Beberapa hari telah berlalu.
Dua "sopir wanita" dari keluarga Lao Cheng—eh maksudnya Hotel Anju—juga akan menghadapi ujian parkir ().
Di bawah bimbingan khusus Siswa Cheng Yan, tingkat budaya si loli meningkat dengan kecepatan yang mengguncang. Setiap hari ia seolah naik ke lantai berikutnya—jurang antara dirinya dengan Yin XX semakin menganga!
Usai sarapan, Tang Qingying dan Liu Da Nüshen berdiri di bak cuci piring sambil mencuci piring. Cheng Yan duduk di sofa mengawasi si loli mengerjakan soal, sambil menggesek "tingkat kesan baik".
Demi pendidikan yang lebih baik, Siswa Cheng Yan bahkan mempelajari data tentang guru TK. Dengan langkah-langkah ketat layaknya mendidik bocah, si loli kini sudah menguasai pengetahuan dasar. Saat ini Cheng Yan fokus mengajarkan moral, logika, serta memaparkannya pada puisi, esai, dan tokoh-tokoh penting zaman kuno sebagai bentuk pembelajaran budaya.
Contohnya "Yong E" (Memuji Angsa), "Jing Ye Shi" (Puisi Malam Sunyi), "Shan Cun Yong Huai" (Kenangan Desa Pegunungan) - "puisi anak-anak" yang dipelajari di kelas 1 SD.
Contohnya Kaisar Kuning (Huang Di) dan Chi You, Kaisar Qin Shi Huang……
Lalu ada Sun Wukong……
Banyak yang dikenalkan melalui bentuk bercerita, dan dalam proses ini Cheng Yan dengan cepat menemukan perbedaan pola pikir loli dengan anak manusia, serta pengaruh budaya lingkungan asalnya.
Seperti anak manusia yang suka mendengar kisah bahkan merengek untuk diceritakan, contohnya Cheng Lianxin.
Tapi loli hanya memiliki minat yang sangat besar pada cerita Cheng Yun.
Seperti manusia yang membayangkan Xuanhuan, memuja kaisar kuno, sangat menyukai cerita bernuansa magis. Saat mendengar kisah Tiga Kaisar-Lima Kaisar dan Kaisar Qin Shi Huang, mereka akan kagum dan rindu - terutama anak-anak.
Namun loli sama sekali tidak tertarik pada cerita xuanhuan, dan saat mendengar tentang Kaisar Qin Shi Huang atau sejenisnya... wajahnya langsung menunjukkan ekspresi boson dan meremehkan.
Seolah-olah dialah yang paling jempolan di langit dan bumi!
Saat itu Cheng Yan sedang menyuruh loli mengerjakan soal interpretasi teks. Cheng Yun menggunakan bola kristal untuk kembali menjejalkan bahasa ke loli, kali ini loli berhasil memperoleh kemampuan membaca dan menulis, hanya saja masih belum bisa bicara.
Yin XX yang tak menyadari perbedaan yang semakin melebar antara kedua pihak, duduk di sebelah menonton penuh rasa ingin tahu.
Menatap tulisan di kertas, Yin XX berbisik seperti murid SD: "Ada tiga orang pergi ke ibukota untuk ujian, pada malam hujan badar mereka menginap di sebuah kuil, di sana ada biksu tua yang bisa meramal nasib... Mereka pun bertanya pada biksu tua itu, berapa dari mereka yang akan lulus? Sang biksu tidak menjawab, hanya mengulurkan satu jari dengan ekspresi sulit ditebak..."
"Apa artinya 'sulit ditebak'......"
“Aduh sampai di sini udah habis? Ini masih disebut kisah?”
Yin Nuxia mengalihkan pandangan ke bawah, melihat premis soalan, tetap membacakan: "Silakan sebutkan makna berbeda dari jari yang ditunjukkan biksu tua ini."
"Semua tidak lulus, (tanda kurung)."
"Ada satu orang yang lulus, (tanda kurung)."
"Ada dua orang yang lulus, (tanda kurung)."
"Ada tiga orang yang lulus, (tanda kurung)."
"Ini maksudnya apa sih, kan cuma satu jari, apa lagi maknanya..."
Wajah Yin Nuxia menjadi hitam.
Kisahnya pendek banget, belum paham isinya saja sudah sulit, soalnya juga sama sekali nggak ngerti, jangan-jangan ini mau menyuruhku meramal?
Siapa sangka ini!
Yin Nuxia tak sengaja menatap loli yang menunduk menunjukkan ekspresi kontemplatif. Ia yakin soal ini bermasalah - kalau benda kecil ini bisa menjawab, Yin XX akan live streaming...
Aduh pulpennya bergerak!?
Yin Nuxia menundukkan kepala dan melihat, satu per satu karakter yang mendekati standar tulisan cetak diukir oleh pulpen, mengisi tanda kurung. Meskipun ada beberapa bagian yang goresannya salah, dan ditulis sangat lambat, namun tulisan tersebut benar-benar rapi luar biasa.
"Tak satu pun lulus ujian."
"Lulus satu orang."
"Satu orang gagal ujian."
"Tak mungkin ada yang gagal."
"Apa-apaan yang kacau-balau ini... Cuma tebak-tebakan kan? Hush!" Setelah bereaksi, Yin Nuxia langsung menarik napas tajam, matanya melotot bulat.
"Ada apa Kak Yin Dan?" Cheng Yan memalingkan wajah dan bertanya penuh perhatian.
"Ahem!"
"Kena flu?"
"Tidak..."
Yin Nuxia melambaikan tangan, tapi melihat loli sedang meliriknya dengan tatapan sinis. Yang parah, selain Yan-yan, Sang Kepala Stasiun juga duduk berhadapan di depan! Malu ini tersebar terlalu luas! Otaknya berputar kencang mencari akal, lalu cepat-cepat berkata: "Aku tak menyangka benda kecil ini ternyata sangat cerdas, baru setengah menit merenung sudah dapat jawaban. Aku sendiri perlu berpikir sepuluh detik lebih!"
Cheng Yan tersenyum tipis: "Benarkah…"
"Ya!"
"Di sini masih ada satu soal…"
"Aku mau live streaming dulu! Selamat tinggal Yan-yan!"
"Eh…"
Cheng Yan tertegun sejenak. Dalam sekejap itu, Yin Nuxia sudah menghilang dari pandangannya. Ia hanya melihat punggung Yin Nuxia yang melesat di depan pintu…
Kecepatan yang luar biasa! Pantas saja Naqu Sensei tak bisa mengalahkannya!
Loli diam-diam menarik kembali pandangan, tak peduli. Cakar kecilnya mengibas, membalik halaman berikutnya sambil terus menunduk membaca —
Sikap seorang raja!
Cheng Yun menggelengkan kepala sambil tersenyum, tidak banyak bersuara.
Soal interpretasi teks ini benar-benar menyentuh kelemahan Yin Nuxia. Otaknya sejak lahir memang kurang cerdas, selain ingatannya buruk juga sulit memahami hal rumit, belum lagi buta huruf... Benar-benar memprihatinkan.
Setelah terdiam sejenak, Cheng Yun bertanya: "Kalian berdua ujian kapan?"
"Sekitar siang, jam sepuluh berangkat juga masih ada waktu."
"Bisa lulus?"
"Aku pasti bisa! Cuma tak tahu apakah Tang Yao Yao akan gagal. Jangan tanya dia, dia sedang tegang."
"Kalau lulus kategori 2, langsung lanjut kategori 3, bulan September bisa selesai ambil SIM." Cheng Yun mengangguk.
"Jangan menggoda nasib!"
"Hmm..."
Cheng Yun meregangkan badan: "Kebetulan, hari ini aku mau ambil mobil."
Cheng Yan mengangguk: "Bagus juga."
Meski sedang bicara dengan Cheng Yun, perhatiannya sepenuhnya tertuju pada kertas ujian si loli.
Di sudut tangga, Yin Nuxia yang menegakkan telinga akhirnya menghela napas panjang. Pipinya masih merah membara. Dengan tangan menyentuh lekuk dada yang megah, barulah ia melanjutkan langkah menuruni tangga.
Sang Kepala Stasiun dan Yan-yan sama sekali tidak membahas kejadian tadi. Rupanya mereka tidak melihatnya - bahwa sebenarnya dia tidak bisa mengerjakan soal itu. Syukurlah! Kalau tidak, malu tujuh turunan sudah!
……
Saat Cheng Yun turun ke lantai bawah, gadis kecil Yu Dian sedang sibuk melayani sekelompok tamu yang tampaknya rombongan wisatawan ke Jinguan.
Di era ekonomi selebritas internet ini, berwisata tanpa mampir ke toko viral lokal untuk absensi dianggap sangat merugi. Hotel Anju telah melayani banyak tamu seperti ini - bahkan bisa dibilang pelanggan terbesar hotel ini terdiri dari pengunjung ulang dan kaum muda yang sedang berlibur. Kabar baiknya, industri jasa paling bisa merasakan kemajuan generasi muda negara kita. Rata-rata kualitas pemuda sekarang memang lebih baik, membuat pengelolaan hotel jadi jauh lebih mudah.
"Bos, ada tamu!" teriak gadis kecil Yu Dian. Sekelompok anak muda itu langsung menoleh, sepertinya ada yang mengenali pria yang secara nominal adalah pemilik penginapan ini tapi sebenarnya hanya koki kepala - selain tampan, tak ada yang istimewa dari dirinya.
"Wah! Bos, apakah Yang Mulia Loli hari ini sedang menjemput tamu?"
"Loli sedang mengerjakan PR," jawab Cheng Yun sambil tersenyum. Yang dia maksud 'menjemput tamu' adalah kebiasaan Loli saat bosan: berkeliling di area resepsionis mengawasi 'wilayah kekuasaan'-nya, atau berjongkok di atas meja resepsionis meniru gerakan kucing pembawa rezeki untuk 'menekan' aliran kemakmuran.
"Sayang sekali, kami tak bisa bertemu Yang Mulia Loli."
"Kalau sempat, kalian bisa ke atap gedung. Dia suka membawa tikus kecilnya bermain di sana. Cuma akhir-akhir ini PR-nya banyak, jadi jarang ke atas." Cheng Yun mengetuk kertas yang menempel di meja resepsionis, "Tapi jangan mendekat untuk mengerumuni atau menyentuhnya ya."
Di resepsionis terpasang pemberitahuan yang intinya menginformasikan bahwa sang loli sangat membenci sentuhan manusia dan berwatak pemarah, mengingatkan orang untuk tidak sembarangan menyentuhnya agar tidak membuat sang loli maupun mereka sendiri kecewa.
Sebelumnya di sini juga pernah terpampang pernyataan Sang Mage untuk mencegah gangguan orang, namun kini sudah tercabik-cabik sepenuhnya.
"Tahu!"
"PR apa itu? Kelihatannya seru sekali, tekanan Yang Mulia Loli besar sekali ya!"
"Cuma bercanda saja," kata Cheng Yun sambil tersenyum santai.
Tiba-tiba, sebuah BMW kecil berhenti di pintu hotel.
Seorang perempuan bertubuh menawan bergaya modern, namun seluruh wajahnya tertutup turun dari mobil. Matanya melirik sekelompok orang di resepsionis, langkahnya membeku sejenak secara bawah sadar, tapi setelah ragu-ragu akhirnya melangkah perlahan masuk.
Ia tetap diam, lalu duduk di sofa resepsionis.
Meski wajahnya tak terlihat, postur Er Tangjie sungguh sempurna—tinggi ramping, lekuk tubuh proporsional, kulit yang terlihat putih salju dan mulus. Baik pria maupun wanita di area resepsionis memandanginya.
Cheng Yun diam-diam bergeser menghalangi pandangan mereka sambil berdiri di depan sepupunya: "Kau datang menjemput Liu Xi?"
Er Tangjie mengangguk, lalu melengkungkan jari memanggil Cheng Yun sembari mengeluarkan ponsel dari saku.
Dengan pasrah, Cheng Yun membungkuk mendekat.
Er Tangjie membuka WeChat, menampilkan panel obrolan dengan "", lalu berbisik: "Sudah berhari-hari Guru Cai tak membalas. Apa kau pernah menghubunginya? Apa dia membalasmu?"
"Tidak, aku tak pernah kontak dia."
"Kenapa tidak kau hubungi?"
"Baru berpisah berapa lama, panik apa." Cheng Yun juga merasa pusing, "Lihatlah dengan lebih terbuka. Dalam kehidupan kita selalu ada banyak orang yang datang dan pergi. Lagipula Cai Qing pergi untuk berkultivasi, bukan perang. Dia tidak menghubungi kita hanya membuktikan hidupnya di sebelah sana sangat penuh. Kau harus bersyukur untuknya... Sebenarnya kadang tak perlu meminta lebih, satu pertemuan indah sudah cukup. Satu-satunya cara bunga tetap cantik selamanya adalah menghentikannya tiba-tiba di puncak kecantikannya. Kau sudah nonton begitu banyak sinetron, masih belum paham logika ini?"
"Maksudmu apa?! Jangan-jangan Guru Cai sudah lupa kita sejak ke LN?"
"Mungkin dia merasa kita tak akan ada titik temu lagi, jadi memutuskan hubungan..." Cheng Yun mengangkat bahu.
"Tidak mungkin..."
Saat sepupunya berkata demikian, tiba-tiba terdengar suara terkejut dan bersemangat di telinganya——
"Cheng Qiuye? Benarkah! Kau pasti Cheng Qiuye?"
“！？？”
Sepupu perempuan dari pihak ayah merasakan jantungnya bergetar. Saat menoleh, terlihat seorang gadis kecil berusia sekitar dua puluh tahun dengan tubuh sedikit gemuk sedang menatapnya mati-matian. Di wajah gadis itu masih terlihat keraguan, namun seiring semakin menguatnya kegembiraan dan semangat, keraguan itu perlahan menghilang.
Teriakan gadis itu membuat semua rekannya kembali memandang Cheng Qiuye dengan heran.
Sepupu perempuan itu menyesuaikan kacamata hitam besarnya, berkata dengan tenang: "Kamu salah orang."
"Ah, benar-benar Cheng Qiuye!!!"
"Waah, aku sangat bersemangat! Aku mengenali suaramu! Aku penggemar fanatikmu! Aku sangat suka lagu-lagumu! Nada dering ponselku semuanya lagumu! Cheng Qiuye, bisakah kamu memberiku tanda tangan?" Wajah gadis berbintik-bintik itu tiba-tiba memerah darah karena kegugupan.
"...Hush!"
Sepupu perempuan itu memberi mereka kode isyarat.
Seketika sekelompok anak muda menjadi tenang, lalu melirik ke sekeliling seperti mata-mata sambil mengangguk pada Cheng Qiuye, sambil berusaha menahan kegembiraan di wajah mereka.
Sang sepupu dengan pasrah bertanya: "Bagaimana kalian bisa mengenaliku?"
Gadis gemuk mini itu bersuara: "Aku..."
Tiba-tiba ia sadar suaranya terlalu keras, lalu merendahkan volume dengan gemetar: "Aku penggemarmu, aku super tak terkalahkan suka lagu-lagumu!! Aku tahu pemilik toko ini adalah kerabatmu, jadi begitu melihatmu langsung kutebak... Bisakah kau memberiku tanda tangan?"
"Aku juga mau."
"Bisa foto bersama?"
"Aku juga ingin..."
Sang sepupa menatap sekelompok anak muda yang gugup sampai tak tahu harus meletakkan tangan di mana, akhirnya mengangguk dan berdiri: "Kemarilah, kita foto perlahan tapi... Hush!"
"Hm hm!"
Maka Er Tangjie sambil terus mengingatkan mereka untuk tidak menyebarkan kabar kedatangannya ke Hotel Anju hari ini, guna mencegah orang-orang tertentu nantinya berjaga-jaga di hotel tersebut, sambil mengantar semua orang naik ke lantai atas.
Cheng Yun dan gadis kecil Yu Dian saling pandang sejenak, lalu mengangkat bahu dengan pasrah. Setelah menunggu sebentar, mereka pun pergi keluar.
Pukul sepuluh, lokasi ujian.
Dua dewi sekolah berbaju tipis memasuki area istirahat, langsung menjadi fokus pandangan semua orang.
Tang Qingying menyandarkan lengannya pada lengan Cheng Yan: "Yan-yan, aku agak tegang."
"Apa yang perlu ditegangkan?"
"Aku selalu tegang saat ujian."
"Cuma ujian doang... Jangan menyandar, panas, telapak tanganku sampai berkeringat." Cheng Yan menggoyangkan tangannya, seolah memperlakukan Tang Qingying seperti kera yang ingin dilepaskan.
"Ini bisa meredakan keteganganku... Kalian para kutu buku takkan mengerti penderitaan kami para kuxiushi."
“……”
Cheng Yan menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan ke warung sebelah membeli es krim cokelat, menyodorkannya sambil berkata: "Makan es krim, cokelat juga bisa bikin rileks."
Tang Qingying menerima es krim dengan satu tangan, tetap menyandarkan tangan satunya di lengannya.
Cheng Yan hanya bisa pasrah.
Musim panas memang panas, dia merasakan area tangan tempat Tang Qingying menggenggamnya sudah basah keringat.
Tiba-tiba pelatih menggerakkan jari memanggil, keduanya pun mendekat.
Ekspresi pelatih sangat ramah, langsung tersenyum begitu melihat mereka - memang siswi cantik selalu dapat perlakuan spesial. Dari dua gadis ini, satu meski bersikap dingin tapi paling mahir berlatih sama sekali tak merepotkan; satunya lagi berkarakter terbuka dan anggun, senyum manisnya bisa membuat orang mati karenanya - tipe gadis seperti ini disukai semua orang.
Sedangkan sesama anggota sekte satu mobil lainnya kebanyakan hanya mengamati dengan samar, tak ada yang berinisiatif menyapa.
Ini semua akibat karakter Cheng Yan — gadis-gadis yang memiliki kecantikan ekstrem memang bisa memberikan tekanan besar, apalagi jika mereka memiliki aura dingin yang membuat hanya sedikit orang mampu bertahan.
Pelatih berkata: "Kita diperkirakan ujian sekitar pukul sebelas, urutan posisi kita cukup belakang."
Cheng Yan mengangguk samar.
Pelatih bertanya lagi: "Gugup?"
"Tidak." Cheng Yan duduk tenang, sama sekali tidak berniat mengobrol dengan "sesama anggota sekte".
"Sedikit..." kata Tang Qingying.
