Setelah makan malam, cuaca sudah sepenuhnya gelap.
Seluruh kota telah berubah menjadi dunia cahaya, para makhluk keluar dari toko. Karena suhu panas tak berujung, bagian tengah jalan sudah kering, sedangkan trotoar masih basah kuyup.
Saat Bos Tang selesai membayar dan keluar sambil berkata "Ayo pergi", semua orang menyusuri lampu jalan satu persatu untuk kembali.
Tang Qingyan berjalan ke samping Cheng Yun dan bertanya: "Hotel kalian menyediakan tunjangan makan dan tempat tinggal?"
Cheng Yun mengangguk: "Iya."
Tang Qingyan terharu: "Skala usaha yang besar!"
Cheng Yun sangat setuju: "Iya!"
Melihat sisa hujan masih ada di trotoar dan beberapa ubin dasarnya kosong, Tang Qingyan meningkatkan volume suaranya: "Hati-hati jalannya! Cahaya terlalu redup, awas menginjak ubin rusak sampai percik..."
"Jeblak!"
Kaki kirinya mempertahankan postur menginjak, celana kaki kanan sudah penuh lumpur, raut wajaknya seketika berubah suram.
Tang Qingyan menyentuh kacamata besar di batang hidungnya yang dipakai untuk bertingkah imut, lalu menoleh ke arahnya: "Lumpurnya..."
Sang Mage tetap diam, kembali melangkahkan kaki.
"Jeblak!"
Kaki kiri celananya juga terciprat lumpur.
Liu Xi segera menutup mulutnya sambil tertawa, suara menggoda itu seolah membuat malam ini terang-benderang: "Nasibmu benar-benar buruk, bisa menginjak dua ubin rusak berturut-turut."
Wajak Sang Mage makin suram, matanya menyapu sekilas ke kiri-kanan dengan kilatan samar yang tak kasat mata, menemukan semua ubin rusak sebelum akhirnya melangkah lagi.
Tang Qingyan berkata dengan canggung: "Apa ini karena... Mulut burung gagakku tadi..."
Sang Mage langsung menoleh keras: "Tidak! Bukan urusanmu!"
Kemudian ia meninggalkan trotoar dengan kecepatan yang sangat tinggi, melangkah ke jalan raya yang rata, lalu berjalan sendirian di jalan raya. Siluet tubuhnya yang tinggi kurus memanjang bayangan di bawah lampu jalan, terlihat begitu kesepian...
Tang Qingying masih berteriak sambil tertawa: "Kak Cai Qing, ingat liat jalan ya, di sini anjing liar lumayan banyak..."
Sang Mage membeku sejenak.
Semua orang kembali ke penginapan. Bos Tang juga tidak pulang beristirahat, malah terus sibuk bekerja di toko, mempersiapkan sarapan besok dan kue-kue yang perlu diisi ulang.
Lewat pukul sembilan malam, Cheng Yan melihat Tang Qingying menduduki meja dengan komputernya sambil main game dengan dalih "mandi dan tidur setelah menang satu game". Merasa si kecil tak akan bisa lepas dalam waktu dekat, Cheng Yan diam-diam pergi ke kamar Cheng Yun.
Kali ini ia mengetuk pintu dengan percaya diri, namun tak ada respon. Ia mengeluarkan kartunya ingin membuka pintu, tapi mendapati pintu sudah terkunci dari dalam...
Cheng Yan tidak grogi, malah mendekati pintu dan berbisik: "Loli, buka pintu untukku, ini aku."
Krak! Pintu terbuka!
Senyum seketika merekah di wajah Cheng Yan. Senyum dewi es selalu disertai efek sihir tambahan, tapi ia tak melihat sosok loli di ambang pintu.
"Hm?"
Senyum Cheng Yan menghilang saat ia melangkah masuk.
Lampu ruang tamu menyala terang. Di atas meja kopi berjongkok sosok mungil, sementara beberapa lembar kertas terhampar di atas meja. Sebuah pensil melayang di udara dengan tutupnya bergoyang lemah, sementara sosok kecil itu menunduk fokus memandangi kertas.
Dentang langkah membuatnya mengangkat kepala sebentar, lalu segera menunduk kembali ke dalam renungan.
Cheng Yan membeku sesaat sebelum mendekat dengan ekspresi terkejut bercampur tanya: "Apa yang kamu lakukan?"
Loli tetap tak menjawab.
Cheng Yan baru menyadari setelah mendekati meja kopi, di atas beberapa lembar kertas itu terbentang deretan soal-soal mencolok, mencakup matematika dan bahasa Mandarin. Matematika terutama berisi hitungan dasar, sementara bahasa Mandarin berupa pengetahuan dasar.
Matanya tiba-tiba membelalak lebar——
Si loli ini... SE! DANG! MENG! ERJAK! SOAL!
Setelah diamati, soal hitungannya hanya penjumlahan/pengurangan di bawah 100 dan perkalian di bawah 10, sepertinya si loli belum mempelajari pembagian.
Cheng Yan terkunci dalam keterpanaan.
38+57=
Ia menyaksikan pulpen itu tergoyang-goyang menulis angka "85" dengan rapi dan presisi di bagian belakang. Saat hendak memberi petunjuk, keterguncangannya memperlambat reaksinya. Dalam sekejap itu, dilihatnya si loli memiringkan kepala sejenak sebelum penghapus berbentuk kepala beruang terbang menghapus tulisan dan mengubahnya menjadi "95".
Ini terlalu Xuanhuan!
Cheng Yan meski tahu loli kecil mengerti ucapan manusia, namun tetap terguncang, langsung bertanya: "Ini semua Cheng Yun yang mengajarimu?"
Loli kecil meliriknya: "Huu?"
Wang bicara, kamu mengerti?
Setelah berkata demikian, ia kembali menundukkan kepala, fokus mengerjakan PR.
26+25=
51。
Dengan pengalaman sebelumnya, loli kecil cepat mendapat hasil, hampir hitungan detik.
Cheng Yan kembali terkejut: "...Kak Yin Dan tahu kamu sehebat ini?"
Loli kecil memiringkan kepala, seolah tak paham mengapa tiba-tiba menyebut si bodoh itu, sama sekali tak berkaitan dengan konteks!
Cheng Yan menambahkan: "Kupikir soal-soal ini, Kak Yin Dan saja tak bisa menghitungnya."
Loli kecil baru tersadar, terus mengerjakan soal dengan serius, bahkan ekspresi meremehkan pun malas ditunjukkan.
Bersamaan dengan itu, di ruang penyimpanan antara lantai satu dan dua, Yin Nuxia sedang melakukan latihan perang bersama rekan setimnya. Mereka melawan tim juara Summer Competition. Saat Yin Nuxia menggunakan Fiora untuk 3v5 dan menyembelih empat orang, tiba-tiba dia bersin. Jungler lawan yang tersisa memanfaatkan jeda 0, detik ini untuk mengendalikan Fiora dengan crowd control dan mengakhiri kill streak-nya.
Mid laner tim sendiri berkomentar dengan penyesalan: "Bisa lima kill, cuma kurang satu tebasan golok..."
Jungler menghibur: "Gak apa-apa, nanti ada kesempatan lagi. Lima kill buat Nuxia mah gak ada harganya."
Jungler lawan mengirim chat: "Mati ketakutan gue!"
Support yang selama pertempuran selalu berkoordinasi dengan Yin Nuxia bertanya: "Kenapa tadi? Lag?"
Yin Nuxia sama sekali tak peduli, bahkan sengaja mengalihkan topik. Dia menghirup napas dalam-dalam sambil bergumam aneh: "Aku barusan dengar ada yang manggil namaku. Aneh bin ajaib! Habis ini aku mau naik ke lantai dua cek!"
……
Cheng Yan melihat loli menyelesaikan belasan soal berturut-turut, ia tak kuasa tidak memberi apresiasi pada keberanian visioner Cheng Yun.
Sekilas terdengar tidak ada cacat—
Sepintar ini, sudah harus segera mulai sekolah!
Setiap kali ia mengunggah fragmen kelincahan loli ke internet, selalu ada yang menasihatinya untuk segera mengirim Yang Mulia Loli ke sekolah, jangan sampai menelantarkan masa depan Yang Mulia Loli... Tapi tak disangka Cheng Yun benar-benar melakukannya! Jika saja tidak tahu bahwa loli ini bukan kucing, melainkan ras cerdas mulia dari alam semesta lain, sungguh ia akan berpikir: Mungkinkah Cheng Yun berencana menjadikannya kucing yang berguna bagi masyarakat di masa depan?
Tak lama kemudian, loli terjebak pada satu soal.
Itu adalah soal menghubungkan garis: di sisi kiri terdaftar deretan hewan, di kanan deretan "makanan". Jelas harus menghubungkan hewan dengan "makanan" yang mereka makan. Soal ini membuat loli benar-benar terpojok.
Cheng Yan yang berada di samping mengamati cukup lama, pulpen itu berdiri di atas kertas, menusuk-nusuk dengan ritme teratur. Namun si loli berpikir lama tak kunjung menemukan jawaban, akhirnya Cheng Yan bertanya: "Ada apa? Melebihi silabus?"
Si loli ragu sejenak, lalu memalingkan wajah ke arahnya.
Cheng Yan pun mendekat: "Biar aku lihat... Pertama-tama ini kucing, kamu pikir kucing suka makan apa?"
"Huu..." Ekspresi loli penuh kebingungan.
"Kucing tentu suka makan ikan!"
"Huu?" Loli mengernyit curiga, bukannya manusia paling bodoh itu yang suka makan ikan?
"Kucing memang suka ikan! Apa mungkin kucing suka domba? Suka banteng? Suka wortel? Atau persik, tulang?" Cheng Yan membimbing dengan sabar, begitulah cara mengajari anak-anak.
"Huu?"
Loli kembali memiringkan kepala, menurutnya gak ada masalah!
"Semua ini enak, seperti dirinya, dia suka semuanya! Hanya saja Da Wang melarangnya makan tulang……"
Cheng Yan lalu berkata: "Singkatnya aku tidak akan menipumu, kucing memang suka ikan, ada lagu yang bunyinya… Tikus kecil tikus kecil tidak mencuri beras, cit cit cit cit, Kucing besar wajah lebar suka ikan, meow meow meow meow~~"
Loli itu menggelengkan kepala dengan keras, membelalakkan mata dengan wajah terguncang menatap tajam Cheng Yan——
Cheng Yan agak malu, meraba hidungnya, lalu menutup mulut.
Biasanya dia pasti tidak akan menyanyi, jika orang lain mendengarnya bernyanyi, pasti yang pertama heran adalah dia bahkan berani bernyanyi, bukan seperti loli yang terkejut karena lagunya beracun.
Loli itu menarik kembali pandangan, ragu-ragu melukis garis antara kucing dan ikan, lalu kembali menatap Cheng Yan.
"Serigala suka domba……"
"Monyet suka persik……"
“Anjing suka makan tulang, pendidikan yang Cheng Yun berikan tidak beres ya……”
Cheng Yan berbicara, baru tiba-tiba tersadar mengingat tujuan kedatangannya, lalu menatap si loli: “Ngomong-ngomong, Cheng Yun pergi ke mana? Kamu tahu?”
Si loli tanpa terburu-buru menyambungkan harimau dan banteng, karena hanya tersisa dua ini, tentu hanya mereka berdua yang bisa dijodohkan. Secara diam-diam ia mengingat harimau, makhluk ini merebut daging sapi darinya.
Setelah menyelesaikan soal ini, barulah ia menatap Cheng Yan dan mengangguk.
Cheng Yan bertanya lagi: “Cheng Yun pergi ke mana? Apa ia pergi ke tempat hitam legam itu?”
“Huu……”
“……Kamu bisa menulis?”
“Huu!” Si loli menggoyangkan telinga, saat ini ia hanya bisa menulis angka. Da Wang bilang tidak perlu mengajarinya menulis, tunggu sampai ia lebih besar nanti, ia akan menggunakan suatu benda untuk mengajarkannya kata-kata.
“Pendidikan Cheng Yun sangat tidak memadai… Begini saja, jika iya anggukkan kepala, apa ia pergi ke tempat hitam legam itu?”
Loli mengangguk, lalu kembali menundukkan kepala mengerjakan PR dengan sangat serius.
Cheng Yan bertanya lagi: "Kalau begitu kamu tahu kapan dia akan kembali?"
Loli mengangkat kepala meliriknya dengan tidak puas. Kok orang ini banyak sekali pertanyaannya, padahal masih banyak PR yang harus ditulisnya. Kalau tidak selesai, Da Wang pasti mengira dia malas berlatih. Dan jika PR sederhana ini saja tidak bisa diselesaikan, berarti dia bukan Raja Padang Salju yang rajin dan cerdas.
Cheng Yan paham maksudnya, lalu berbisik: "Kamu kasih tahu aku, nanti aku yang bantu kerjakan PR-mu. Lihat, kan masih ada soal-soal yang belum kamu kuasai, bagian itu bisa kubantu."
Loli berpikir sejenak, tidak memberikan jawaban.
Jika PR Raja Padang Salju sehebat dirinya harus dibantu orang biasa, bukankah itu akan mempermalukan gelar Raja Padang Salju?
Tiba-tiba Cheng Yan kembali bersuara, bagaikan seorang moxiu: "Tidak apa-apa, aku hanya akan memberitahumu jawaban-jawaban yang tidak kamu ketahui saja. Lagipula kalau kamu tidak bisa mengerjakannya, nanti setelah Cheng Yun memeriksa, dia juga akan memberitahumu jawabannya. Lebih baik aku yang memberitahumu dulu, sehingga saat Cheng Yun memeriksa, dia akan menemukan semua jawabanmu sudah benar. Dan selama kamu menghafal semua jawaban ini, sebenarnya tidak ada bedanya. Menurutmu, bukankah logika ini benar?"
Loli itu tertegun sejenak. Setelah berpikir, memang benar logikanya.
Biasanya kalau Da Wang ada, dia juga membimbingnya mengerjakan PR seperti ini. Ketika menemukan soal yang tidak dimengerti, Da Wang langsung memberikan jawaban dan menyuruhnya menghafal.
Loli itu pun mulai bimbang -
Bimbingan dari seekor Qū Qū manusia biasa, jelas berbeda dengan bimbingan dari Cheng Yun Raja Semesta yang agung.
Tapi kalau menerima bimbingan Cheng Yan, dia akan dipuji Da Wang.
Benar-benar membuat pusing.
Melihat situasi ini, berdasarkan psikologi, Cheng Yan langsung bertanya: "Kamu bisa membaca jam tangan?"
Loli itu sedikit ragu-ragu, lalu akhirnya mengangguk.
Baru kemarin dulu ia mempelajari hal ini.
Cheng Yan mengambil pulpen itu, mencari selembar kertas kosong, menggambar sebuah jam dengan garis skala yang jelas, lalu berkata pada si loli: "Gambarlah jam berapa dia akan kembali. Kamu kan pintar, pasti bisa kan?"
Mendengar itu, si loli merenung sebentar sebelum memahami maksudnya, lalu mulai menggoreskan pena di kertas.
Dua garis bertumpuk tergores, sama-sama mengarah ke puncak tertinggi.
"Pukul dua belas..."
Cheng Yan mengerutkan kening. Tangannya refleks ingin meraba kepala si loli seperti yang biasa dilakukan Cheng Yun, tapi segera ditarik kembali. "Aku akan ambilkan dendeng sapi kering. Mengerjakan PR tanpa camilan itu tidak boleh! Tunggu di sini ya. Kalau ada soal sulit, lewati dulu nanti aku bantu setelah kembali."
Si loli meliriknya sekilas, tetap tak bersuara.
Cheng Yan berjalan keluar, mengambil beberapa tas besar dendeng sapi kering dan tahu ikan, lalu turun ke lantai bawah untuk mengambil yogurt. Karena itu, dia menghabiskan cukup banyak waktu. Saat naik ke atas, ternyata ada satu orang tambahan di dalam ruangan.
Yin Nuxia berjongkok di sebelah meja kopi, seluruh tubuhnya dalam keadaan hampa, menatap loli yang sedang mengendalikan pensil mengerjakan soal.
Pensil dan permukaan kertas kasar berselisih menimbulkan gemerisik.
8×9=……
Dalam hati diam-diam, Yin Nuxia bertanya-tanya.
8×9, artinya 8 buah angka 9 ditambahkan... Yin Nuxia meremas ujung jarinya, dua angka 9 pertama paling mudah dijumlahkan, setelah merenung sebentar dia tahu hasilnya 18. Angka 9 berikutnya agak sulit... Aduh, bagaimana makhluk kecil ini sudah menulis jawaban??
Habis habisan...
Ekspresi wajah Yin Nuxia tiba-tiba menjadi sangat jelek.
Saat itu si makhluk kecil malah mengangkat kepala meliriknya sinis.
Aiya!! Ngapain lihat-lihat!!
Dalam dasar kalbunya, Yin Nuxia berteriak.
Tapi pada akhirnya dia tak punya keyakinan, hanya segera mengendalikan ekspresi wajanya kembali normal, berlagak tenang seolah "Aku santai saja", "Lho kamu masih mengerjakan soal matematika sederhana begini", dan bersiap berdiri untuk kabur—
Selama tak ada yang melihat, berarti tak memalukan!
Didi!
Pintu terbuka...
Yin Nuxia tertegun mengangkat kepala, siluet Cheng Yan muncul dalam pandangannya. Empat mata saling bertatapan, dia tetap mempertahankan posisi setengah berdiri, terkaku selama setengah menit.
Baru ketika Cheng Yan melewatinya dan berkata: "Ada apa Kak Yin Dan, datang melihat si loli mengerjakan soal?"
Yin Nuxia sama sekali tak sempat merenungkan "mengapa Cheng Yan melihat makhluk kecil ini mengerjakan matematika sulit tapi tak sedikitpun terkejut", dia hanya mengangguk kaku, berkata "Iya", lalu mempercepat langkah meninggalkan tempat yang menghancurkan hati ini.
Sekitar pukul sebelas empat puluh, Cheng Yun muncul di ruang tamu kamar.
Di bawah cahaya lampu, dua siluet besar dan kecil duduk di sofa menyantap camilan. Di layar TV sedang diputar "Tom and Jerry", beberapa lembar kertas di meja kopi dilipat rapi, pensil dan penghapus diletakkan di sampingnya.
Kedua siluet itu serentak memalingkan wajah, menatap Cheng Yun.
Cheng Yun tertegun: "Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Kenapa? Tidak bisa menghindar dariku?"
"……Aku tidak menghindarmu."
"Lalu kemana saja kau? Tidak bilang-bilang sama sekali!"
"Ada urusan resmi yang harus dikerjakan."
"Cih!"
"Untuk apa kau menungguku di sini… PR-nya sudah selesai?" Cheng Yun memandang tumpukan kertas di meja kopi.
"Wu!"
Si loli menjawab, sambil melirik ke arah Cheng Yan.
Cheng Yan paham maksudnya, langsung berkata: "Tak kusangka kau menyuruh loli mengerjakan PR! Kalau bukan karena aku datang ke sini dan melihat tumpukan kertas ini, aku tidak akan tahu! Tapi sudah kuperiksa semuanya, semuanya benar."
"Semuanya benar?" Cheng Yun tampak heran.
“Iya, kenapa raut wajahmu begitu?”
“Tidak ada apa-apa. Cuma beberapa soal yang kukira akan salah, ternyata dia lebih pintar dari perkiraanku.” Cheng Yun menggelengkan kepala.
“Mau kau periksa ulang?”
“Tidak perlu, sudah kau periksa kan.”
“Kalau begitu kita bahas urusan resmi.” Cheng Yan meletakkan dendeng sapi keringnya, menepuk tangan perlahan. “Hari ini kuselidiki, banyak gunung terkenal di dunia yang belum ada rekor pendakian puncaknya karena perlindungan agama. Meski aku tidak percaya hal-hal itu, tapi sebagai sesama manusia aku memutuskan untuk menghormati para pengikut itu. Jadi kita akan mendaki 14 gunung bersalju dengan ketinggian di atas 8.000 meter dulu, baru cari yang lain.”
“Emm...”
“Emm apaan! Sudah kuputuskan, malam ini kita ke K2. Bawa kursi santai, selimut bulu, dan lampu meja.” Cheng Yan berkata dengan nada tak terbantahkan, “Mengingat sudah larut, kita hanya duduk setengah jam, check-in, lalu pulang.”
“……”
Cheng Yun sangat mencurigai apakah gadis ini benar-benar ada yang tidak beres.
Tiba-tiba Cheng Yan kembali mengingatkan: "Kemarin malam kamu bilang tentang datangnya era baru, kamu bisa menyusun kata-kata terlebih dahulu, usahakan ceritakan dengan lebih epik."
Cheng Yun: "……"
