat berdatangan, lalu seluruh resepsionis dengan cepat menjauh darinya.
Braak!
Matanya gelap, nyaris tak bisa bernapas.
Sang Mage diam-diam menghela napas, ia melihat Yin Nuxia menggunakan kekuatan halus.
Sedangkan Yin Nuxia masih menyimpan rasa bersalah samar, berkata padanya: "Ini jangan beritahu kepala stasiun ya!"
Sang Mage mengangguk: "Hm, ngomong-ngomong, tadi minum apa sih?"
Yin Nuxia: "……"
