"Orang-orang ini... benar-benar menyimpang!"
"Kepala stasiun juga menyimpang!"
"Cheng Er juga menyimpang!"
"Dewi sekolah itu juga menyimpang..."
"Enmm... Kalau dipikir-pikir, cuma kucing itu yang sedikit lebih baik!"
"Dia juga mau minum, tapi kepala stasiun melarangnya!"
"Berarti semuanya menyimpang! Habis habisan, harusnya kita ikut manusia setengah iblis itu pergi bersama!" Dahuang berkata dengan wajah terpaku.
"Tapi... menurut pengalaman kita, orang di setiap dunia memang selalu menyimpang!"
"Mengerikan!"
"Mengerikan sekali!"
“Erhua lihat sebelah sana!”
“Hmm……”
Erhua menyambut arah yang ditunjuk Dahua. Beberapa gadis kecil yang masih sadar sedang dengan santai memanggang beberapa tusuk sayuran polos. Sebelumnya mereka lebih banyak sibuk, sekarang selain Yin Nuxia semua sudah makan minum dengan cukup, akhirnya mereka bisa rileks dan memanggang makanan favorit. Selera beberapa gadis ini sangat mirip - menyukai jamur-jamuran, sayuran, dan irisan kentang. Di tangan Tang Qingying terbuka dengan jelas seikat ekor elang panggang, sementara Cheng Yan memegang beberapa tusuk kembang kol dan jarum emas.
Ekor elang itu masih sangat segar, saat ditaruh di pemanggang masih hijau zamrud dan lembut. Namun seiring api besar membakar, sekejap mata menjadi lembek, mengeluarkan uap panas zzzz dengan bentuk yang mengerikan.
Tang Qingyang sambil bercanda dengan Cheng Yan dan Feng Yujia, mengolesi minyak dan menaburkan bumbu.
Tiba-tiba muncul kepulan asap tebal dari pemanggang.
“Hush……”
Dahua dan Erhua saling pandang, keduanya melihat ketakutan di sorot mata masing-masing.
Gemetar ketakutan!
Dari penglihatan tepi, mereka melihat loli kecil yang tak menyentuh arak sepanjang acara, memanfaatkan kesempatan saat Cheng Yun menyodorkan tisu toilet ke Tang Qingyan, diam-diam memasukkan kepala ke cangkir Cheng Yun. Lidah merah muda mungilnya menyentuh permukaan cairan secepat capung menggapai air, mengangkat seteguk arak Sprite sebelum mengangkat kepala dengan berlagak biasa.
Seolah merasakan pandangan dua bunga itu, makhluk itu memalingkan wajah, menatap dingin ke arah mereka. Dalam tatapannya terselip peringatan samar.
Terus menggigil ketakutan!
Dalam sekejap mata, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat. Dari kejauhan terdengar gemuruh muram menyembul dari awan hitam yang dipenuhi kilatan petir bercabang tak terhitung, menerangi separuh langit walau di sisi ini rembulan masih menggantung tenang.
Namun udara malam perlahan mulai menjadi dingin.
Zhu Jiayan yang meringkuk tidur di lantai secara bawah sadar memeluk erat kedua lengannya, tubuhnya mengkerut semakin rapat.
Naqu juga tahu arak ini adalah barang bagus, telah meminum banyak, sekarang sedang mengangkat kepala menerawang tanpa fokus ke rembulan di langit. Bagaimanapun dia adalah pria yang memiliki keluarga, apalagi perasaannya terhadap istri dan anaknya sangatlah dalam. Sudah berbulan-bulan datang ke dunia ini, masih belum tahu bagaimana kondisi keluarga di dunia itu: apakah mereka menderita kesakitan karena kepergiannya, apakah melakukan hal bodoh, ataukah mengalami persekusi dari kantor pemerintah karena dirinya...
Cahaya bulan ini, seolah semakin terang bersinar, semakin membuat area bayangan di hati terkesan semakin jelas!
Perlahan hanya Cheng Yan dan Feng Yujia yang masih memanggang tusuk sate di pinggir pemanggang. Setiap selesai memanggang, Feng Yujia langsung menyerahkannya ke Yin Nuxia, sementara Cheng Yan bertugas menyuapi si loli. Sesekali mereka juga memakan satu dua tusuk sendiri. Sementara Tang Qingying sudah tak tahan melihat kakak ipar dan kakaknya duduk berdua sambil bergumam. Dengan proaktif dia mendekat sambil membawa cangkir arak Sprite dan mulai ngobrol ngalor-ngidul dengan mereka.
Gadis kecil Yu Dian berjongkok di depan Yin Nuxia, terus-menerus menasihatinya untuk duduk di meja sambil makan alih-alih berjongkok. Sambil mengusap minyak yang menetes dari bibirnya dengan tisu, dia juga mengingatkan agar tidak mengotori baju.
Tapi Yin Nuxia keras kepala tetap ingin berjongkok!
Masih ada siluet menggoda yang terombang-ambing...
"Akhirnya, Cheng Yan mendekat. Pipinya sedikit kemerahan, tubuhnya membawa bau arak samar, namun tetap sangat sadar. Ia berkata pada Cheng Yun: 'Masih ada sisa sayuran, tidak akan habis. Simpan saja untuk besok dibuat hidangan kering, Mao Cai, atau campuran berbagai bahan.'"
"Bisa habis! Aku masih bisa makan, jangan sia-siakan ya!"
"……" Cheng Yan memalingkan wajah menatap seseorang dengan pendengaran lebih tajam dari anjing, dengan tenang mengabaikannya. "Cari cara untuk menidurkan orang mabuk ini. Lalu Tang Qingyan, maukah kau mengantarnya pulang?"
"Aku bisa mengantarnya pulang!" Tang Qingying mengangkat tangan.
"Aku… masih bisa jalan." Bos Tang tersenyum lembut. "Tapi mungkin jalannya agak oleng."
"Kau? Mampukah kau memikulnya?" Cheng Yan menatap Tang Qingying.
"Aku sangat kuat!" Tang Qingying mengangkat tangan memperagakan gerakan memamerkan otot. Ia bahkan menarik lengan bajunya yang pendek, menunjukkan lengan ramping putih salju dengan kulit yang masih muda lembut.
“……Omong kosong.”
“Kalau begitu aku bersama kakak ipar.”
“……Sudah, biar aku saja.” Cheng Yan mengatur dengan sistematis, “Kamu sendiri sudah mabuk, cepat pulang mandi dan tidur. Aku dan Cheng Yun akan mengantarkan kakakmu ‘dengan ketenangan’.”
“……Baiklah.” Tang Qingying ragu sejenak.
Tapi dia segera menambahkan, “Jangan sampai mengkhianatiku ya! Kita kan teman dekat!”
Cheng Yan: “……”
Setelah berunding, Feng Yujia mulai menyiapkan barang-barang.
Cheng Yan lebih sibuk sedikit. Pertama dia berputar tiga putaran mengelilingi Pohon Empat Musim untuk menangkap Liu Da Nüshen yang ingin kabur, lalu dengan susah payah mengangkatnya yang masih meronta menuju lantai bawah. Cheng Yan tidak memiliki kekuatan suci seperti Yin Nuxia yang bisa membelah gunung, sehingga operasi ini terasa jauh lebih melelahkan. Dengan susah payah dia akhirnya berhasil membawa Liu Da Nüshen yang masih mengamuk kembali ke asramanya dan menyerahkannya kepada gadis kecil Yu Dian.
Sebelum pergi, Liu Da Nüshen masih menyanyikan satu lagu dengan suara merdu nan menggoda, pesonanya menyentuh hingga ke dalam tulang punggung.
Para penghuni asrama bahkan tak berani menarik napas!
Cheng Yan melontarkan ekspresi belas kasihan ke arah para siswi itu, namun ucapnya tegas: "Malam ini kalian beruntung, tapi dilarang berfoto! Kak Yu Dian, serahkan padamu."
Yu Dian si gadis kecil mengangguk patuh.
Setelah Cheng Yan pergi, dia mengambil handuk basah dari kamar mandi dan dengan satu kalimat membuat Liu Xi langsung diam: "Ada yang mengawasi di sini. Mau tinggalkan bom informasi untuk dirimu di masa depan?"
……
Sampai di atap gedung, Cheng Yan yang berdiri di samping Tang Qingyan mengatupkan bibir sebelum berkata pada Cheng Yun: "Kak Liu Xi sudah tidak cocok tinggal di asrama. Lebih baik kita sediakan kamar khusus. Lagipula dia sebentar lagi bisa cari uang sendiri untuk bayar sewa."
Cheng Yun mengangguk santai: "Pihak benar. Serahkan saja pada Sang Adinda untuk mengurusnya."
Garis-garis hitam mulai terbayang di dahi Cheng Yan.
Setelah bereaksi, dia memberikan sebuah tamparan di ubun-ubun Cheng Yun!
Cheng Yun langsung melotot padanya: "Apa yang kamu lakukan?"
Cheng Yan berkomentar tenang: "Kakak Kaisar, otakmu bermasalah. Aku akan menepuknya, menepuknya pasti sembuh."
Cheng Yun menutupi kepalanya: "Aku bukan TV!!"
Loli di samping tertegun melihat adegan itu. Kini dia tidak lagi mengganggu Cheng Yan seperti dulu, mungkin sudah terbiasa melihat Da Wang diperlakukan semena-mena oleh Cheng Yan.
Bos Tang tertawa terbahak-bahak.
Dari sudut matanya, Cheng Yan melihat sang guru memikul Zhu Jiayan yang masih tergeletak di tanah hendak turun ke lantai bawah. Ia mengangguk pada guru itu, lalu menatap Tang Qingyan yang sedang menepuk-nepuk meja dengan ceria untuk melepas stres. Sambil mengelus kening, dia berkata: "Aku akan mengantarmu turun dulu."
Tang Qingyan segera menyimpan senyumnya. Berpegangan pada meja, dia berusaha berdiri: "Terima kasih."
Ekspresi Cheng Yan tetap bagaikan sumur tak beriak: "Sama-sama."
"Dun," katanya setelah membeku sejenak, "Dengan keadaanmu sekarang, turun tangga pasti sulit. Lebih baik aku memikulmu ke bawah."
"Aku bisa jalan sendiri."
“……”
Cheng Yan tak mengizinkan protes lebih lanjut. Langsung membungkuk dan mengangkat tubuh Tang Qingyan dengan lincah menuruni anak tangga.
Cheng Yun ikut berdiri mengikuti dari belakang. Tatapannya bertemu dengan mata melotot Tang Qingyan yang terpana, senyum tipis mengembang di bibirnya. Melihat senyum itu, sang Bos Tang pun mengendurkan tensi, menempel pasif di bahu Cheng Yan.
Loli kecil tentu saja juga mengikuti rombongan.
Sesampainya di lantai bawah, Cheng Yan menurunkan Tang Qingyan. Dengan nada datar ia berkomentar: "Postur tubuh bagus. Pinggangnya ramping."
Bos Tang tersenyum anggun: "Terima kasih sekali lagi."
"Alamat rumahmu di mana?"
"Di sekitar sini."
Tang Qingyan mengangkat jari menunjuk sebuah arah.
Cheng Yan mengangguk, menoleh ke belakang. Tang Qingying tidak mengikuti. Daripada melayani Tang Qingyan dengan sepenuh hati, dia mengeluarkan ponsel dan berkata pada Cheng Yun: "Kau temani dia pulang. Aku akan mengikuti dari belakang sambil memberi senter."
"Kau naik saja bantu Yujia membereskan barang. Aku sendiri bisa mengantarnya pulang. Lampu jalan terang, tak perlu senter."
"Aku tak perlu ditopang, bisa jalan sendiri."
"Tidak boleh. Aku harus ikut. Kalau tidak, 'seseorang' pasti khawatir." Bibir Cheng Yan menyunggingkan suatu lengkungan, seolah ini adalah hal yang sangat menarik.
"......Baiklah."
Cheng Yun juga merasa agak canggung.
Tang Qingyan tidak sampai mabuk tak bisa jalan, hanya langkahnya agak melayang. Keduanya khawatir dia terjatuh atau ada apa-apa di jalan, sehingga terus mengikuti dari samping siap menopang kapan saja.
Melewati satu jalan, belok di sudut, akhirnya sampai di kamar kontrakan kecil tempat tinggal Tang Qingyan.
Di sini adalah kawasan perumahan tua, tidak ada lift. Tang Qingyan datang terburu-buru, sulit mencari tempat sewa, jadi fasilitas kompleks ini juga tidak bisa dibilang bagus.
Ia tinggal di lantai empat.
Cheng Yan menendang lantai di lantai satu, lalu menepuk tangan, tapi tidak ada lampu yang menyala. Ia tak bisa menahan kerutan di dahinya, memandang Bos Tang: "Tidak ada lampu?"
"Sepertinya rusak. Banyak lampu di sini yang rusak, yang masih bagus tidak banyak..." Suara Bos Tang yang mabuk terdengar lembut, terkesan sangat anggun.
"Kalau setiap malam pulang kerja larut, kembali ke tempat gelap seperti ini, tidak takut?" Cheng Yun juga mengerutkan kening. Dalam ingatannya, Tang Qingyan bukan orang pengecut, tapi juga bukan pemberani. Kebanyakan perempuan pasti takut berjalan di koridor gelap dan tua seperti ini di malam hari. Selain hantu dan dewa yang mistis, masih banyak bahaya nyata dari dunia nyata. Banyak berita seperti itu.
"Sudah ku laporkan. Mungkin dua hari lagi manajemen properti akan memperbaikinya."
"Naif!"
Cheng Yun mengerutkan keningnya semakin erat, namun tetap tidak berkata apa-apa.
Sejujurnya keamanan di area ini sudah sangat baik, pasukan polisi sangat kuat, kemungkinan munculnya orang jahat sangat rendah, sementara hantu maupun dewa pun tidak ada di dunia ini. Ia hanya khawatir Tang Qingyan akan merasa takut saja.
Kembali sadar, Cheng Yun melihat Cheng Yan melemparkan pandangan merendahkan padanya, seolah-olah baru saja menertawakannya. Ia menarik sudut bibirnya, lalu berkata: "Koridor terlalu gelap, takut jatuh. Lebih baik biarkan Cheng Yan menggendongmu naik!"
"Tidak perlu..."
Bos Tang merasa tidak enak merepotkan Cheng Yan. Menurut pengetahuannya, Cheng Yan bukan tipe orang yang suka menolong.
Cheng Yan menatap Cheng Yun diam-diam selama dua detik, kemudian memalingkan kepala sambil mendengus: "Kau anggap aku apa? Kuli? Sering-sering menyuruhku kerja kasar!"
Cheng Yun tertegun, agak bingung, tidak tahu urat mana lagi yang bermasalah padanya.
"Lalu harus bagaimana?"
"Kau tanya saya? Bukannya kau berdiri di sini? Kau kan pria, masa kerja fisik kayak gini disuruhin ke aku!" Cheng Yan menarik napas dalam-dalam, "Lagipula aku sudah capek, aku bukan Kak Yin Dan yang punya kemampuan menggendong manusia hidup seberat 100 jin dari lantai tiga ke lantai empat."
"Sudahlah, aku bisa jalan sendiri." Tang Qingyan tersenyum.
Untuk mencegah Cheng Yun menyalahkan Cheng Yan, dia menambahkan dengan nada menggoda: "Jangan lebay deh, aku cuma minum sedikit arak, masa naik tangga aja nggak bisa?"
Sambil bicara, dia melangkah menaiki tangga.
Namun dia salah memperkirakan jarak, kakinya terpeleset sehingga kepalanya langsung terjatuh ke bawah.
Beruntung Cheng Yun bereaksi cepat, langsung menyambar dan memeluk tubuh bagian atasnya sebelum dia terjatuh.
Setelah membantunya berdiri, dia berkata dengan pasrah: "Ini masih disebut bisa naik tangga?"
Nyaris terjatuh, Bos Tang memaksa tak bersuara. Satu tangan menopang pagar, tangan lain mencengkeram bahu Cheng Yun untuk berdiri tegak. Lalu menundukkan kepala, menatap posisi tangan yang kurang tepat, memalingkan wajah ke Cheng Yun: "Cari keuntungan?"
Cheng Yun buru-buru melepaskan genggamannya.
Secara bawah sadar menoleh, melihat alis Cheng Yan berkerut kencang, sedang menatap bohlam rusak di atas.
Cheng Yun menghela napas lega, berkata pada Bos Tang: "Biarkan aku memikulmu naik."
"Masih ingin mencari keuntungan dariku?"
"Bukan!"
"Masih membela diri..."
“……”
Cheng Yun malas berdebat. Langsung membungkuk, memikulnya di pundak, memeluk kaki ramping nan membulat itu, dengan santai melanjutkan langkah ke lantai atas.
Tang Qingyan pun tak melawan.
Cheng Yan dengan ekspresi datar mengikuti dari belakang.
Berbaring di pundak Cheng Yun, Tang Qingyan merasa canggung. Pura-pura santai ia berkata: "Setahun lebih tak bertemu tenagamu meningkat ya!"
Cheng Yun membalas: "Setahun lebih tak bertemu, beratmu bertambah!"
Tang Qingyan menampar punggung Cheng Yun dengan telapak tangannya.
Cheng Yan tak kuasa menahan diri, batuk dua kali, lalu pura-pura membungkuk mengikat sepatu. Setelah mereka berjalan lebih dulu, barulah ia berdiri tegak. Pipi sempurna nan dinginnya memerah sedikit, bergumam lirih: "Brengsek benar..."
Sekejap mata, ia pun merasa menyesal—
Jangan-jangan Tang Qingying akan mati marah jika melihat adegan ini?
Bisa saja ia malah menyalahkanku?
Belum tentu juga. Akhir-akhir ini Cheng Yan dan Tang Qingying sudah mulai menguasai energi, sebentar lagi akan mempelajari jurus panjang umur. Cheng Yan samar-samar merasakan perubahan sikap mental Tang Qingying—pengawasannya terhadap kakak ipar tak seketat dulu. Mungkinkah ia mulai merasa pendampingan ribuan tahun lebih berarti? Tapi bisa juga ini karena ia sadar takkan bisa menyaingi kakaknya sendiri.
Cheng Yan segera mengesampingkan teori berbeda yang kacau-balau ini. Dia belum pernah menjalin hubungan asmara, juga bukan jomblo berpengalaman teori, mana mungkin bisa menebak pola pikir orang-orang ini.
Lagipula dia tidak terlalu tertarik. Bukanlah dia orang yang suka menguping, cuma karena ini menyentuh persoalan penerus keturunan keluarga Cheng, barulah dia ingin memahami lebih dalam.
Saat menaiki tangga, sebuah kamar sudah terbuka. Cheng Yun baru saja membawa Tang Qingyan masuk.
Cheng Yan mengerutkan hidungnya, berdiri di pintu tanpa mengikuti masuk.
Bukan ingin memberi kesempatan pada siapa pun, semurni enggan masuk agar tak mendengar hal yang tak pantas didengar atau melihat pemandangan tak pantas, menghindari Momen Memalukan.
Setelah masuk, Cheng Yun mengamati bagian dalam kamar. Dengan sekali pandang sudah menangkap semuanya.
Rumah sewa ini sempit dan kecil, satu kamar satu ruang tamu. Lantainya dari semen tanpa ubin, dari dindingnya sudah terlihat sangat tua. Di ruang tamu ada jendela yang juga relatif kecil, terlihat meski siang hari pencahayaan di sini mungkin tetap kurang memadai. Dapurnya juga sangat kuno, telah dibersihkan dengan sangat rapi oleh Tang Qingyan, ubin putih di tungku memantulkan cahaya samar-samar, tapi celah hitam di sela-selanya sudah mengendap bertahun-tahun lamanya, tak bisa dihilangkan. Ada wajan datar kecil dan rice cooker, serta beberapa peralatan dapur sederhana dan bumbu, tidak bisa dibilang lengkap.
Perabotan rumah tangga sangat minim, dan juga sudah tua. Sudut sofa dan lemari masih menyisakan jejak kerusakan.
Justru kamar tidurnya sangat bersih dan minimalis.
Lampu dinding di atas kepala sudah rusak, diganti dengan bola lampu pijar yang digantung pakai kabel. Karena baru dinyalakan, memancarkan cahaya jingga kemerahan.
Cheng Yun tak bisa menahan diri untuk tidak diam sejenak.
"Di kampung halamannya, Tang Qingyan jelas-jelas termasuk anak yang dimanja. Setelah kuliah di Yizhou dan bekerja paruh waktu di tempatnya, Cheng Yun juga tidak pernah menuntut berlebihan. Kemudian mereka pun berpacaran. Cheng Yun merasa sudah memperlakukannya dengan baik. Bisa dibilang Tang Qingyan selalu hidup berkecukupan."
"Lingkungan seperti ini... apakah tergolong buruk baginya?"
Suara Tang Qingyan terdengar di telinganya: "Apa yang kau lakukan?"
Cheng Yun tersentak sadar, buru-buru meletakkan Tang Qingyan di sofa, lalu agak canggung berkata: "Kalau begitu aku dan Cheng Yan... kami pergi dulu?"
"Ayo pergi."
"Baik, sampai jumpa besok."
"Tunggu."
"Hm?"
Cheng Yun memalingkan wajah.
Tang Qingyan melirik ke arah pintu, lalu menggerakkan jarinya mengajaknya dengan gamblang: "Kemarilah!"
Cheng Yun juga melirik ke luar pintu, hanya melihat siluet Cheng Yan yang membelakangi mereka sambil asyik main ponsel. Dengan patuh ia mendekat: "Ada apa?"
Tang Qingyan duduk di sofa, setengah bersandar pada sandaran punggung, mata berkabut. Saat Cheng Yun mendekat, tiba-tiba ia mengangkat tangan dan mencengkeram baju lengan pendeknya, lalu menariknya lebih dekat dengan tenaga kecil. Ia membuka percakapan dengan kalimat pembuka: "Kau tahu aku mabuk."
Cheng Yun mengangguk: "Aku tahu."
Ia melirik ke arah luar lagi, merendahkan volume suaranya: "Apa yang ingin kau bicarakan? Cepat katakan."
Tang Qingyan menatap tajam Cheng Yun sambil mendongak, kilatan samar terlihat di matanya. Ekspresi wajah manisnya terlihat sangat serius. Tenggorokannya berkedut, menunjukkan ketegangan, lalu berkata: "Aku ingin bertanya, aku sudah datang mencarimu, masih apa lagi yang kau inginkan?"
Cheng Yun langsung tertegun.
Di luar, Cheng Yan juga menatap layar kunci ponselnya tanpa berkedip, telinganya tegak menyimak.
Setelah lama keraguan, Cheng Yun akhirnya berkata: "Aku... aku belum memikirkannya dengan jelas."
"Hm?"
Tang Qingyan tetap menatapnya tak berkedip.
Namun hanya dua detik, pandangannya sudah bergeser. Bersamaan dengan itu dia melepaskan cubitan pada kaos oblong Cheng Yun, tidak mempersulitnya lebih jauh. "Baiklah, kamu bisa kembali," ujarnya sambil menghela napas lega.
"Kalau begitu... tidurlah lebih awal. Minum arak di tengah malam bikin haus, taruh segelas air di samping bantal ya."
"Diam kau! Ini semua nasihat lamaku dulu... Cepatan pergi! Tutup pintunya!"
"Baik."
Baru kemudian Cheng Yun berbalik pergi, merasakan pening mulai menyerang.
Saat mendekati pintu, Cheng Yan seolah mendengar dentang langkahnya. Dengan tepat waktu dia mematikan layar ponsel. Matanya menyapu sekilas keriput akibat dicubit pada baju Cheng Yun, lalu tanpa ekspresi mengamati wajahnya. "Sudah diatur?"
"Sudah, ayo kita kembali."
"Sudah selesai bicara?"
“……”
"Tak ada urusan lain?"
"Ayo pergi!" Cheng Yun menepuk bahunya keras, "Sepanjang hari kok mulutmu tak pernah berhenti!"
"Wah, watakmu makin menjadi ya!"
