Pagi.
Sinar keemasan samar menembus tirai jendela gelap, tersisa hanya pancaran redup lembut saat sampai di dalam kamar. Di ruangan berstruktur kayu yang terasa lebih hangat daripada logam ini, empat rak ranjang bertingkat dengan pengerjaan sempurna tertata rapi. Di tengah ruang, sebuah meja kayu menampung vas bunga, dua gelas air identik berbeda warna, botol air mineral separuh isi, serta sekantong camilan milik seorang siswi. Dinding-dindingnya dipajangi foto-foto pemandangan alam, sementara rak buku penuh dengan koleksi literatur bernuansa sastra segar.
Setiap ranjang memiliki selimut yang menggembung, disertai suara napas teratur. Sesekali ada siswi yang tak tahan panas mengulurkan kaki putih salju dari balik selimut, sangat mencolok dalam kamar redup.
Di bawah salah satu selimut jelas terlihat lebih dari satu orang berbaring.
Sebuah erangan malas nan menggoda memenuhi udara, lembut dan samar, mampu membuat telinga meriang.
Yin Nuxia membuka mata, alisnya berkerut rapat.
Bersamaan dengan itu, gadis kecil Yu Dian juga terbangun.
Dengan mata setengah terpejam ia melotot ke arah Yin Nuxia, "Cepat bangun! Mandi dulu lalu saksikan Sang Kepala Stasiun memasak sarapan!"
Yin Nuxia tetap mengerutkan kening, terus mengedipkan matanya seolah tengah merenungkan sesuatu.
Melihat hal ini, Yu Dian pun tertegun——
"Bagaimana? Masih menikmati kenikmatan itu?"
Dia tak tahan lagi menampar pantat Yin Nuxia dengan keras di dalam selimut. Melihat ekspresi Yin Nuxia yang tetap tak tergoyahkan, seolah tak merasakan apapun, gadis kecil itu akhirnya menghela napas panjang pasrah. "Bangsat ini."
Setelah lama, Yin Nuxia seperti teringat sesuatu: "Kemarin malem kayaknya kamu ngomong waktu tidur!"
Gadis kecil Yu Dian tertegun: "Aku?"
"Hm!!"
"Aku nggak ingat sama sekali kalau semalam mimpi."
"Kata Kepala Stasiun, wajar kalau nggak ingat!"
"Baiklah... aku ngomong apa saja?" Ekspresi Yu Dian mulai kikuk —— Tak ada yang tahu isi mimpinya sendiri, apalagi mengontrol ucapan saat tidur. Dia khawatir tanpa sengaja mengungkap rahasia yang tak ingin diketahui orang di siang hari. Mungkin semua orang akan merasa gelisah seperti ini saat dituduh mengigau.
“Ekspresimu aneh sekali, lho!” Yin Nuxia memegang selimut dengan tangan di lehernya, hanya memperlihatkan kepala, menyipitkan matanya menatap tajam gadis kecil Yu Dian.
“Ane...Aneh bagaimana? Kamu belum bilang apa yang kuucapkan saat mengigau!”
“Perasaanmu sekarang pernah kurasakan!” Yin Nuxia teringat masa lalu saat bermalam di kuil reyot, esok pagi seniornya bercerita bahwa dia menggigil kedinginan sambil mengigau, ekspresinya persis seperti gadis kecil Yu Dian sekarang...kurang lebih begitu.
“Perasaan apa?”
“Kamu khawatir membocorkan rahasia saat mengigau!” Yin Nuxia terus menyipitkan mata mengamatinya, berusaha memberikan tekanan.
“Rahasia apa yang kumiliki...Jangan mengada-ada!” Gadis kecil Yu Dian menarik selimut menyelimuti wajahnya, lalu menyodoknya dengan kepalan tangan dari balik selimut, suara teredam: “Kamu mau cerita atau tidak!”
"Ah, tak kusangka gadis kecil Yu Dian ternyata menyimpan rahasia, tidak mau memberitahuku, membuatku sedih." Yin Nuxia sengaja cemberut, kali ini dia tiba-tiba menjadi sangat cerdas, "Aku bahkan sudah bercerita padamu tentang petualanganku di dunia persilatan dan semua ilmu bela diri yang kukuasai!"
"...Kalau tidak mau bicara, diam! Jangan ganggu orang tidur." Gadis kecil Yu Dian menyadari tak bisa mengalahkannya dalam bertarung, malah tangannya sendiri yang sakit, akhirnya memilih mengabaikannya.
"Aku coba ingat... Kamu memanggil sebuah nama."
“？？？”
"Bebek panggang?" Yin Nuxia mengernyit, "Begitu dengar nama itu aku langsung terbangun, kukira kamu ingin makan bebek panggang, sampai-sampai semalam aku bermimpi tentang bebek panggang."
"Whoosh..." Gadis kecil Yu Dian menghela napas lega.
"Kenapa kamu begitu tegang?" Ekspresi Yin Nuxia tetap menunjukkan "aku sudah melihat jelas isi hatimu", matanya terus menatap tajam.
“Aku tidak!” Gadis kecil Yu Dian langsung membalikkan badan, membelakangi dia, agar tidak terlihat wajahnya yang memerah.
Yin Nuxia mengulurkan tangan, dengan sedikit tenang langsung memutar tubuhnya kembali: “Apa kamu ingin makan bebek panggang?”
Yu Dian memejamkan mata, dengan begitu Yin Nuxia tak bisa melihatnya: “Aku tidak.”
“Lalu kenapa kamu menyebut-nyebut bebek panggang?”
“Karena...” Yu Dian ragu sejenak, “Mungkin dulu waktu di panti asuhan ada masa aku sangat ingin mencicipinya. Waktu itu bebek panggang Beijing sangat terkenal, sering muncul di drama-drama TV, seolah-olah ini makanan paling enak sedunia. Tapi waktu itu tidak pernah kesampaian, jadi tak pernah tahu rasanya. Baru saat makan bersama kelas di tahun kedua kuliah, pertama kalinya aku tahu bentuk asli bebek panggang.”
“Oh.” Yin Nuxia mengangguk, mengedipkan matanya yang menatap tajam gadis kecil Yu Dian. Penjelasan ini dipaksakan membuatnya berhenti memikirkan kekhawatiran Nona Yu tadi tentang kata-kata yang mungkin terucap dalam mimpinya.
Beberapa saat kemudian, ia menyibak selimut: “Bangun!”
……
Di kamar Cheng Yun.
Cheng Yan dengan rambut terurai di belakangnya sedang mengawasi Cheng Yun yang sedang menggoreng telur matahari: “Aku dan Tang Qingying memutuskan hari ini kita akan jalan-jalan membeli baju musim panas.”
“Bukannya bajumu sudah banyak? Masih mau beli lagi?” Cheng Yun memalingkan wajah dan menatapnya dengan tertegun.
“Banyak??”
“Oh, silakan saja.”
Cheng Yan meliriknya, lalu melirik ke arah loli: “Kita!”
“Hm?”
“Kita! Termasuk kamu, dan si loli!”
“Hm?”
“Huu?”
“Aku tidak tertarik jalan-jalan, apalagi menemani kalian. Sebelumnya saja sudah cukup menyebalkan.” Cheng Yun berbicara langsung.
“Tidak apa-apa, kamu cuma bertanggung jawab memberi uang saja.” Cheng Yan berkata.
“Aku kasih kartu ke kamu.” Cheng Yun berbalik masuk ke kamar tidur, saat keluar tangannya sudah memegang dompet yang disodorkan ke Cheng Yan.
“Benar tidak mau pergi?”
“Tidak mau pergi.”
“Baiklah!” Cheng Yan menerima dompet itu dan langsung bersiap pergi.
Tapi baru melangkah dua langkah, tiba-tiba dia berhenti, memalingkan wajah sambil mengamati Cheng Yun dari ujung kepala hingga kaki, bertanya: “Sudah berapa lama kamu tidak membeli baju?”
“Bajuku sudah cukup.”
“Tidak boleh! Sudah setahun aku tidak lihat kamu beli baju. Aku putuskan, kamu tetap harus ikut kami.”
“……Pria tidak perlu terlalu dibuat-dibuat.”
“Dibuat-dibuat?”
“Maaf, maksudku bajuku tidak kekurangan.”
“Sudah diputuskan!” Cheng Yan berkata, “Nanti sekalian bantu kami bawa barang-barang.”
Cheng Yun: “……”
Setelah sarapan, Naqu langsung berangkat kerja. Cheng Yan bertanya: “Ada yang mau jalan-jalan beli baju musim panas? Saat ini ada tiga orang plus loli yang mau ikut, ayo pergi bersama!”
Sang Mage menunjukkan minat ekstrem terhadap hal ini, langsung mengangkat tangan berkata: "Aku mau ikut!"
Yin Nuxia merenung sebentar, lalu menyambung: "Aku juga ikut."
Gadis kecil Yu Dian berkata lemah: "Hari ini giliranku shift siang, jadi kalian saja yang pergi."
Mendengar itu, Yin Nuxia langsung mengerutkan kening, tapi tetap diam.
Cheng Yun berpikir sejenak lalu berkata: "Kalau begitu kalian pergi bersama, aku akan tinggal menggantikan shiftmu..."
Belum selesai bicara, Cheng Yan memotongnya: "Kan sudah janji mau beli baju untukmu!"
Nggak bisa nolak lagi.
Setelah berlama-lama, Cheng Yun berganti baju, memakai sandal, mengikat tali pengikat lalu berjalan keluar.
Justru sang loli terlihat gembira, melangkah riang di posisi terdepan, seutas tali panjang menghubungkan dirinya dengan Cheng Yun.
Sambil berjalan, Cheng Yun bertanya pada Cheng Yan: "Tau nggak kenapa perempuan zaman dulu dibiasakan kaki?"
Tanpa pikir panjang Cheng Yan menjawab: "Karena masyarakat feodal menganut prinsip pria sebagai pusat kekuasaan, kaum lelaki ingin menindas..."
“Cheng Yun sama sekali tidak berminat mendengar pidato panjangnya, langsung memotongnya, “Karena para pria ingin mengurangi frekuensi wanita jalan-jalan.”
Cheng Yan wajahnya langsung muram: “Maksudmu apa?! Memanggilmu keluar beli baju malah jadi menyusahkanmu?”
Cheng Yun geli di selangkangan sambil melambaikan tangan: “Tidak tidak.”
Loli di depan menoleh tajam melihatnya, lalu melanjutkan berlari kecil menyusuri trotoar.
Yin Nuxia sibuk mengamati toko-toko di kedua sisi jalan, lama sekali baru mendekat ke samping Cheng Yun bertanya: “Kepala Stasiun, di manakah toko yang jual bebek panggang?”
“Kamu ingin makan bebek panggang?”
“Nona Yu kecilku ingin makan bebek panggang.” Kata Yin Nuxia.
“Dari mana kamu tahu? Dia yang bilang?” Cheng Yun merasa ini tidak realistis.
“Aku dengar dia ngigau.”
“Oh! Aku tahu satu tempat, nanti beli pas pulang jalan-jalan.”
