"Jangan-jangan kau yang salah dengar?" Cheng Yun tetap tenang menjawab.
"Bagaimana mungkin!?" Cheng Yan mengerutkan alis dalam-dalam, ia yakin betul dua hari lalu saat pulang memang melihat kamera terletak di lemari pakaian. Karena posisi kamera itu sangat menonjol, langsung terlihat saat membuka lemari, padahal ia pasti akan membuka lemari saat pulang.
"Ha~~" Cheng Yun menguap panjang.
"Waktu itu saat melihat kamera di lemari, aku bahkan sempat bilang ke Tang Qingying." Cheng Yan tak mau begitu saja melupakan peristiwa aneh dan berbau mistis ini. Jika benar terjadi, pasti ia akan meragukan apakah otaknya bermasalah.
"Tang Qingying ingat tidak? Waktu itu aku bilang 'Dia bahkan tak bawa kamera, mana mungkin bisa foto'."
"Sudah berapa kali kukatakan, panggil aku Yao Yao." Tang Qingying membetulkan dengan serius.
"Ini poin utamanya??!" Ekspresi wajah tanda tanya ala meme orang kulit hitam Cheng Yan.
"Oh."
Tang Qingying justru tenang, melirik Cheng Yan yang seolah meragui diri sendiri: "Sekarang kau paham perasaanku?"
"Perasaan apa?"
"Setiap kali aku bilang benda kecil ini sudah jadi makhluk legenda, kamu bukan cuma nggak percaya tapi juga nganggep aku orang bodoh." Tang Qingying merasa dendamnya menumpuk, "Sekarang kamu juga mulai meragukan dunia ini kan? Mau minta aku buktiin kalau kamu benar?"
"Brengsek!!" Wang berbaring aja kena getah?
"Jangan ngaco! Cepat bilang! Apa aku pernah ngomong gini ke kamu?" Kelakuan Tang Qingying yang terus ngobrol ngalor-ngidul bikin Cheng Yan makin gak sabar.
"Sepertinya ada, tapi juga tidak ada..." Tang Qingying merenung, dia memang gak terlalu peduli sama ucapan itu.
"Ada atau tidak sebenarnya!"
"Ada... kali ya?"
"......" Cheng Yan dipenuhi garis hitam di kepalanya.
"Cheng Yun, jangan-jangan kamu sengaja mengerjai aku? Kamu taruh kamera di mana?" Cheng Yan menatap tajam Cheng Yun.
"Di kamarku."
"Aku ambil!"
Setelah berkata begitu, Cheng Yan langsung bergegas naik ke lantai atas.
Cheng Yun cuma mengangkat bahu, tetap diam.
Cheng Yan sebelumnya memiliki hobi matematika dan fisika. Logikanya sangat kuat, pemahamannya tentang dunia juga sangat mendalam. Oleh karena itu, dia sama sekali tidak percaya hal-hal yang melanggar hukum fisika. Seperti hantu atau dewa, dia tahu itu adalah hal-hal yang diciptakan manusia berdasarkan psikologi tertentu dalam konteks zaman tertentu. Jadi dia sama sekali tidak takut. Sangat sulit untuk membalikkan pandangan dunianya, dan konsekuensinya mungkin sangat parah.
Selain itu, dia sekarang mulai menyukai filosofi. Dalam filosofi ada banyak teori aneh tentang dunia ini, yang semakin meningkatkan risiko membalikkan pandangan dunianya.
Ini pasti harus dilakukan secara bertahap.
Tugas pertama Cheng Yun adalah mengawasinya. Bisa membiarkannya berimajinasi liar, tapi jangan sampai dia terjerumus ke aliran moxiu.
Tak lama kemudian, Cheng Yan turun berlarian sambil mengeluarkan suara berisik, membawa kamera DSLR Cheng Yun dengan wajah terguncang: "Kamu benar-benar memakainya untuk memotret! Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"
Cheng Yun berkata dengan malas: "Jangan-jangan aku menipumu?"
"Aneh bin ajaib!"
"Mungkinkah aku salah dengar?"
"Hal seperti ini mana mungkin salah dengar!"
Cheng Yan merasa kepalanya mungkin bermasalah. Jelas-jelas Cheng Yun pergi jalan-jalan sore mustahil tiba-tiba kembali untuk mengambil kamera. Sekalipun ia berbohong, karena tidak ke LN hanya main di sekitar Jinguan sehingga bisa kembali, namun resepsionis pasti tahu. Tak mungkin membantu mengembangkan lelucon praktis?
"Mistis banget!"
"Meriah! Ini mah biasa aja!" Tang Qingying tetap tenang, "Yang paling mistis sudah kuceritakan berulang-ulang, tapi kalian percaya?"
“……”
Cheng Yan tak sengaja menatap loli kecil.
Namun loli saat itu sedang mengejar seekor lebah yang salah masuk ke hotel dan tak bisa keluar, berlari-lari kecil dengan riang gembira. Hanya sorot matanya yang berkilauan bagai mengandung seluruh galaksi bintang, sudah mampu membuat otak Cheng Yan dikosongkan.
Setelah tertegun beberapa lama, Cheng Yan kembali sadar, tetap tak bersuara.
Tang Qingying masih terus bergumam: "Kucing saja bisa jadi makhluk legenda, hal lain mana ada artinya..."
Mendengar itu, loli kembali menoleh tajam sambil melotot ke arahnya.
Tapi Cheng Yan tak melihat fragmen ini. Ia masih takjub membuka-buka puluhan foto di kamera, plus sebuah video channel. Ia ingin mengungkap celah, membuktikan ini cuma lelucon praktis, namun sayangnya nggak ketemu masalah apa pun.
Spekulasi demi spekulasi melintas di benak, lalu satu per satu diveto olehnya.
Ingin menanyai Cheng Yun, tapi merasa takkan mendapat jawaban. Mungkin dialah orang yang paling bisa memaksa Cheng Yun melakukan sesuatu. Jika dia nekat memaksanya mengaku ini cuma lelucon, mungkin Cheng Yun akan menuruti. Tapi apa arti jawaban yang dipaksakan seperti itu?
Meletakkan kamera, Cheng Yan tetap diam.
Dengungan AC di resepsionis memenuhi udara, speaker komputer memutar lagu baru Cheng Qiuye dengan volume nyaris tak terdengar; Cai Qing duduk manis di dalam resepsionis sambil menulis konten musik atau rumus fisika yang bahkan tak bisa dia pahami - lagu-lagupun tak dia mengerti; Tang Qingying pura-pura main ponsel padahal matanya kerap menjulur ke arah bakery seberang yang belum ada papan namanya; Sang loli masih mengejar-ngejar lebah, setiap kali hampir menangkap, dilepas lagi, menunggu lebah terbang setengah meter lalu dikejar lagi, sangat nakal...
Cheng Yan diam-diam mengamati semua ini, merasa tak ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya, kecuali fakta bahwa si loli setiap hari terlihat semakin imut dari hari sebelumnya...
Tak berapa lama, Tang Qingying diam-diam berdiri dan berlari menuju lantai atas.
Melihat punggungnya yang bagai pencuri, dalam jangkauan penglihatan tepinya si loli masih tetap berlagak manja, Cheng Yan tak bisa tidak bertanya-tanya: Apakah cewek ini benar-benar bebal sampai menganggap loli ini sudah jadi makhluk legenda, atau sekadar bicara sembrono? Jika ia benar-benar percaya, bagaimana mungkin ia bisa hidup tenang di hotel ini dan berinteraksi dengan si loli?
……
Dentuman berirama!
Cheng Yun yang baru saja hendak masuk ke ruang node untuk berlatih kultivasi dengan fokus dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin memahami "Teknik Rahasia Panjang Umur", mendengar ketukan di pintu. Ia mendekat dan membukanya, menemukan Tang Qingying yang sudah mandi dan berganti baju berdiri manis di depan pintunya.
Tang Qingying meremas-remas kedua tangannya di depan dada, sedikit menundukkan kepala, terlihat agak tegang dengan ekspresi sedih yang memelas.
“Kak, aku mau bicara sama kamu...”
“Apa yang mau dibicarakan?”
“Masuk dulu baru bicara.”
“Misterius banget.” Cheng Yun tersenyum, geser memberi jalan, “Aku lagi mau tidur siang nih.”
“Tidur semalem juga tidak ada apa-apanya,” kata Tang Qingying.
“Bicaralah.” Cheng Yun duduk manis di sofa.
Tang Qingying tidak ikut duduk, hanya berdiri di hadapannya. Karena cuaca panas, ia mengenakan vest krem tanpa lengan yang dipadukan dengan celana pendek denim. Bahan katun vest yang tipis dan elastis itu menempel rapat, mengikuti lekuk pinggang ramping dan lekuk dada yang menggairahkan. Ujung vest menyentuh garis pinggang celana denim, bahkan membentuk pola lipatan yang jelas. Kaki putih jenjangnya yang terbuka dari balik celana pendek itu pun memancarkan kilau memesona.
“Ada apa?” Cheng Yun mengangkat kepala saat melihatnya diam, “Kok kayaknya lagi murung? Nggak rela berpisah sama pelatih setelah pelatihan militer selesai?”
“Aku sama sekali tidak berat meninggalkan pelatih.” Tang Qingying berbisik pelan.
“Lalu kenapa?”
“Tang Qingyan... kenapa dia buka toko di seberang sini...” Tang Qingying mengumpulkan keberanian bertanya, “Dia pasti datang mencari kakak ipar kan?”
“Ini... mana aku tahu.” Cheng Yun merasa benar-benar canggung.
“Dia ingin balikan denganmu ya?” suara Tang Qingying melemah.
“Dari mana aku tahu...”
“Kalau begitu, kakak ipar akan kembali dengannya?” Tang Qingying yakin Tang Qingyan pasti datang untuk Cheng Yun.
“Siapa yang tahu masa depan...” jawab Cheng Yun.
“Kalau begitu, kakak ipar masih menyukainya?”
“Ini...” Cheng Yun semakin canggung, terpaksa menatapnya, “Kenapa kamu terlalu kepo, anak-anak kecil harus fokus belajar.”
Tang Qingying memperhatikan ekspresinya, setelah lama baru berkata kecewa: “Kakak pasti masih tak bisa melupakannya. Kalian kan cinta pertama, cinta pertama itu mustahil dilupakan.”
“Sok tahu lagi kamu...”
“Aku memang tahu! Soalnya aku juga datang mencari dirimu, aku menyukaimu!” Mata Tang Qingying sudah mulai memerah. Ia yakin jika harus berebut dengan Tang Qingyan, pasti tak sempat merebut. Bagaimana mungkin menang saat harus merebut kakak ipar dari kandung sendiri?
“Kamu masih terlalu muda, mana paham apa itu cinta sejati.”
“Omong kosong! Dirimu dan Tang Qingyan mulai pacaran justru di usiaku yang sekarang ini.” Napas Tang Qingying mulai tersengal-sengal.
“Sudahlah.”
Cheng Yun bangkit dari tempat duduknya, mendekati gadis itu sambil mengusap rambutnya: “Aku paham mungkin aku terkesan spesial di hatimu, tapi itu belum tentu cinta. Masih panjang jalan yang harus kau tempuh, masih banyak pengalaman menanti. Bisa jadi ada seseorang yang ditakdirkan untukmu di masa depan, hanya saja waktumu belum tiba.”
Membeku sejenak, Cheng Yun melanjutkan: “Kamu belum pernah merasakan asmara. Jangan terpaku padaku. Aku ini pria tua yang enam tahun lebih tua. Seharusnya ada orang lain yang mengajarkanmu keindahan jatuh cinta.”
Tang Qingying membiarkan tangan hangatnya mengusap kepalanya, namun membantah: "Siapa bilang aku belum pernah pacaran!"
"Hm?"
"Siapa bilang cinta sepihak bukan cinta! Siapa bilang cinta sepihak tidak indah! Setiap kali bersama kakak ipar, apapun yang kami lakukan, semuanya luar biasa!" Bagi Tang Qingying, yang ingin dialaminya adalah Cheng Yun - sosok yang membawa cahaya di usia remajanya yang penuh pemberontakan, kesepian, dan kebekuan akan makna kehangatan serta cinta.
"Bagaimana harus ku jelaskan padamu..."
"Tidak perlu! Omonganmu itu sudah kudengar berulang kali! Isinya selalu itu-itu saja! Aku bosan!" Sikap Tang Qingying tetap tegas, meski matanya kemerahan dan suaranya sedikit tersedu, "Aku mungkin akan jatuh cinta, tapi jika bukan kakak ipar, itu mustahil!"
"Aku takkan menyerah!"
"Bahkan jika suatu hari kau menikahi Tang Qingyan, menjadikannya istrimu, aku tetap takkan menyerah!"
"Aku akan terus menemanimu!"
“Atau…… aku…… aku…… aku akan jadi Nyonyamu!” Tang Qingying sudah mulai bicara tanpa logika, “Ini namanya sistem satu suami satu istri.”
Begitu ucapannya meluncur, memanfaatkan kecerobohan Cheng Yun, dia langsung melangkah setengah langkah ke depan, berjinjit sedikit, mendekatkan diri.
Kecepatan reaksinya Cheng Yun cepat, memiringkan kepala sehingga bibir lembut yang awalnya menuju mulutnya tercap di pipi. Meski begitu, sensasi lembut bibir gadis itu dan dorongan di dadanya meninggalkan kesan mendalam.
Aroma sampo menerjang rongga hidungnya.
Cheng Yun langsung menekan bahu Tang Qingying, mendorongnya perlahan sambil berkata: “Jangan begini, kamu belum paham, jangan membuat keputusan salah secara gegabah.”
Tang Qingying tidak membela diri maupun melawan, hanya menatapnya diam-diam sebelum berbalik pergi.
“Bagaimanapun juga aku takkan menyerah!”
Sebuah ucapan kekanak-kanakan yang hanya bisa keluar dari mulut remaja seusianya...
