Cheng Yun mengikuti Cheng Yan memasuki ruang baca.
Gaya dekorasi ruang bacanya cukup unik, kesan futuristiknya tidak terlalu kuat, atau lebih tepatnya tidak sesuai dengan imajinasi futuristik Cheng Yun, juga berbeda dengan gaya klasik Tiongkok atau gaya modern Bumi. Tapi ada satu kesamaan dengan ruang baca lain - suasananya sangat hening, mudah membuat orang menjadi tenang.
Cheng Yan dengan cepat mengambil sebuah buku filsafat, lalu dengan gerakan melayang ia berbalik dan duduk di kursi, dengan santai menyilangkan kaki ala Er Lang sambil meletakkan buku di pahanya.
Cheng Yun melirik sebentar. Buku yang diambilnya itu termasuk dalam koleksi buku fisik di ruang baca, berjudul _"Di Ujung Waktu"_. Jelas buku ini menempati posisi terpandang dalam peradaban Lan Da, diperkirakan sepadan dengan _"Kitab Dao De Jing"_ di Tiongkok.
Awalnya Cheng Yun mengira ini adalah buku fiksi ilmiah.
Ia pernah mencoba membacanya, tapi langsung pusing tujuh keliling.
Diam-diam ia duduk berseberangan dengan Cheng Yan, memunculkan antarmuka proyeksi dan mulai membaca _"Kumpulan Lelucon"_.
"Putarkan musik instrumental lembut," pinta Cheng Yun.
"Baik."
Suara lembut menggema, lalu alunan kecapi yang menenangkan mulai memenuhi ruang baca.
Cheng Yan meliriknya sejenak, lalu kembali menunduk.
Tiga menit kemudian, keningnya berkerut. Tangannya mengusap daun telinga sebelum menatap Cheng Yun di seberang yang sedang tertahan tawa, wajahnya dipenuhi garis-garis hitam kebingungan.
"Dan Cheng Yun tak sadar diri, terus menahan tawa."
"Pfft... kukuku..."
"...Cheng Yun, kau sedang apa?" Cheng Yan akhirnya tak tahan lagi, bertanya.
"Lihat... lihat lelucon! Alien ini lucu banget!" Cheng Yun juga mengangkat kepala, tapi wajahnya merah padam, tak sabar berbagi dengan Cheng Yan, "Ayo, kubacakan untukmu..."
"Aku ogah denger..."
"Ini kocak banget! Kubacakan ya!"
"Aku tak tertarik..."
"Dengar dulu baru tau! Ini beda gaya lelucon Bumi, meski kau sudah bosan dengan humor Bumi..."
"Tak tertarik. Aku cuma mau baca buku dengan tenang." Cheng Yan memotongnya lagi dengan kesal, "Ngapain tak ke sisi Kak Yin Dan? Kalian kan punya bahasa bersama. Lagian kalau kubacakan ke mereka, pasti pada nyambung. Meski garing, adik iparmu dan si pendekar bego itu pasti ketawa ngakak."
"Bukumu itu bagus apanya! Mending dengerin leluconku!" Cheng Yun bersikeras.
“……”
“Kening, bagaimana bisa kau tetap tak beremosi menghadapi kehangatanku? Apa kau tidak punya perasaan?” Cheng Yun mulai merasa canggung.
“Bukankah kita sudah saling kenal sejak hari pertama?”
“……Dengan sikap seperti ini, kau tak akan dapat pacar.” Cheng Yun berkata dengan serius.
“Pacar punya guna burung!”
“Cih! Dari mana belajar jadi jahat begini!”
“Aku cuma mengucapkan sumpah serapah biasa, otakmu ini bisakah berpikir normal... Minimal di depan adikmu jangan memikirkan hal mesum!” Cheng Yan memegang buku, wajah mulai menghitam.
“Malah menyalahkan ke kepalaku...”
“Lalu menyalahkan siapa?”
“……Sudahlah, kau teruslah baca buku filsafatmu, aku ke sebelah main dengan mereka.” Cheng Yun berdiri dengan pasrah.
“Dari dulu harusnya begitu, memang seharusnya kau main dengan mereka.”
"Ucapan ini…" Cheng Yun merasa makna tersembunyi dalam perkataannya adalah "Dengan IQ-mu, memang pantas main dengan Yin Nuxia". Ini jelas-jelas hinaan. Dengan mata terbalik, ia berkata, "Aku cuma berpikir kita berempat masuk bersama, tapi kau sendirian di sini. Khawatir kau kesepian, jadi kutemani."
"……" Cheng Yan terdiam sejenak. Ingin menjawab "Tak perlu", tapi saat mulut terbuka, kata-kata itu tertahan. Akhirnya ia menutup rapat bibirnya——
"Hmm~"
"Berdengus-dengus apalagi…" Kelopak mata Cheng Yun berkedut. Ia merasa adiknya kerasukan hantu, jiwa asing yang kini mengendalikan tubuh ini.
"Aku takkan kesepian." Cheng Yan berbicara tenang, "Situasi seperti ini sering kualami. Pergilah main."
"Benar juga. Tapi meski tak kesepian, bagaimana jika ada gejolak lain?" Cheng Yun mengangkat bahu.
"Gejolak apa?" Alis Cheng Yan kembali berkerut.
"Misalnya…"
Cheng Yun sempat memikirkan banyak kata dalam sekejap, namun akhirnya untuk menghindari kemarahan emosional seseorang, ia hanya melambaikan tangan: "Sudahlah, tidak usah kuberitahu. Nanti kamu marah. Lebih baik aku main dengan mereka saja."
Cheng Yan langsung menunjukkan ekspresi mmp: "Berhenti! Selesaikan ucapanmu! Jelaskan jelas-jelas!"
"Tidak mau." Cheng Yun sudah sampai di samping pintu.
"Kau harus menyelesaikan ucapanmu, bodoh!"
"Krak..."
Cheng Yun telah melangkah keluar kamar dan menutup pintu, sama sekali tidak berniat menoleh kembali.
Ekspresi Cheng Yan langsung muram.
Ia curiga si brengsek itu sengaja bicara setengah-setengah, tahu betul rasa ingin tahunya besar, sengaja membuatnya tidak nyaman, menggeli hatinya, sehingga tak bisa fokus membaca buku - Aku Cheng Yan pasti tidak boleh terjebak tipuannya!
Membaca buku—
Profesor Earl pernah mengemukakan... Emosi apa yang kumiliki?
Emosi apa lagi yang kusimpan? Emosi macam apa yang bisa muncul?
Cih! Cih! Cih! Pergi! Pergi! Semua pikiran ini enyahlah, harus mulai serius membaca buku—
“Di alam semesta mungkin ada batas maksimal... Jangan-jangan dia maksud aku akan cemburu? Atau aku akan marah? Kalau tidak, mengapa aku merasa kesal?”
“Cih! Kok muncul lagi...”
Ekspresi Cheng Yan berubah masam.
Sekitar dua menit kemudian, buku itu dilemparkannya sambil berteriak: “Sakit jiwa!”
Pusat kecerdasan kapal "Sweetie" gemetar ketakutan...
……
Cheng Yun meneguk segelas air sebelum masuk ke ruang hiburan.
Yin Nuxia baru saja bangkit dari kapsul game, wajahnya masih terlihat enggan melepaskan namun akhirnya memutuskan untuk keluar.
Cheng Yun memperhatikan ekspresinya yang mengingatkannya pada anak kecil ngiler permen tapi sedang sakit gigi, bertanya: “Guru Yao Yao mengajakmu main apa?”
“Game, pakai senapan mesin ledak monster.”
“Tidak serukah?”
“Seru, nyaris seperti dunia nyata.”
“Lantas kenapa berhenti?”
"Sudah waktunya bekerja, kalau nggak kerja nggak ada cuan." Yin Nuxia menghela napas, menoleh tajam ke kapsul game dengan sorot mata penuh harap, "Lain kali main lagi ya."
"Hah..."
Cheng Yun tak bisa menahan tawa.
Rupanya Yin Nuxia toh bukan anak kecil. Meski suka bermain, toh dia berasal dari keluarga miskin yang paham betul pentingnya bekerja.
Tiba-tiba kapsul game Tang Qingying terbuka. Gadis itu memegang sandaran tangan sambil duduk, tertegun menatap Cheng Yun. Meski sudah akhir September, pakaiannya masih minim. Bagian atas tubuhnya hanya mengenakan kaos oblong ketat yang agak seksi. Pinggang gadis itu ramping, payudara yang tegak mengisyaratkan penggunaan sport bra atau korset khusus. Lengkungan di area dada jelas berbeda dengan bra biasa.
"Kak, kenapa kamu ke sini?"
"Diusir kesini." Cheng Yun buru-buru mengalihkan pandangan. Dari sudut pandang ini terlalu menggoda, ia merasa seperti sedang berlagak preman.
“Hmm, Yan-yan memang mengerikan ya……” Ekspresi Tang Qingying terlihat agak jenaka, dia sudah lama mengenal sifat Cheng Yan.
“Iya.” Cheng Yun terdengar pasrah.
“Kak Yin Dan sudah tidak main lagi?” Tang Qingying menoleh ke Yin Nuxia.
“Udah, lawananku selesai.”
“Kamu sudah selesai!?” Mata Tang Qingying melotot.
“Iya dong, aku tadi ngobrol sama kepala stasiun cukup lama, setidaknya lebih cepat…” Yin Nuxia memiringkan kepalanya sambil menghitung, lalu mengacungkan tiga jari, “Tiga menit lah!”
“…Aku mati keluar.” Tang Qingying tak tahu harus berkata apa.
“Maaf ya.”
“Kenapa tiba-tiba minta maaf?” Tang Qingying tertegun.
“Aku khawatir melukai harga dirimu…”
“……”
“Kepala stasiun, antar aku keluar yuk.”
“Aku juga berhenti!!” Tang Qingying kesal, “Aku cari Yan-yan… Eh Yan-yan kok sudah di sini?”
“Hm?” Cheng Yun berbalik badan.
“Cheng Yun, cepat selesaikan ucapan yang tadi terputus!” Cheng Yan berdiri di pintu kamar sambil memeluk buku.
“……”
“Sampai-sampai bukuku tidak bisa kubaca!” Cheng Yan menambahkan.
“Tidak mau bicara!”
“……Kau!” Cheng Yan melotot, menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya sepenuhnya, “Mau tidak kamu jadi orang yang menyebalkan begini!”
“Aku pergi beli sayur, kamu baca buku sendiri saja.” Cheng Yun melayang melewatinya dengan tenang.
Dengan cepat, Cheng Yan berbalik, masih melototi dia.
“Aku juga mau ikut!”
“Hm? Tidak mau baca buku lagi?”
“Aku bawa keluar untuk dibaca!”
“Terserah, tapi jangan sampai rusak. Ini edisi terbatas.”
“Kamu masih belum mau bicara?”
“……”
Cheng Yun menggerakkan tangannya, keempat orang itu langsung berada di luar.
Melihat si loli masih bermain dengan hamster kecilnya, dia bertanya: “Kamu ikut beli sayur tidak?”
Mendengar itu si loli langsung riang berlari ke arah ini, di tengah jalan dia berputar dulu ke samping untuk menggigit tali pengikat manusia miliknya.
Cheng Yan: “……”
Sementara Cheng Yun seolah tak melihat wajah pucat bak mayat itu, membungkuk mengambil dua tas ramah lingkungan dari laci meja kopi, dengan tenang memasang tali pengikat untuk si loli, lalu bergegas keluar rumah, bahkan sambil bersenandung kecil.
Cheng Yan terus menatapnya tanpa berkedip, hingga siluetnya menghilang di balik pintu, barulah ia menarik kembali pandangannya.
Tang Qingying di samping menggigil ketakutan, bertanya dengan suara lemah: "Ada apa? Yan-yan, apa kakak ipar lagi bikin kamu kesal? Kok kamu selalu mengganggu kakak..."
Suaranya terhenti di tengah, setelah membeku sejenak, dia menambahkan: "Sebenarnya... jangan terlalu ketat ke kakak ipar. Aduh susah jelasinnya, intinya kadang perlakukan dia baik-baik saja. Nggak perlu sampai patuh kayak Kak Yujia, yang penting jangan sering-sering mengganggu dia."
"？？Aku yang mengganggu DIA?"
"Eh... baiklah tidak." Tang Qingying segera menundukkan kepala, seolah sedang berhadapan dengan iblis raja.
Sementara Cheng Yan menyipitkan mata, memandang wanita bodoh yang mulai membela kakak iparnya tanpa tahu apa-apa ini. Tatapannya membuat Tang Qingying merinding, tiba-tiba ia bersuara: "Kebetulan, aku ingat ada hal terpenting yang harus kusampaikan. Bersiaplah secara psikologis agar kau bisa menahannya."
Tang Qingying tertegun: "Apa itu?"
Cheng Yan tetap diam, hanya memandang dingin.
Tang Qingying mulai tegang: "Jangan-jangan kakak ipar dan Tang Qingyan... Katakanlah! Aku siap!"
"Aku khawatir kau takkan sanggup."
"Aku sanggup! Cepat bilang!" Tang Qingying menggigit gigi.
"Lebih baik tidak..."
"Aiya cepat katakan!"
"Ha..."
Cheng Yan langsung membuka buku, duduk manis di sofa dengan wujud konsentrasi penuh membaca.
Tang Qingying kembali terkejut, lalu mulai merengek-rengek memohon.
Tiga menit kemudian, Cheng Yan di depannya tidak hanya memakai headphone helm, tapi juga masker. Pandangannya tetap terpaku pada buku dari awal sampai akhir, tidak sekalipun melirik ke arahnya.
……
Besok akan melakukan perjalanan jauh, Cheng Yun memutuskan memasak makanan enak. Ia membeli banyak bahan makanan sampai dua kantong besar penuh. Bahkan di dua saku kecil di sisi baju lolinya terselip wortel yang bergoyang-goyang seiring langkahnya. Rasanya seperti akan jatuh, tapi benda itu takkan jatuh, membuat siapa pun yang melihatnya jadi terharu.
Saat kembali, Cheng Yun melihat pintu toko Bos Tang terbuka. Di dalam hanya ada gadis paruh waktu. Ia mendekat dan melirik, bertanya: "Apakah bos kalian ada di sini?"
Gadis paruh waktu itu belum sepenuhnya bereaksi. Baru kemudian ia ingat pria di depannya adalah pemilik hotel viral seberang yang ia curigai punya hubungan spesial dengan bosnya. Dengan gelagapan, ia menunjuk ke belakang: "Di dalam..."
Baru saja selesai bicara, Bos Tang langsung keluar dari dalam.
Ia melirik Cheng Yun yang berdiri di pintu dengan sikap licik, lalu membalikkan matanya sambil menurunkan pandangan: "Baru belanja sayur ya? Ya, loli ini paham sekali? Masih bantu bawa wortel..."
Si loli dengan sombong mengangkat rahang bawahnya, penuh kebanggaan.
Tang Qingyan tertegun: "Aku terus merasa dia paham omonganku."
Cheng Yun tertawa: "Dia sangat pintar!"
"Ada perlu dengan aku?"
"Ada. Besok kita mau jalan-jalan. Siang ini makan di tempatku yuk."
"Bisa! Besok tokoku juga tutup buat pulang."
"Hari ini langka sekali kooperatif?"
“？？”
"Oke, kalau gitu aku pergi dulu."
"Hm."
Setelah Cheng Yun pergi, staf paruh waktu Xiao Wu penasaran memandang Tang Qingyan: "Kak Tang, hubunganmu dengan bos hotel seberang apa sih? Sering kubeli dia mengajakmu makan!"
"Hubungan apa lagi? Menurutmu hubungan apa..."
“Apa menurutmu dia bermaksud padamu? Lagi mendekatimu ya?” Ekspresi Xiao Wu dipenuhi kegembiraan menguping, bahkan mulai bersemangat.
“Adikku kerja di tempatnya.”
“Oh...” Xiao Wu samar-samar tersadar, “Apa hubungan adikmu dengannya?”
“Adikku memanggilnya... Dasar kamu bawel banget sih!”
“Baiklah...”
Xiao Wu menjulurkan lidah malu-malu.
Siang hari.
Hari ini sang guru juga tidak masuk kerja, semua orang berkumpul makan bersama.
Bos Cheng sambil menyuap nasi berpesan: “Malam ini kita akan pergi, Tante Tang belum membalas pesanku. Jika dia tidak menemukan tante pengganti, jangan terima pemesanan kamar lantai tiga beberapa hari ini. Kehilangan sedikit pendapatan tidak masalah, daripada Tante Tang kewalahan mengurus sendirian.”
Gadis kecil Yu Dian dan dewi sekolah Liu Da mengangguk patuh.
Cheng Yun berkata lagi: "Singkatnya, hotel ini kuserahkan pada kalian berdua selama beberapa hari ini. Jika ada masalah, biar aku yang menyelesaikannya setelah kembali, atau bisa juga minta tolong Naqu Sensei. Karena kami ingin menyetir mobil menembus _No Man's Land_, mungkin tidak ada sinyal, jadi kalian mungkin tidak bisa menghubungi kami."
Naqu segera mengangguk: "Akan kukerahkan sepenuh tenaga."
Tang Qingyan mengangkat keningnya: "_No Man's Land_? Kalian main sebesar itu?"
Cheng Yun pasrah, memalingkan wajah ke Cheng Yan: "Nggak bisa nolak, Cheng Yan maksa mau ke _No Man's Land_."
Cheng Yan terpaku: "??"
Tapi reaksinya cepat, melotot ke arah Cheng Yun, tidak menjawab, terus menundukkan kepala melawan nasi.
Tang Qingyan melihat ini diam-diam menggelengkan kepala, punya adik yang bertindak semaumu memang bikin pasrah.
Lalu loli kecil itu juga mendengkur berkali-kali ke gadis Yu Dian, tapi Yu Dian hanya kebingungan, tak mengerti bahasa mulianya.
Menjelang sore, semua orang mulai membereskan barang bawaan.
Karena membawa banyak baju yang mencakup pakaian untuk musim semi, panas, gugur, dan dingin, dua siswi menggunakan satu koper masing-masing plus tas ransel. Yin Nuxia justru membawa sedikit pakaian karena tahan dingin. Cheng Yun dan loli membawa satu koper dan tas ransel berisi baju loli, sementara di koper juga ada boneka ikan lumba-lumba kecil dan hamster miniatur yang dititipkan ke gadis Yu Dian.
Selanjutnya perlu membawa persediaan lain yang cukup. Jika kapal luar angkasa bisa dibawa, mungkin pasokan air tidak diperlukan. Tapi ada kemungkinan beberapa fungsi kapal akan malfungsi, seperti penjelajah waktu yang datang ke Bumi di mana kemampuan mereka ditekan sampai alam semesta Bumi menerima mereka dan perlahan memulihkan.
Namun kemungkinan ini tidak besar. Menurut pengamatan Cheng Yun, dunia Jenderal Li sepenuhnya kompatibel dengan teknologi fisika Bumi. Setidaknya hukum dasar kedua dunia ini sama.
"Beberapa koper diletakkan di ruang tamu Cheng Yun, di antaranya ditumpuk beberapa ember besi yang sangat besar."
"Xiao Luoli sedang berdiri di sebelah, membuka mulutnya lebar-lebar sambil mengaum."
"Sebuah ember besi menghilang di udara kosong..."
"Kembali terdengar auman."
"Satu lagi ember besi lenyap..."
"Cheng Yan dan Tang Qingying terdiam tak berkutik menyaksikannya."
"Ini..."
"Bahan bakar minyak. Bagaimana jika pesawat luar angkasa tidak bisa menyeberang, kita harus menyetir mobil. Jika pesawat berhasil menyeberang pun kita tetap butuh kendaraan. Mobil pasti membutuhkan bahan bakar." Cheng Yun menjelaskan.
"Apa yang terjadi? Xiao Luoli ini..."
"Oh, tenang. Ini salah satu kemampuan bawaannya, bisa menelan apa saja."
"Hush... Kalau begitu kenapa tidak suruh dia menelan pesawat luar angkasa itu?"
"Dia tidak sanggup."
"Keningnya berkerut..."
"Kak Yin Dan mana?"
"Dia masih mengambil beberapa barang yang belum diambil."
"Oh..."
"Tiba-tiba dari belakang terdengar suara Yin Nuxia: 'Siapa yang memanggilku?'"
"Cheng Yan dan Tang Qingying memalingkan wajah, lalu kembali membuka mulut lebar-lebar."
Beberapa kardus Sprite bertumpuk tinggi, di bawahnya terdapat kaki yang melangkah mendekati mereka, selisih ketinggiannya hampir tak bisa melewati pintu. Kaki di bawah Sprite itu sedikit melengkung, beberapa kardus Sprite menginjak lantai, Yin Nuxia akhirnya muncul dari balik Sprite dan menatap si loli kecil.
"Ayo! Benda kecil, berikan padaku untuk kusimpan."
“……”
