"Nuxia!"
"Wah, ternyata ketemu Nuxia!"
“Srikandi di dunia nyata terlihat cantik sekali, kulitnya mulus banget!”
“Postur tubuhnya juga oke!”
“Agak pendek...”
“Sudah seminggu nggak live streaming, bilangnya mau jalan-jalan, eh malah nonton film di Wanda!”
Yin Nuxia baru saja mendekati mesin aneh itu ketika sekelompok orang memandanginya, jelas-jelas mengenalinya sambil berbisik-bisik.
Telinganya berkedut, menangkap celoteh yang membuatnya kesal dari keriuhan suara. Seketika ia memalingkan wajah sambil melotot ke arah pemuda itu: "Kamu bilang siapa yang pendek!?"
"Nggak... nggak..." Pemuda itu terkaget-kaget.
"Jangan asal ngomong!" Yin Nuxia memberi peringatan, lalu berjalan ke tengah kerumunan sambil berjinjit melihat ke depan.
Saat itu ada pemuda lain sedang bermain. Ia berhasil menangkap sebagian besar, tapi dua tael terlepas. Setelah pemuda itu selesai, Yin Nuxia ragu sebentar sebelum maju bertanya: "Permisi, cara mainnya gimana sih?"
Staf yang berjaga di sebelah mesin tidak mengenal Yin Nuxia, namun melihat reaksi semua orang, ia samar-samar tahu gadis agak galak di depannya ini sepertinya merah di mata, tak urung agak tegang: "Scan untuk follow akun publik WeChat bisa main sekali. Kalau semua berhasil ditangkap, dapat tiket suara penukaran movie satu lembar, bisa ditukar dengan tiket movie apa saja kecuali IMAX dan aula tamu kehormatan."
"Scan... Tunggu dulu!" Yin Nuxia mengeluarkan ponsel, "Bagaimana caranya scan? Aku tidak bisa menciptakan ini."
"Pakai WeChat untuk scan," jawab staf.
"Oh!!" Yin Nuxia memperlihatkan ekspresi pemahaman, segera menoleh dan lari kembali, "Tunggu ya!"
"Ha?" Staf itu terpaku.
"Dia tidak bisa pakai..." Seorang pria dalam kerumunan menjelaskan pada staf - dialah yang dulu mengkritik Yin Nuxia karena seminggu tidak siaran, "Anggap saja dia seperti manula, jelas lah baru keluar dari rumah sakit tahun lalu."
"Apa?" Gadis muda ini semakin terpaku.
Setelah tahu Yin Nuxia adalah penyiar，semua orang memusatkan pandangan padanya，tidak menyela antreannya。Baru setelah Yin Nuxia menarik gadis kecil Yu Dian dan membantunya menge-scan kode serta follow akun publik WeChat，dia mulai bermain sesuai petunjuk staf。
Banyak penonton mengangkat ponsel mereka，berusaha merekam si penyiar tak bertanggung jawab yang mangkir siaran tapi malah nonton film。
Seorang penonton baik hati mengingatkan："Letakkan tanganmu di bawah tongkat kayu dan bersiaplah，kalau tidak akan sulit menjemputnya!"
Pemuda yang sebelumnya mengejek postur pendek Yin Nuxia berteriak："Nuxia，hidupmu tergantung pada reaksimu! Kalau tidak bisa mengumpulkan semuanya，jangan berkecimpung di dunia ini lagi!"
Yin Nuxia memalingkan wajah sambil mencemooh："Cih!"
Tepat pada saat itu，sebatang tongkat kayu jatuh，sementara Yin Nuxia masih sibuk mencemooh si pemuda。
Swish!
Gerakan tangannya secepat bayangan，orang-orang sama sekali tak sempat melihat jelas，tongkat itu sudah berada di genggaman Yin Nuxia。
Suara decak kagum memenuhi udara。
Segera satu per satu tongkat berjatuhan. Yin Nuxia dengan mudah, bahkan malas berkonsentrasi, sikapnya malas namun gerakannya sangat cepat. Semua tongkat berhasil ditangkap, kelancarannya tak pantas.
Setelah selesai, Yin Nuxia mengeluarkan ponsel gadis kecil Yu Dian, bertele-tele menatap staf: "Itu...kalau main sekali lagi masih dikasih tiket kan?"
Gadis kecil itu langsung berada dalam dilema berat.
Yu Dian bahkan sudah memerah wajah, buru-buru melambaikan tangan pada staf sambil menarik tangan Yin Nuxia kembali.
Kebetulan, semua orang juga mulai berdiri untuk antri di loket tiket.
Masuk ke ruang bioskop, Tang Qingying tetap memerhatikan posisi berdiri kakak ipar dan kakaknya. Tiket film yang dibeli Tang Qingyan adalah deretan pertama yang bersambung. Dalam situasi seperti ini biasanya nomor kursi tidak diurus, lagipula seluruh baris milik mereka. Posisi berdiri menentukan tempat duduk.
Tang Qingying berjalan di depan sambil menunjukkan jalannya. Di belakangnya langsung Cheng Yun, lalu disusul Cheng Yan, kemudian Tang Qingyan, dan terakhir Yin Nuxia beserta Mama Yu.
Ini dasarnya adalah penempatan kursi.
Tang Qingying mengatupkan bibir, mulai menghitung deretan kursi: "Deretan 1, Deretan 2, Deretan 3, Deretan 4, Deretan 5, sampai."
"13 sampai 18..."
Saat tiba di kursi nomor 18, Tang Qingying hendak duduk ketika tanpa sengaja menoleh ke samping—
“！！！”
Cheng Yan ternyata sudah berada di posisi paling belakang tanpa disadarinya!
Kini Cheng Yun duduk bersebelahan dengan Tang Qingyan, dan keduanya sudah mengambil posisi duduk.
Buru-buru ia bertanya, "Yan-yan, bagaimana bisa kamu sampai di belakang?"
"Oh, tali sepatuku lepas," jawab Cheng Yan dengan samar.
“……”
Tang Qingying pun terpaku di tempat.
Obsesi Cheng Yan terhadap si loli begitu mendalam, mana mungkin dia melepas kesempatan duduk manis di sebelah Cheng Yun untuk menyuapi loli hanya karena tali sepatu lepas? Jadi, ternyata dia tidak berada di pihakku, melainkan di sisi Cheng Yun.
Benar, dia kan adik kandung kakak ipar. Hubungan kakak-beradik mereka saling merangkul untuk bertahan hidup. Dalam situasi seperti ini, mana mungkin dia mendukungku ketimbang mendukung kakaknya mencari cinta sejati?
Pasti dia akan memihak kakak ipar.
Tang Qingying diam seribu bahasa, di hatinya terasa sesak.
Rupanya rencana memonopoli kakak ipar akan terendam...
Padahal dia masih ingin mencoba sampai akhir. Tapi kini bahkan Cheng Yan yang "tambahan kecerdasannya sama sekali tidak dialokasikan ke emosi" saja sudah bisa melihat bahwa kakak ipar tak tega meninggalkan Tang Qingyan.
Tak terasa, lampu bioskop padam. Movie pun dimulai.
Alur cerita jauh lebih membosankan daripada yang dibayangkan Cheng Yun, bahkan bukan tipe yang cocok untuk ngemil popcorn, membuatnya merasa waktu berjalan sangat lambat. Ia duduk di kursi dengan berbagai gerakan tak tenang.
Sedangkan si loli malah langsung tertidur di kaki Cheng Yun. Sebenarnya sejak siang tadi ia belum tidur, terus menemani boneka dan tikus kecilnya bermain.
"Ah…"
Cheng Yun tidak tahu sudah berapa kali menghela napas.
Tang Qingyan memalingkan wajah meliriknya, mengeluh kesal: "Kamu kena ADHD ya?"
Cheng Yun melihat jam tangannya, menghela napas lagi.
Tiba-tiba, Tang Qingyan melewatinya dan memperhatikan Tang Qingying yang menatap tajam layar lebar tanpa bergerak. Pandangan pertamanya hanya melihat Qingying fokus, tapi segera menyadari keanehan. Ia menyentuh lengan Cheng Yun berbisik: "Lihatlah Yao Yao."
"Hm?"
Cheng Yun memalingkan wajah, menatap Tang Qingying. Dua mata yang menatap tajam ke layar lebar itu memantulkan cahaya film, berkilauan. Ia mengulurkan tangan menggoyangkannya di depan mata gadis itu, mendekat ke telinganya dan berbisik: "Apa yang kau lamunkan?"
Tang Qingying kembali sadar, bawah sadarnya menjawab: "Sedang bertanya-tanya..."
"Bertanya-tanya apa?"
"Bertanya-tanya tentang Yi Fu..." Tang Qingying membeku sejenak, tatapannya berubah-ubah, lalu menggelengkan kepala, "Tidak ada apa-apa..."
"Aneh-aneh saja..."
Cheng Yun melihatnya seolah tak mengalami masalah apa pun, lalu menarik kembali pandangannya.
Tang Qingyan juga pernah melalui usia seperti Tang Qingying saat ini. Secara samar-samar dia tahu bahwa gejolak siswi yang sedang mengalami cinta sepihak sangatlah labil. Hal-hal kecil - terutama yang terkait target cinta sepihak - bisa dengan mudah membuat mereka overthinking, bahkan mengalami collapse total. Dia terus memperhatikan dialog antara Cheng Yun dan Tang Qingying, sayangnya saat ini plot movie telah memasuki fase aksi, sistem audio yang memenuhi udara mengalahkan bisikan mereka.
Baru setelah Cheng Yun kembali menatap layar lebar, dia mendekat dan bertanya: "Ada apa dengan Yao Yao?"
Cheng Yun menggelengkan kepala: "Tak kudengar jelas, katanya tentang baju atau semacamnya."
115 menit yang membosankan pun berlalu. Bahkan saat menyaksikan adegan terakhir dimana Wang menampakkan wujud Sejati-nya, dan bayangan berhasil merebut posisi premium lalu membunuh Wang, Cheng Yun tetap merasa ini movie yang membosankan. Tanpa sadar dia berdecak: Level bercerita Guru Negara benar-benar semakin merosot seperti sungai mengering.
Dari ruang bioskop keluar, ia masih sempat ke toilet. Maklum, habis minum dua gelas cola sebesar itu, bahkan es bekunya dikeluarkan dan dikunyah-kunyah untuk mainan.
Keluar dari gedung bioskop, ia bertanya: "Bagus ga?"
Tang Qingyan mengatupkan bibir tersenyum: "Kamu pasti merasa ini jelek banget."
Cheng Yun mengangkat bahu.
Yin Nuxia berseru: "Gaya berantem mereka kayak nari gitu, aku bisa ngelawan 10.000 orang!"
"Menurutku lumayan," suara Cheng Yan terdengar.
"Bagus di mana?" Cheng Yun tertegun.
"Meski alur ceritanya payah, tapi teknik sinematografi dan fotografi sutradara ini terlalu jago." Cheng Yan melirik loli kecil yang mengantuk di pelukannya, "Nonton juga ga ngerti maksudnya apa, tapi kalo ga ditonton, sayang banget."
"Oh!" Baru teringat oleh Cheng Yun bahwa adiknya ini pecinta fotografi yang memuja Zhang Yimou, sementara di sebelahnya ada mahasiswa jurusan seni rupa.
"Yao Yao gimana, Yao Yao juga suka ga?"
“Ah……Ah?”
Tang Qingying memandangnya dengan bingung.
Cheng Yun mengulangi pertanyaannya.
Tang Qingying membeku sejenak, lalu memberi jawaban mengambang "Lumayanlah". Faktanya, ia merasa ingatannya tentang film ini benar-benar kosong.
Kembali ke hotel.
Tang Qingying tetap tidak menyalahkan Cheng Yan. Setelah memikirkan semua kejadian ini dengan jernih, semuanya baik-baik saja - Cheng Yan sebenarnya tidak yakin ia dapat menaklukkan kakak ipar, dalam situasi seperti ini tentu ia berharap kakaknya bisa hidup bahagia.
"Ah..."
Begitu masuk kamar, ia langsung meringkuk di sofa seperti patung.
Cheng Yan menuangkannya segelas air panas dan bertanya: "Cola es yang kubeli saat nonton film tadi tidak kamu minum kan?"
"Kuberikan ke kakak ipar..."
"Baguslah. Minumlah ini, sudah kutaruh gula merah."
"Hmm, Terima kasih." Tang Qingying menerimanya, kedua tangan memegang cangkir. Kehangatan dari telapak tangan membuatnya tak tahan ingin menggigil. Setelah meminumnya sebanyak satu tegukan, hangat menyelimuti seluruh tubuhnya, jauh lebih nyaman.
Cheng Yan duduk berhadapan dengannya, memegang ponsel sambil menggesek video pendek tentang loli dan Yin Nuxia, tidak bicara.
Perjalanan ke dunia paralel ini memiliki efek time dilation yang mengacaukan pola aktivitas harian mereka. Baru sore ini mereka tertidur hingga malam, sekarang sama sekali tak bisa terlelap.
Maka malam ini pasti akan terasa panjang.
Sekeling sunyi, hanya sesekali terdengar deru mesin dan suara ban dari kendaraan yang lewat di lantai bawah. Sebagian besar wilayah kota metropolitan ini telah terhisap masuk ke dalam tidur lelap. Mungkin masih banyak kaum muda yang begadang bekerja atau bermain, tapi bagi mereka, waktu ini sudah sangat larut.
Malam yang tak jelas penyebabnya membosankan.
Cheng Yan melihat Tang Qingying duduk di sofa memegang gelas air dengan tatapan kosong, tidak main game maupun ponsel. Tak tahan ia bertanya: "Sulit ditahan? Sakit?"
"Tidak sulit."
"Hm." Cheng Yan malas berpanjang kata. Ia meletakkan ponselnya, berdiri dan kembali ke kamar tidur untuk mengambil sebuah buku.
Saat kembali, Tang Qingying justru menatapnya tajam: "Aku ingat dulu pernah tanya, kalau harus pilih satu di antara aku dan Tang Qingyan, kamu pilih siapa."
"Seharusnya bukan aku yang memilih." Cheng Yan tak heran dengan pertanyaan mendadak ini, malah menunjukkan ekspresi lega bak "akhirnya kamu bertanya".
"Kamu sebelumnya tidak bilang begitu."
"Dulu aku bilang apa?"
"...Lupakan." Tang Qingying menggelengkan kepala. "Sekarang kamu condong ke siapa?"
"Aku tidak tahu." Cheng Yan menjawab tenang. "Ini bukan urusanku. Tunggu sampai Cheng Yun memutuskan dan memberi jawaban ke kakakmu. Nanti kamu juga akan tahu pilihannya."
Ia menambahkan: "Aku hanya bisa mendukung pilihannya."
"Kau tahu." Tang Qingying menundukkan kepala berkata, "Kau tahu dia akan memilih Tang Qingyan."
"Kau juga tahu, kau juga tahu di matanya kau hanya seorang adik."
"Hmm……"
Tang Qingying tak lagi bersuara, setelah merenung lama, ia menengadah menghabiskan air panas sekaligus, lalu bangkit kasar.
Cheng Yan segera bertanya: "Kau mau ke mana?"
Tang Qingying membalas tanpa menoleh: "Main dua ronde Ranked untuk balas dendam ke masyarakat, melampiaskan kekesalan!"
Cheng Yan: "……"
Menggelengkan kepala, melanjutkan membaca buku, dalam hati menghela napas pola pikir Gadis Kekanak-kanakan yang memang sulit dipahaminya.
Di kamar sebelah, Cheng Yun langsung mendeteksi siluet manusia tambahan di ruang tamu saat masuk - seorang perempuan berpostur indah berpakaian jas angin tipis, berbaring sembarangan di sofa ruang tamu kecil dengan satu kaki terangkat di sandaran sofa, sama sekali tak menjaga image.
Si loli juga langsung sadar, buru-buru memeriksa apakah hamster kecilnya sudah terancam bahaya.
Cheng Yun menatap dengan seksama, ternyata itu sepupu perempuan dari pihak ayah. Ia tidak bisa menahan keraguan: "Cheng Qiuye, bagaimana bisa kamu datang?"
Sepupu perempuan itu membuka matanya selebar celah sambil memandanginya, menunjukkan ekspresi mengantuk, menggerutu: "Aku menunggumu sampai hampir tertidur..."
"Untuk apa kamu datang?"
"Kenapa, kakakmu ini tidak boleh datang?"
"Bukannya kamu sangat sibuk? Ngapain datang larut malam begini?"
"Aku datang untuk memberitahumu, kondisi Kakek tidak terlalu baik. Mau tidak kamu pulang kampung menjenguk? Kalau mau, besok kita berangkat bersama." Cheng Qiuye menguap panjang, "Kebetulan jeruk di kampung sudah matang, bisa kita curi. Kamu juga bisa mengawalku."
"Begini rupanya, biar aku pikir dulu..."
