Hari ini Jenderal Li tidak mengenakan zirah, melainkan baju kain biasa yang tak bisa dibilang mewah maupun compang-camping—seperti pakaian rakyat jelata pada umumnya. Mungkin sedikit lebih baik dari rata-rata dunia yang hancur ini. Saat kuda berlari, ujung bajunya berkibar tertiup angin.
Penampilan Jenderal Li seperti ini masih pertama kalinya dilihat semua orang.
Namun ketika kuda semakin mendekat dan mereka melihat jelas wajah Jenderal Li, semua orang spontan tertegun sejenak.
Saat ini, janggut pendek yang jarang menghiasi dagu Jenderal Li. Cheng Yun masih ingat pertama kali bertemu, wajahnya memang selalu berjanggut—hal yang wajar bagi kalangan militer yang tak punya waktu luang. Namun kontur wajah Jenderal Li kini terlihat lebih lembut. Jika saat baru tiba di Bumi ia masih bisa disebut terlihat muda dengan dipaksakan, kini ia tampak jauh lebih matang—sebutan halus untuk kulitnya yang jelas lebih kendur.
Perubahan ini membuat mereka tertegun sejenak.
Kalau dipikir-pikir, meski mereka berpisah dengan Jenderal Li kurang dari setahun, sang Jenderal telah kembali ke sini lebih dari sepuluh tahun - bahkan sampai pasukan suku asing berhasil dihancurkan. Jika sebelumnya usianya sekitar tiga puluh, kini sudah kepala empat.
Bila itu jenderal lain yang menerima "kekuatan Shaman", di usia empat puluhan biasanya sudah mulai merasakan siksaan masa tua.
Tapi... Jenderal Li sudah berkultivasi!
Ada Daois Changyao di sini!
"Hush!!"
Kuda raksasa berhenti di depan mereka, bahkan masih meluncur sedikit di jalan batu setelah empat kakinya berhenti. Jenderal Li langsung melompat turun sebelum kuda benar-benar berhenti, lalu bergegas mendekat.
Berhenti di hadapan Cheng Yun, matanya berbinar-binar sambil mengamatinya, lalu tiba-tiba membuka kedua lengannya: "Haha! Sang Kepala Stasiun, sudah lama tidak bertemu!"
"Sudah lama tidak bertemu!"
Cheng Yun memeluknya sebentar, setelah melepas masih tak kuasa menatap wajahnya.
Namun Jenderal Li tetap tanpa sadar, lalu menatap beberapa orang di belakangnya: "Nona Cheng Yan, Nona Yao Yao, Srikandi, dan... Yang Mulia Loli."
Karena tidak terlalu akrab dengan si loli, ditambah nama ini sulit diingatnya sebagai orang dari dunia lain, ia membeku sejenak sebelum akhirnya ingat nama si loli. Hal ini jelas menimbulkan ketidakpuasan sang loli.
Tiba-tiba Tang Qingying sudah lebih dulu menyambut, meski terkejut namun tetap antusias, bahkan proaktif membuka lengan: "Aku juga mau pelukan!"
Jenderal Li tersenyum: "Bagus!"
Setelah keduanya berpisah，Yin Nuxia berjalan mendekati Jenderal Li. Dengan alis berkerut dan tatapan tajam，ia mengulurkan kepalan tangan kecil putih mulus yang menghantam dada Jenderal Li: "Lupakan formalitas dunia persilatan. Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah seni immortal menjanjikan umur panjang? Aku ingat kita berdua... sepertinya sama-sama mendapat ilmu gaib dari ayah angkat Dewa Elang dan makhluk kecil itu. Jangan-jangan dua bajingan itu menipu kita?"
Setelah berkata demikian，pandangannya berkilat sejenak，seolah merasakan keanehan. Ia kembali memukul Jenderal Li: "Kenapa lemas begini? Apa kau berlatih Kitab Suci?"
Jenderal Li tetap tersenyum，ekspresinya santai，suaranya lembut: "Sudah tua，sangat wajar..."
Sebelum Yin Nuxia sempat menjawab，ia memalingkan pandangan ke Cheng Yan.
Cheng Yan mengatupkan bibirnya. Merasakan sesuatu yang tidak beres，dengan langka ia mengolok-olok: "Kak Jing sudah berubah menjadi Paman Jing!"
Jenderal Li tertawa lebih lebar, berkata: "Kalian pasti lelah setelah menyetir sepanjang perjalanan. Aku sudah menyiapkan kamar untuk kalian. Istirahatlah dulu, nanti kita bisa berbagi kenangan lama. Ada banyak hal yang ingin kutanyakan!"
Cheng Yan tersenyum tipis: "Aku yakin Cheng Yun juga punya banyak pertanyaan untukmu."
"Haha, nanti kita bahas di dalam, bahas di dalam."
"Tunjukkan jalannya."
"Baik!"
Dengan gerakan gesit, Jenderal Li kembali menaiki kudanya. Posturnya tetap tegak di atas pelana, tinggi hampir dua meter dan tubuh kekarnya masih memancarkan aura sang jenderal berbaju zirah yang pernah menghadang ribuan musir sendirian. Melihat Cheng Yun masuk mobil, ia memberi salam lalu memutar leher kuda untuk memimpin rombongan.
Cheng Yun menyetir perlahan mengikuti di belakang.
Cheng Yan tidak lagi duduk di kursi penumpang depan yang kini ditempati Daois Changyao. Melihat lelaki itu terus meraba-raba interior mobil, dia buru-buru bersuara: "Li..."
Kebetulan saat itu, Daois Changyao juga membuka mulut: "Kau..."
Keduanya terhenti sejenak.
Cheng Yan lebih dulu berbicara: "Anda duluan."
Daois Changyao terkekeh, tak sungkan bertanya: "Apakah kalian membawa labu arakku itu?"
Cheng Yun mengernyit, melirik loli yang berbaring di dashboard: "Labu arakmu sudah dihancurkan oleh si loli dengan satu tamparan, dan dua bunganya pun terlepas."
Loli itu langsung cemberut, padahal jelas-jelas dua bunga itulah yang lebih dulu merayu Wang!
Semakin dipikir, semakin geram!
Membuatnya khawatir terus akan dimarahi Da Wang!
Ia lalu memalingkan wajah sambil melotot ke Daois Changyao, ekspresinya seolah berkata — Tepat! Akulah yang menghancurkannya, mau apa?
Daois Changyao menangkupkan tangan: "Yang Mulia perkasa!"
Loli itu memalingkan kepala, gerakannya hanya kurang suara dengus kekanak-kanakan.
Cheng Yun melihat kejadian itu langsung tertawa, lalu menambahkan, "Ini karena segelmu melemah. Dua bunga itu entah sengaja atau tidak sengaja membuat si loli kaget, lalu dalam ketakutan dia memberikan sebuah tamparan..."
Daois Changyao tertawa terbahak, "Oh begitu rupanya! Dua siluman kecil itu pasti merepotkan kalian ya?"
"Tidak, mereka cukup menggemaskan." Cheng Yun berbohong tanpa malu.
"Lao Fu bisa membayangkan situasi saat itu."
"Benar sekali! Begitu keluar, mereka langsung mencoba seratus cara untuk 'menyapa'mu! Bahkan aku ikut kena imbas..." Akhirnya senyum mengembang muncul di wajah Cheng Yun.
"Ngomong-ngomong, tadi keponakan perempuan Cheng Yan mau bertanya apa ya?"
"......" Cheng Yan mengatupkan bibirnya membentuk garis lurus, lalu melanjutkan, "Li Jing tidak ikut berlatih bersamamu?"
Begitu pertanyaan itu terlontar, suasana di dalam mobil langsung mereda.
Daois Changyao juga segera bersikap serius. Ia paham ini adalah topik serius yang sedang sangat mereka perhatikan. Setelah mengatur kata-kata dalam diam, barulah ia berkata: "Ketika aku tiba di sini, dia sudah mulai berlatih. Metode kultivasinya sebenarnya serumpun dengan Srikandi, hanya saja jauh lebih rendah tingkatannya. Dari wawasan saya, itu tampak seperti versi modifikasi yang mengejar percepatan pembelajaran, mengorbankan perkembangan masa depan demi memperoleh kekuatan dahsyat dengan cepat."
Setelah membeku sejenak, dia melanjutkan: "Dan di dunia mereka ini ada jenis orang yang menguasai energi spiritual, disebut 'Shaman'. Para Shaman ini bisa memberikan kekuatan kepada orang biasa melalui teknik ukiran mantra. Tapi cara ini sangat menguras tubuh orang biasa, bahkan menghabiskan fondasi mereka. Yang menerima kekuatan Shaman biasanya adalah Jenderal Perang di garis depan pasukan. Di antara mereka, dia termasuk yang cukup kuat. Para Jenderal Perang ini umumnya berumur pendek, dan masa tuanya penuh gejolak. Semakin kuat mereka, serangan baliknya semakin dahsyat. Meski dibantu Shaman, paling-paling hanya bisa meredakan rasa sakit. Saat aku tiba, fondasinya sudah terkuras parah. Sekalipun segera kusuruh mulai berlatih kitab rahasia seni immortal lengkap milikku, sudah hampir tidak berguna."
Cheng Yun tertegun, dalam hati berpikir, "Benda ini ternyata memang bermasalah."
Tiba-tiba Cheng Yan bertanya lagi: "Tidak adakah cara lain?"
Daois Changyao melirik Cheng Yan. Sejak tiba di dunia ini, ia telah berbincang berjam-jam dengan Jenderal Li. Ia tahu saat pertama kali Jenderal Li tiba di hotel, selain Cheng Yun, Cheng Yan juga termasuk orang yang sangat perhatian padanya.
"Fondasi rusak, inti spiritual hancur! Ini seperti lentera yang habis terbakar, bahkan dewa besar pun takkan sanggup!" Daois Changyao ragu lama, tak yakin apakah harus menyampaikannya seblak-blakan ini. Tapi akhirnya ia tetap melanjutkan, "Lagipula aku cuma kultivator pedang. Keahlianku adalah mengayun pedang dan membasmi iblis. Mana bisa kusamai kemampuan kultivator lain yang bisa menjaminnya hidup normal? Ini sudah batas maksimal!"
"Kalau begitu..." Cheng Yan kembali menatap Cheng Yun.
"Berapa lama Li Jing masih bisa bertahan?" Cheng Yun menghindari tatapan adiknya. Mana ia tahu solusinya? Ia bukan maestro kayak Kayu Yin yang ahli, dirinya masih lemah. Satu-satunya cara adalah mencari jalan lain dari aspek berbeda.
"Tidak tahu." Daois Changyao mengangkat bahu, "Dia malah sangat legawa! Sebenarnya aku punya cara untuk memperlambat proses ini, tapi butuh waktu lama dan dia tidak mau. Sekarang dia sibuk sekali setiap hari, bilang... kalau skala besar sudah mantap, mati pun takkan ada penyesalan! Bilang... urusannya sekarang hampir selesai, selama bisa memberantas suku asing, hidup panjang atau pendek sama saja! Hmph! Si bocah itu..."
“……”
Cheng Yun pun diam, diam-diam menatap punggung Jenderal Li yang mengendarai kuda di depan, satu tangan menggenggam setir erat-erat.
Kebetulan, kuda Jenderal Li berhenti, dia pun menginjak rem.
Melihat Jenderal Li melompat turun dari kuda, Cheng Yun memalingkan wajah mengingatkan beberapa gadis yang menerawang: "Bersiap-siaplah turun."
Beberapa gadis itu buru-buru mengatur ekspresi wajah mereka.
Cheng Yun lalu menekan kaca jendela, di bawah panduan langsung Jenderal Li memarkir mobil di tepi jalan, berusaha tidak menghalangi jalan.
Turun dari mobil, di depan terdapat sebuah pekarangan. Pekarangan ini tidak bisa dibilang besar, juga tidak kecil. Tentu saja jauh lebih luas daripada rumah sempit zaman modern. Satu-satunya yang membedakan pekarangan ini adalah para penjaganya - setiap penjaga bertubuh tinggi besar, bersenjata lengkap dengan zirah besi tebal yang bahkan menutupi wajah. Pada senjata dan zirah mereka terukir samar-samar pola Xuan yang misterius, jelas merupakan pasukan elit.
Cheng Yun bisa merasakan tekanan dari suku asing yang kini menyebar sebagai kelompok-kelompok kecil. Suku-suku ini memiliki kecerdasan tinggi, bahkan di pusat kota pun kita harus tetap waspada terhadap mereka!
"Kalian tidak tinggal bersama?" tanya Cheng Yan.
"Mana mungkin! Aku tinggal di sebelah sekolah Kota Barat!" Kata Daois Changyao dengan ekspresi aneh menatap Cheng Yan, tak mengerti mengapa gadis yang sebenarnya sangat normal ini bisa mengajukan pertanyaan begitu aneh.
"Pantas saja!" Cheng Yan mengangguk.
“Hmph, benar juga. Kalau aku tinggal bersama Senior, tidak perlu banyak penjaga begini.” Jenderal Li mengerti maksud Cheng Yan, lalu menggerakkan tangannya, "Silakan masuk, syaratnya sederhana, jangan menyalahkan."
“Kau terlalu formal.” Cheng Yun pertama kali melangkah masuk.
“Haha!” Jenderal Li tertawa tak ambil pusing, “Maksudku, kamar tamu yang kusiapkan di sini tidak banyak, tinggal dua kamar, jadi mereka harus berdesakan! Tapi kamarnya cukup lebar, bisa tidur sepenuhnya. Di sini memang tanahnya luas.”
“Beberapa hari terakhir kami bertiga tidur dalam satu tenda pakai kantong tidur, jadi ini bukan masalah!” Tang Qingying melambaikan tangan, lalu matanya berkilat licik sambil melirik Cheng Yun, “Kalau tidak bisa, aku bisa tidur sekamar dengan Kak Ipar asal ada dua ranjang! Aku percaya 100% moral Kak Ipar, ah…”
“Brengsek!!” Loli kecil menengadahkan kepala tinggi-tinggi sambil mengancamnya.
“Aiya! Benda kecil ini, setiap hari tidur dengan kakak iparku, masih melarangku tidur pisah ranjang sekali?! Atas Dasar Apa!” Siswa Tang Yao Yao sebenarnya hanya bercanda, namun melihat benda kecil ini begitu galak, wataknya malah melenceng ke atas!
“Yao Yao masih seperti ini ya...” Jenderal Li tersenyum, nada bicaranya tetap terasa sedikit terharu.
Baginya, mereka telah berpisah sepuluh tahun. Perjalanan ruang-waktu tahun itu menuju dunia indah tersebut, segala pengalaman di hotel, semuanya seperti mimpi ajaibnya. Ia kerap memimpikan dunia itu, bahkan kadang samar-samar meragukan: apakah itu nyata, atau sekadar pantulan ilusi kehidupan ideal yang bertolak belakang dengan realita?
Tiba-tiba suara Cheng Yan menghentikan paksa renungannya: “Jangan hiraukan dia, apakah di sini ada... tempat bisa mandi?”
Tang Qingying yang mendengar itu juga menghentikan Berhadapan Langsung dengan benda kecil itu, matanya berbinar berkata: “Aku juga ingin mandi dengan sangat memuaskan!”
"Setelah berkata demikian, dia menambahkan: \"Mandi air hangat.\""
Jenderal Li tersenyum: "Sudah kusiapkan dari tadi. Menurut perkiraan, air panasnya sebentar lagi siap. Kalian bisa berendam sampai malam juga tidak masalah!"
"Luar biasa!"
"Kamu memang selalu mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang!"
"Kalau begitu kita lanjutkan obrolan nanti, mandi dulu!" Bahkan Cheng Yun pun tak tahan dengan godaan mandi air hangat.
Sepanjang perjalanan, mereka hanya sempat mandi sekali - di sebuah kolam kecil yang mereka temui. Melihat airnya jernih, mereka berhenti dan bergiliran "berguling" di kolam itu pada malam hari. Tapi airnya begitu dingin, mandinya tidak nyaman. Terutama Cheng Yun yang dikawal ketat oleh Yin Nuxia dan si loli, ditambah seorang gadis bebal yang tersenyum nakal mengancam akan mengintip, membuatnya tak berani melepas celana.
Di waktu lain, mereka hanya menemui lahan kosong, kamp militer, atau reruntuhan - sama sekali tidak ada fasilitas mandi.
Setelah mandi dan beristirahat sebentar, Jenderal Li telah menyiapkan jamuan resmi penyambutan untuk mereka.
Sehidangan besar masakan yang penampilannya mungkin tak istimewa namun sangat berkualitas, terhampar penuh di meja. Ada sayuran, daging, dan ikan; ada yang segar ada juga yang sudah diasinkan, disajikan dalam mangkuk besar dengan porsi melimpah. Di sampingnya tersedia semangkuk kuah, seember nasi, dan satu guci arak.
Jelas Jenderal Li sudah mengorbankan modal besar!
Dengan mangkuk kasar dan sumpit di tangan, beberapa orang sudah mulai meneteskan air liur. Setelah hari-hari ini, godaan hidangan segar yang masih mengepul panas terlalu kuat, terutama sayuran.
Jenderal Li menyuruh orang lain pergi lalu mengunci pintu, kamar pun hanya menyisakan mereka.
Senja belum sepenuhnya gelap, nyala lentera bergoyang-goyang.
Jenderal Li bertanya: "Minum arak?"
"Minum!"
Tak ada yang menolak.
Bahkan Yin Nuxia yang "PASTI TIDAK minum arak" pun tak menolak.
Maka Jenderal Li memeluk keranjang kayu untuk menuangkan arak kepada semua orang. Mulut keranjang agak besar, arak yang tumpah bergoyang-goyang dalam mangkuk kasar selama satu putaran sebelum sebagian lagi tumpah keluar. Sementara itu, Yin Nuxia dengan antusias mengisi nasi untuk semua orang. Setelah selesai mengisi nasi untuk orang lain, barulah ia mengisi untuk dirinya sendiri. Jenderal Li sengaja menyiapkan mangkuk Dou untuknya, yang kemudian ia padatkan dengan kuat.
Semua orang pun tak segan bertindak. Saat kedua orang itu sibuk menuangkan arak dan menyajikan nasi, para hadirin sudah mulai menyentuh sumpit mereka.
Setelah mencicipi semua hidangan, Cheng Yun yang pertama mengangkat mangkuk arak: "Ayo, kita bertabrakan satu kali, rasakan pengalaman minum arak dalam tegukan besar!"
Jenderal Li tertawa terbahak sambil mengangkat mangkuknya: "Jangan khawatir, kadar alkohol arak ini sangat rendah!"
Duang! Suara cawan-cawan arak bertabrakan bersamaan.
Dengan riang, semua orang meneguk sejumlah besar arak.
"Loli kecil berjongkok sendirian di meja, menatap bayangan riang mereka yang terpantul di tembok oleh cahaya lilin. Di telinganya bergema suara meneguk arak ‘gulp-gulp’ dan batuk Tang Qingying yang tersedak, sementara di hadapannya hanya ada mangkuk sup daging yang penuh berisi."
"Meletakkan mangkuk arak, Jenderal Li bertanya: 'Kalian datang dari mana? Kulihat roda mobil penuh lumpur, pasti menempuh perjalanan jauh ya?'"
"'Gunung Cang.'"
"'Jauh sekali itu!'"
"'Kami juga bertemu pasukan pemburu khusus kalian, melihat suku asing.'"
"'Tidak apa-apa? Mereka terkenal sulit dihadapi!'"
"'Tak masalah.' Cheng Yun membalas bertanya, 'Bagaimana denganmu, situasi di sini bagaimana?'"
“Bagus, berkat bantuan kepala stasiun padaku, kini pasukan suku asing sudah tidak ada lagi, hanya melakukan kerusakan sporadis di belakang, menggerogoti tanah kami, menyergap rakyat kami. Sangat sulit bagi mereka untuk menciptakan badai besar lagi. Dunia ini sangat luas, mustahil bagi kami untuk membunuh semua mereka, tapi ini hanya masalah waktu.” Saat mengucapkan ini, Jenderal Li tanpa sadar meneguk araknya, wajahnya bersemu merah. Hanya dalam cahaya lilin, parit-parit lebar di wajahnya yang sebelumnya tak terlihat seolah menjadi tak jelas penyebabnya.
“Bagaimana dengan kondisimu sendiri?” Cheng Yun bertanya lagi.
“Aku?” Jenderal Li paham maksudnya, “Kepala stasiun tidak perlu khawatir, aku Bagus-Bagus saja.”
“Bagus-Bagus saja?”
“Hahaha, sebenarnya, sudah semestinya aku mati di Gunung Cang. Ini sudah termasuk hidup puluhan tahun lebih! Dalam puluhan tahun ini, aku tidak hanya mengenal kalian yang hadir di sini, tapi juga menyelesaikan keinginanku, membawa Perdamaian dan keteraturan baru bagi duniaku. Bahkan jika nyawaku ditutup besok, ini sudah sepadan! Mungkin malah akan beredar sejak zaman kuno.”
“Aku akan mencari cara untukmu!”
“Tak perlu seperti ini!” Jenderal Li langsung menggelengkan kepala, “Kepala Stasiun tak perlu lagi bersusah payah untukku! Hatiku akan merasa tidak enak, bantuanmu padaku sudah lebih dari cukup.”
“Bagaimana mungkin aku bisa hanya menonton kau seperti ini?”
“Seperti ini? Seperti apa?” Jenderal Li kembali tertawa, senyumannya menyimpan sedikit sikap meremehkan - sikap santai terhadap hidup dan mati, “Sebenarnya sejak bertahun-tahun lalu aku sudah mengantisipasi hari ini, faktanya sekarang jauh lebih baik daripada yang pernah kubayangkan dulu. Apakah nilai hidup manusia harus diukur dari seberapa panjang umurnya?”
“Bagaimanapun kau berkata, aku tetap akan mencari cara untukmu.” Cheng Yun berkata dengan tenang.
“Lupakan ini, ayo makan!” Jenderal Li melirik Yin Nuxia, “Srikandi sudah menghabiskan mangkok kedua.”
“Hmm...” Yin Nuxia mendengar namanya disebut, mengangkat kepala dan meliriknya. Terlihat dia dengan cepat mengunyah nasi yang memenuhi mulutnya lalu menelannya, baru kemudian berkata, “Hidup lebih lama itu lumayan juga!”
“Kening... Srikandi juga bilang begitu...”
“Kak Yin Dan benar.” Tang Qingying juga mengangkat kepala menatapnya, “Kami berat meninggalkanmu!”
“Aku juga berat meninggalkan kalian, Nona Yao Yao.” Jenderal Li mendengar ucapan langsungnya, suaranya tak terasa menjadi lembut. Rupanya dia pun merasa berat berpisah, siapa yang tak ingin menikmati masa tua 100 tahun dengan sehat dan damai? “Hanya... aku tidak takut padanya, aku juga... tidak memprihatinkan. Jika Sang Kepala Stasiun pernah menceritakan pengalamanku dulu, kalian akan tahu bahwa akhir ini sudah kupilih sejak awal. Aku tak ingin kalian mengkhawatirkan atau memusingkan diriku.”
“Ini mustahil!” Tang Qingying berkata demikian, lalu segera mengalihkan topik, “Lebih baik kita makan saja, sudah lama sekali tidak menyantap nasi, aku kelaparan!”
