10 Juni, pagi hari.
Cheng Yun dan Yin Nuxia membawa masuk tas besar-kecil berisi sayuran ke meja kopi, memicu keheranan Tang Qingying.
"Hari ini beli sayuran sebanyak ini?"
"Sepupunya akan datang." Cheng Yan menambahkan dari samping.
"Feng... Feng yang mana itu?" Tang Qingying mengernyitkan dahi mengingat-ingat.
"Feng Yujia."
"Ah iya, yang itu." Tang Qingying pernah mengunjungi kampung halaman Cheng Yun saat Tahun Baru Imlek, masih memiliki kesan tentang Feng Yujia.
Cheng Yun melirik jam tangannya, memperkirakan waktu sudah hampir tiba, lalu meminjam sepeda motor listrik Yin Nuxia dan memberi tahu Feng Yujia bahwa ia akan menjemputnya di stasiun.
Bus Feng Yujia tiba di Jinguan tepat pukul sepuluh.
Cheng Yun sudah menunggu di pintu keluar stasiun.
Dari kejauhan ia melihat gadis kecil yang penuh energi keremajaan itu - mengenakan celana pendek denim dan kaos oblong putih murni yang dimasukkan ke dalam celana, menggendong tas ransel kulit hitam, rambut terurai di punggung, wajah bersih dan menawan tanpa riasan wajah, tanpa aksesori berlebihan, sederhana namun memancarkan esensi keremajaan yang sesungguhnya.
Cheng Yun menggerakkan jarinya menyapanya.
Feng Yujia menyunggingkan senyum sumringah, melangkah dengan gaya khas gadis belia sambil berlari kecil ke arahnya. Tubuhnya terhuyung-huyung, tas ransel di punggungnya bergoyang-goyang.
Anehnya, meski Feng Yujia lebih tua sebulan dari Cheng Yan, Cheng Yan sama sekali tak memiliki aura kelembutan seperti ini. Setidaknya, gerakan berlari dengan gemulai menggunakan betis ramping ini mustahil terlihat pada Cheng Yan - mungkin sprint 100 meter lebih cocok untuknya.
Feng Yujia tiba di samping Cheng Yun, tersenyum mengembang: "Sudah menunggu lama?"
"Baru datang. Nih helm." Cheng Yun menyodorkan helm berwarna pink pastel.
"Oh."
Dengan hati-hati Feng Yujia mengenakan helm, berusaha tidak membuat rambutnya kusut, lalu menaiki motor dengan posisi duduk menyamping. Tangannya memeluk pinggang Cheng Yun: "Siap!"
Cheng Yun mulai mengendarai motor dengan santai menuju jalan pulang.
Duduk di motor dengan suara angin dan masih memakai helm, namun Feng Yujia tetap berbicara dengan Cheng Yun: "Sepeda motor listrik ini punya Kakak Ketiga ya?"
"Bukan, ini milik Yin Dan."
"Cantik sekali ya!"
"Nanti kalau sudah masuk kampus kamu juga bisa beli."
"Aku juga pengen, tapi lumayan mahal."
"Cari yang bekas aja..."
Tak lama kemudian, mereka berdua tiba di penginapan.
Feng Yujia melepas helm, tersenyum kaku sambil mengikuti Cheng Yun masuk ke area resepsionis - para penghuni penginapan sebenarnya pernah ia lihat saat Tahun Baru Imlek, tapi sudah beberapa bulan berlalu sehingga terasa agak canggung.
Selain itu, sikapnya sedikit kaku saat berhadapan dengan Cheng Yan.
Cheng Yun melemparkan dua helm ke sofa, melempar kunci ke meja kopi, lalu berbalik ke Feng Yujia: "Aku antar kamu ke kamar, turunin barang dulu."
Feng Yujia membalas dengan "Hm" bervolume pelan.
Cheng Yun pun mengajaknya naik ke lantai atas, menggesek kartu untuk membuka pintu kamar 304, lalu menyerahkan kartu kamar padanya: "Kamu tinggal di sini."
Feng Yujia yang menggendong tas masuk ke dalam kamar, desain mewah kamar bertema itu membuatnya tak tahan mengeluarkan 'waah' pelan. Tanpa basa-basi ia melemparkan tas ransel ke ranjang sebelum menatap Cheng Yun.
"Aku harus mulai memasak." Cheng Yun menunjuk ke arah luar, "Aku di kamar 311, Cheng Yan di 312. Kamu bisa istirahat di kamar, main ke kamarku atau Cheng Yan, atau naik ke atap gedung - taman kecil di atas sana sangat indah."
"Hm!"
Baru setelah itu Cheng Yun keluar dari kamar.
Tak lama kemudian, saat sedang asyik memasak, tiba-tiba muncul kepala Feng Yujia mengintip dari balik pintu dapur.
Cheng Yun langsung tertawa: "Ada perlu apa? Kok licik kayak maling?"
Feng Yujia masuk sambil melirik Cheng Yun dan Yin Nuxia, "Aku mau mencicipi rasa asin masakan kalian."
"Masih pagi-pagi begini..."
"Tidak apa-apa, lagipula aku juga tidak menemukan hal yang bisa dilakukan."
“Sudah selesai ujian dan mengestimasi nilaimu?” Cheng Yun mengaduk adonan telur sambil bertanya.
“Sudah.”
“Ada perbedaan dengan ekspektasimu?”
“Tidak ada bedanya. Seharusnya bisa masuk universitas tingkat dua.” Feng Yujia cukup memahami tingkat kemampuannya sendiri.
“Mau kuliah di mana?” Cheng Yun bertanya lagi.
“Enggan pergi jauh. Mau di Jinguan saja.” Feng Yujia berdiri di belakang Cheng Yun, berjinjit melihat gerakan tangannya melewati bahunya, “Aku sangat ingin masuk Akademi Jinguan.”
“Bagus juga di Jinguan. Bisa sering main ke sini.” Kata Cheng Yun.
“Ya……”
Tiba-tiba, Cheng Yan menyelak masuk sambil menyeret sandal lembut dengan wajah malas, lalu menyapa Feng Yujia dengan tenang.
Feng Yujia langsung menutup mulutnya rapat-rapat.
"Di masa sekolah, si bodoh akademik biasanya merasakan tekanan tertentu di depan kutu buku. Namun jika kutu buku itu digantikan oleh dewa akademik, apalagi sang dewa itu adalah sepupumu sendiri, tekanan itu akan menjadi sepuluh ribu kali lebih mengerikan!"
Cheng Yan justru terlihat lebih natural, dengan santai mengambil sepotong dendeng sapi kering untuk mengajak bercanda si loli kecil, hanya sesekali melirik ke arah mereka.
Cheng Yun tak lagi membahas Ujian Nasional, malah tersenyum penuh tanya: "Kemarin main seharian ya?"
Feng Yujia menahan dorongan kuat untuk terus memperhatikan Cheng Yan di sebelahnya, mengangguk menjawab: "Kemarin teman sekelas mengadakan pesta. Pertama makan bersama, lalu lanjut karaoke semalaman. Aku main sampai larut malam lalu tidur di sofa. Pagi ini pulang ke rumah tidur tambahan dua jam, mandi lalu langsung naik mobil ke sini."
"Lalu tidak ngantuk?"
"Tidak terlalu..."
Feng Yujia masih merasa agak kikuk. Menurutnya, semua yang dia ceritakan ini sebenarnya sudah dialami Cheng Yan lebih dulu, sementara sepupunya yang lebih muda malah lebih dulu mengalami hal-hal ini.
Bahkan Feng Yujia jadi malu membayangkan kehidupan kampus di depan Cheng Yan.
"Pesta kelulusan, terdengar sangat nostalgia!" Cheng Yun mengecup bibirnya dua kali, lalu menoleh tajam ke Feng Yujia, "Kesempatan bagus untuk mengungkapkan perasaan. Ada yang nembak kamu?"
"Aiya..." Pipi Feng Yujia langsung memerah.
Melirik Cheng Yan yang masih tenang menyuapi dendeng sapi ke mulut si loli di samping, rasa malunya semakin menjadi.
"Berarti ada dong." Cheng Yun tersenyum. Mustahil tidak ada yang berani mengungkapkan isi hati ke gadis cantik seperti Feng Yujia di musim kelulusan.
"Ada sih..."
"Kamu setuju tidak?"
"Tidak..."
"Mengapa? Tidak menyukai anak-anak laki-laki itu?"
“Aku……aku belum memutuskan.”
“Oh.”
“Setelah Ujian Nasional, banyak pasangan kekasih baru di kelas kami,” kata Feng Yujia.
“Zaman kami juga begitu,” ujar Cheng Yun.
“Menurutku hubungan SMA terlalu tidak stabil. Pacaran sekarang bisa berakhir putus saat kuliah, mendingan tidak usah dimulai,” jelas Feng Yujia.
“Benar juga. Setiap perubahan lingkungan memang mempercepat kedewasaan dan memberi hantaman besar pada hati.” Cheng Yun membeku sejenak, “Tapi pacaran bukan hal buruk. Selama gadis bisa melindungi diri dan tak terluka karena perasaan, beberapa babak cinta justru rejeki.”
“Ngapain bahas ini……” Feng Yujia mulai malu-malu.
“Ini pelajaran penting! Ujian sudah selesai, kalau ada anak muda luar biasa yang menarik hatimu, coba pacaran……Jangan seperti Cheng Yan, aku sampai bingung bagaimana cara menikahkannya nanti.”
"Hei!" Cheng Yan terus menyodorkan dendeng sapi kering sambil memalingkan wajah, pipinya mulai menghitam, "Bicara saja, jangan menyangkut-nyangkutkan aku boleh tidak?"
"Baiklah..." Cheng Yun mengangkat bahu, "Cuma ingin bilang, siswi seusiamu memang seharusnya merasakan cinta. Kalau belum pernah merasakan bentuk cinta, selamanya tak akan tahu keindahannya."
"Kalau begitu pernahkah kau merasakan bagaimana wujud 《Prinsip Matematika Filosofi Alam》?" Cheng Yan tetap bermuka masam, sekilas menyebut istilah acuan.
"Hmm... Itu apa sih..."
"Kau belum pernah merasakan wujud 《Prinsip Matematika Filosofi Alam》, maka selamanya tak akan tahu keindahannya." Cheng Yan mengembalikan ucapannya.
Cheng Yun tercekat.
Ia semakin yakin Cheng Yan tak akan menemukan pacar seumur hidupnya.
"Tapi sepertinya memang tak ada cacatnya, setiap orang punya cita-citanya masing-masing. Menuruti selera publik adalah hal yang sangat tidak perlu. Cinta memang sesuatu yang indah, tapi ia juga tidak selalu begitu indah di hati setiap orang. Mungkin bagi banyak orang, di dunia ini ada banyak hal yang jauh lebih luar biasa daripada cinta."
Perkataan Cheng Yan juga mengandung maksud yang sama.
Dia sama sekali tidak perlu, dan pasti tidak akan mengikuti pandangan dunia!
Cheng Yun menggelengkan kepala, menerima dengan ikhlas, lalu melanjutkan memasak lauk pauk.
Feng Yujia terkadang melirik ke Cheng Yan, terkadang ke Cheng Yun, baru memindahkan perhatian ke ponsel ketika getaran datang.
"Kak Ketiga, Kakak Kedua bertanya kita mau main ke mana."
"Adakah tempat yang ingin kamu kunjungi?" tanya Cheng Yun.
"Tidak juga... Bukankah seharusnya Kakak yang menemani aku jalan-jalan di Jinguan?" Feng Yujia memiringkan kepala bertanya.
"Biar aku pikirkan dulu..."
Cheng Yun terhisap masuk ke dalam perenungan yang panjang.
Lama sekali, malah tak terpikir olehnya tempat seru di Jinguan. Mungkin bagi warga Jinguan, setiap lokasi di sini terasa biasa saja.
“Cheng Yan, kau tahu ada tempat asyik di mana?”
“Tidak diketahui.” Cheng Yan fokus melayani si loli.
“Hmm…… Aku coba ingat, ada Wuhou Temple、Du Fu Cottage, sebenarnya tak ada yang menarik, lebih baik cari restoran hot pot untuk makan. Tapi ada taman hiburan, tak tahu apakah kamu suka main ke sana.”
“Aku belum pernah ke taman hiburan…” Feng Yujia berkata dengan suara lemah.
“Baiklah! Sebenarnya aku juga jarang ke sana, kalau mau kita cari cuaca yang lebih sejuk untuk main sekali.”
“Baguslah.”
“Cheng Yan kamu ikut tidak?” Cheng Yun bertanya dengan kesabaran.
“……” Cheng Yan muka hitam.
“Baiklah baiklah.”
“Aku kabari kakak kedua.” Feng Yujia sambil ngetik di ponsel berkata dengan keraguan, “Sebenarnya aku ke Jinguan juga sudah punya rencananya.”
"Hm? Rencana apa? Rencana wisata? Coba ceritakan." Nada bicara Cheng Yun terdengar seperti "Katakan saja keinginanmu, kakak laki-laki ini akan mewujudkannya satu per satu untukmu", membuat Cheng Yan ingin memukulinya.
"Rencana pertama... foto bersama akrab dengan Yang Mulia Loli!" Feng Yujia menatap loli di sampingnya.
"？？？" Loli itu memalingkan wajah menatap manusia ini.
"Foto akrab?" Cheng Yan mengerutkan kening, mengingatkan, "Watak loli ini sangat buruk. Foto biasa saja sudah sulit, apalagi perilaku intim. Bahkan aku sendiri pun tidak bisa..."
"Ini sederhana!" Cheng Yun memotongnya dengan nada ringan.
"Huu?" Loli itu waspada menatap Cheng Yun.
