Loli pulang di tengah malam, tapi tak melihat Da Wang di kamar. Ini membuatnya panik setengah mati.
Ini bagaimana!?
Dengan polosnya ia menyimpulkan Da Wang sedang mencarinya, bukan sedang main petak umpet. Tapi sampai sekarang sudah larut malam Da Wang belum kembali, ini parah. Seolah ia sudah melihat nasib malangnya: potongan banteng kering akan menghilang selama beberapa hari ke depan.
Saat ia lompat kesana kemari bagai semut di wajan panas, sama sekali tak mencerminkan sikap tenang Raja Padang Salju, tiba-tiba Da Wang muncul di depan matanya!
Loli kecil tertegun, lalu ekspresinya menjadi kompleks.
Kembalinya Da Wang tentu rejeki, tapi ini... bisa dibilang ia tertangkap basah?
Gawat... gawat...
Loli kecil menundukkan kepala, sekejap mata itu ia mencuri pandang ekspresi Da Wang, tak disangka kembali tertegun.
Cheng Yun baru saja kembali dari ruang node.
Tadi, ia merasakan getaran yang sangat unik, tidak sepenuhnya sama dengan getaran kedatangan penjelajah waktu. Jika sensasi kedatangan penjelajah waktu diibaratkan "ketukan pintu", maka ini seperti hujan memukul genteng, bertalu-talu, mengeluarkan suara berdenting halus. Setelah menyelidiki ruang node, Cheng Yun baru menyadari ini adalah dampak dari sentuhan benteng alam semesta. Beruntung tingkat peleburannya dengan node ruang-waktu semakin tinggi, getaran seperti ini akhirnya bisa ia persepsikan.
Cheng Yun sempat mengira ada yang ingin memasuki alam semesta ini, bahkan dia berfantasi tentang peradaban super jempolan yang begitu kuat hingga bisa melintasi kabut chaos, menghantam benteng semesta, nyaris berhasil melintasi galaksi.
Namun faktanya tidak demikian.
Mereka adalah para "pelewati".
Jejak perjalanan mereka terlalu dekat dengan alam semesta Bumi, dalam proses ini memberikan pengaruh tertentu yang menimbulkan sensasi seperti ada yang lewat di luar pintu, namun memang benar-benar ada yang melintas.
Tapi perjalanan ruang-waktu berskala sebesar ini tetap menjadi hal yang sangat langka bagi Cheng Yun.
Namun setelah dipikir ulang, Cheng Yun merasa pernah "mendengar" peristiwa semacam ini - saat Semesta Cincin hancur, semua makhluk hidup pemilik alat ruang-waktu di seluruh penjuru semesta itu secara serentak diusir paksa oleh Huan dari alam semesta asal, termasuk Daois Changyao. Akhirnya Changyao tiba di alam semesta Bumi yang jauh, sementara tingkat peleburan Cheng Yun dengan node ruang-waktu saat itu masih jauh lebih rendah dibanding sekarang.
Jika Alam Semesta Bumi dan Alam Semesta Cincin cukup dekat, dan saat itu Cheng Yun sudah memiliki kemampuan seperti sekarang, mungkin gerakan besar-besaran menerjang benteng Alam Semesta Cincin ini juga bisa ditangkap olehnya, sensasinya kira-kira seperti ini?
Begitu terpikir ini, hati Cheng Yun tiba-tiba menjadi berat.
Ia tak punya waktu untuk berpuas diri karena semakin jempolnya kemampuan sang kepala stasiun, langsung masuk ke dalam pencarian sumber asal para pelintas ini.
Tepat seperti dugaan, mereka berasal dari Alam Semesta Kayu.
Sedangkan tujuan kebanyakan mereka sebenarnya sama, hanya saja bukan di sini milik Cheng Yun, mungkin sebuah planet yang cocok bagi mereka di dunia nun jauh di sana.
Dari sini terlihat, Kayu jauh lebih memiliki sisi manusiawi dibanding juniornya dulu "Huan".
Kedua pihak sama-sama berencana untuk meneruskan benih api peradaban mereka.
“Huan” lebih menghargai sistem peradaban. Cheng Yun pernah mendengar Kayu berkata bahwa dunia Huan dalam hal ini cukup unik. Pada awalnya seluruh alam semesta juga memiliki keragaman dalam aspek peradaban, namun kemudian hanya tersisa satu sistem kultivasi di setiap planet yang pada dasarnya serupa dengan sedikit perbedaan. Sistem yang dinamai Cheng Yun sebagai "peradaban seni immortal" karena kemiripan tampilan luarnya dengan beberapa fantasi manusia zaman kuno Tiongkok ini, justru diciptakan oleh "Huan".
Ia adalah sosok yang sangat sombong dan percaya diri. Di akhir hayat meski telah berubah menjadi mesin dingin, tetap memilih untuk menumpahkan benih api peradaban ke luar.
Kayu lebih menghargai "kehidupan".
Tindakannya ini telah membuktikan bahwa dalam sorot matanya hanya perkembangan kehidupan yang menjadi penerus benih api. Orang-orang ini menuju lokasi yang sama, kemungkinan besar bisa berkembang. Jika mengalami masalah dan gagal, ia masih menyisakan periode toleransi kesalahan yang cukup untuk dirinya sendiri.
Masih lama sebelum Alam Semesta Kayu hancur. Jika makhluk-makhluk ini punah semua, tinggal ia pilih lagi sekelompok makhluk hidup dan usir mereka keluar.
Saat itu Cheng Yun tak bisa menahan pikirannya——
Mungkin inilah perbedaan antara Kayu yang masih mempertahankan sebuah planet meski alam semesta telah layu, bahkan ketika hampir mencapai titik akhir ia tetap memberikan hak kepada kehidupan di planet ini untuk mati secara alami, sementara Huan memilih untuk meledakkan kembali alam semesta demi kelahiran baru?
Cheng Yun ragu-ragu cukup lama, akhirnya kembali mengunjungi alam semesta Kayu.
Yang menyambutnya adalah sosok Kayu yang dingin dan tak berperasaan. Dari mulutnya Cheng Yun tahu, demi menghemat energi, Kayu telah menyederhanakan segalanya hingga tingkat ekstrem - segala yang "tak berguna" telah ia campakkan.
Cheng Yun berdiri di alam semesta yang hampa dan kosong bagai ruang node, menatap planet di depannya yang berputar kencang——
Kecepatan terbentuk dan menghilangnya lapisan awan membuat pusing, kilatan cahaya "cangkang telur" berkedip cepat, hampir sekejap mata baginya, satu hari telah berlalu di planet itu.
"Kau mempercepat waktunya?"
"Benar."
“Mengapa harus melakukan ini?” Cheng Yun tentu tahu percepatan waktu tidak berbahaya bagi planet itu. Dalam kegelapan total alam semesta yang tak memiliki referensi pengamatan, makhluk hidup di sana bahkan tak bisa merasakan waktu mereka dipercepat. Mereka tetap menjalani hari-hari secara normal: bekerja mencari uang, mengalami siklus kelahiran-usia tua-penyakit-kematian, dan gelisah menghadapi "krisis peradaban". Hanya bagi Kayu percepatan waktu ini yang bermakna.
Yang agak sulit dipahami Cheng Yun adalah mengapa Kayu begitu terburu-buru menemui ajal.
Jawaban Kayu terdengar tanpa jeda, nadanya membeku: "Jika ditunda, risiko kegagalanku akan meningkat."
Cheng Yun pun diam.
Mungkin setelah Kayu menyingkirkan semua klon lainnya, satu-satunya emosi yang tersisa juga lenyap. Kini Ia bagai takdir yang tak terelakkan, atau mesin yang bergerak sempurna menuju tujuannya - Ia akan restart alam semesta!
Cheng Yun menatap planet itu, membelakangi sosok Tuhan Ruang-Waktu yang berdiri raksasa di belakangnya.
Kecepatan planet ini mungkin telah dipercepat 100.000 kali lipat. Angka ini kemungkinan merupakan skema paling ekonomis hasil perhitungan Kayu. Dengan laju waktu seperti ini, mungkin hanya dalam satu hari, semua manusia di planet itu akan menghilang sepenuhnya. Dari sini tak sulit ditebak bahwa tujuan orang-orang yang diusir Kayu ke alam semesta Bumi atau alam semesta Kayu asli memiliki laju waktu yang menakutkan.
"Jika... kau membutuhkan, kau bisa mengirim orang-orang ini ke tempatku. Akan ku urusi mereka dengan baik."
"Ini takdir yang pantas mereka terima." Kayu berkata dengan tatapan dingin.
"Baiklah."
Cheng Yun menghela napas panjang.
Ia tentu tahu planet ini seharusnya telah berubah menjadi kehampaan sejak ratusan juta tahun silam. Hanya karena sebuah pikiran Kayu, ratusan juta makhluk hidup di sini bisa bertahan sampai sekarang. Entah karena Kayu dulu tak tega menyaksikan makhluk tanah airnya punah, atau karena ingin menyisakan sebuah planet untuk mengusir kesepian di masa depan - mungkin kedua alasan ini ada, sampai akhirnya Ia memutuskan untuk tak menunggu lagi.
Kini hal yang harus dilakukannya telah selesai. Sebagai generasi berikutnya dari alam semesta muda, Cheng Yun mampu bertahan hingga kehancuran alam semestunya, restart, dan kelahiran kembali kehidupan setelah 100 miliar tahun.
Meski demikian, Cheng Yun masih mengingat penduduk planet ini.
Ling Ni yang pernah mendaki gunung bersamanya, pangeran Ying yang tampan luar biasa di TV yang bertekad menyelesaikan "krisis kehidupan", bahkan pengikut Xu Ling Jiao yang gila namun terkendali... Pertemuan sekilas pun tetap diingatnya, meski mungkin kini mereka semua telah berubah dimakan waktu.
"Kalau begitu aku pamit, Senior."
"Maaf tak bisa mengantarmu jauh."
"Selamat tinggal."
"Kita akan bertemu lagi." Kata Kayu dengan nada dingin.
“……”
Dulu Cheng Yun pernah ingin menanyakan soal Jenderal Li kepada Kayu. Tapi kini Kayu sudah tak sempat memikirkan hal lain, dan tampaknya tak akan mengurus urusan remeh seperti ini.
Kedengarannya kejam, tapi bagi dirinya, kehancuran sebuah planet mungkin hanyalah hal sepele.
Cheng Yun tak tahu apakah dirinya nanti akan menjadi seperti ini juga.
Dengan keadaannya seperti ini, setelah kembali ke kamar, wajahnya dipenuhi perasaan haru.
Si loli justru terlihat tak jelas penyebabnya gelisah, buru-buru mendekat ke depan Cheng Yun sambil berkata: "Hiks hiks hiks……"
Cheng Yun menunduk memandanginya dengan sedikit keraguan.
"Apa?!"
"Huu huu~~"
"……Ngomong-ngomong kapan kamu kembali? Tadi aku tidak ada di sini, apakah kamu mencari-cariku lama?" Cheng Yun tetap tidak mengerti ucapannya, tapi ia menyadari benda kecil ini seolah agak panik, dan setelah ucapannya itu si loli makin panik.
"Huu! Huu huu!"
"……Apa maksudmu?!" Cheng Yun sama sekali bingung, "Aku tadi pergi ke tempat lain, baru sekarang kembali. Apa kamu mengira aku bersembunyi?"
“？？？”
Si loli membeku.
Setelah berpikir sejenak, ia pun bisa lega dalam sekejap, di wajah kecilnya muncul sedikit aura dendam sambil mengeong dua kali ke arah Cheng Yun, seakan menyalahkan kemana saja Cheng Yun pergi sampai membuatnya khawatir lama.
Cheng Yun pun mengakui kesalahan berulang kali.
“Loli itu kembali memanggil dengan suara lembut dua kali, menandakan ia telah memaafkannya dan ingin kembali tidur.”
Setelah berbalik, ia menghela napas berat——
“Whoosh~~”
Subuh-subuh, Liu Da Nüshen sudah bangun. Ia menemukan resep bodoh baru lagi yang terlihat lezat.
Sup Iga Babi dengan Chinese Yam!
Versi disederhanakan konon hanya perlu merebus iga, air, dan sepotong jahe hingga mendidih, lalu direbus dengan api kecil sebentar, tambahkan chinese yam dan teruskan merebus, terakhir cicipi sambil ditambahi garam.
Di sekejap ini, Liu Da Nüshen menyadari dirinya jatuh cinta pada proses merebus kuah.
Tapi... harga iga babi mahal sekali.
Liu Da Nüshen duduk sendirian di atap gedung, berpikir lama. Dia ingat di saldo kartunya sepertinya ada 100 yuan. Kemarin membeli mi mengambil 100 yuan, hanya ingatannya samar. Tidak tahu apakah setelah ambil 100 yuan masih tersisa 100 yuan, atau total cuma 100 yuan lalu habis setelah diambil. Liu Da Nüshen yakin kemungkinan pertama lebih besar, karena itu membuat hatinya gembira.
Dia meraba saku celana ketat abu-abu, mengeluarkan puluhan yuan recehan yang dilipat rapi. Jika saldo kartu sudah kosong, bagaimana bisa bertahan sebulan dengan uang segini?
Tiba-tiba, terdengar suara bersahaja dari sebelahnya: "Manusia, pagi ini kau tidak teriak-teriak di atap gedung, ngapain duduk di sini?"
"Maaf sudah mengganggu!"
Liu Da Nüshen langsung berhenti berlatih vokal. Buru-buru berdiri dan menuruni tangga.
Sepuluh menit kemudian, ia tiba di depan ATM CCB sebelah hotel. Pagi-pagi sudah banyak orang yang mengambil uang. Setelah mengantri sebentar, selama proses ini baik orang yang antri maupun yang lewat terus menerus melirik ke arahnya, namun seolah tak menyadari sama sekali.
Ketika akhirnya berdiri di depan mesin ATM, antrian panjang sudah terbentuk lagi di belakangnya. Liu Da Nüshen menyusun kedua tangan seperti sembahyang dengan kartu bank di telapak tangan, menutup mata untuk berdoa sebentar pada Dewi Keberuntungan, baru kemudian memasukkan kartu ke mesin dan mengetik password.
Saat melihat saldo tersisa hanya 0.37 yuan, langit seketika terasa suram baginya, hampir saja langkahnya terhuyung.
Sebagai seorang dewi kampus, belum pernah sebelumnya ia merasakan hasrat membara akan hal-hal duniawi seperti ini.
Tiba-tiba, seorang pria di belakangnya menelan ludah lalu bertanya penuh perhatian: "Ada apa? Kenapa tidak diambil?"
Wajah Liu Da Nüshen dipenuhi kekecewaan: "Nggak punya duit."
"Nggak punya duit?"
"Mesinnya kehabisan uang?"
"Kena sial!"
"Ah, ayo pergi ayo pergi."
Barisan panjang yang tadi masih antri langsung berhamburan, mungkin cincin cahaya sang dewi sekolah telah menutupi kepala mereka, tak seorang pun menyadari bahwa saldo kartu Liu Da Nüshen sudah nggak punya duit.
Saat Liu Da Nüshen mencabut kartunya dan berbalik, menyaksikan pemandangan ini, ia menerawang tanpa fokus sejenak, lalu mengatupkan bibirnya diam-diam pergi.
Sambil berjalan, ia mengeluarkan ponsel, membuka WeChat, mencari Cheng Qiuye, dan mulai mengetik.
"Kak sepupu, mau beli lagu nggak?"
Tidak boleh, terlalu blak-blakan. Dia kan dewi sekolah.
"Kak sepupu, akhir-akhir ini ada rencana rilis lagu baru?"
Tidak, dia mungkin tak bisa pahami maksudku. Bagaimana jika terjadi kesalahan? Dengan keberaniannya yang tipis ini, malu untuk menjelaskan jelas, menyesal pun tak ada tempatnya.
"Kak sepupu, aku baru nulis lagu yang cocok banget buatmu. Ada minat?"
enmm……
Menghapus kata 'membeli'.
Liu Da Nüshen memeriksa ulang 4-5 kali, akhirnya mengirimkannya.
“Hampir seketika, sepupu perempuan dari pihak ayah itu membalas: "Lagu apa? Tentu aku tertarik dengan lagu Guru Liu. Cuma akhir-akhir ini aku sedang merekam lagu-lagu Guru Cai, banyak sekali menumpuk. Guru Liu, bisakah kamu menyimpankannya untukku? Nanti setelah album ini selesai, aku taruh di album berikutnya."”
“Sekarang tidak bisa dibeli?”
“Sekarang... Guru Liu kekurangan uang? Kalau mau, aku bisa beli sekarang, simpan dulu, baru dikeluarkan lagi nanti.”
“……”
Pipi Liu Da Nüshen tiba-tiba memerah membara, membuat beberapa perempuan bergaya modern di pinggir jalan hampir tercebur parit.
Ia buru-buru menjawab: "Tidak kekurangan, aku cuma bertanya saja. Kalau begitu tidak usah."
“Harus kamu simpan untukku ya.”
“Baik.”
Setelah menyimpan ponselnya, Liu Da Nüshen berhenti di tepi jalan raya dan menghentakkan kakinya keras-keras, ada dorongan ingin memukul diri sendiri.
“Hah hah!!!~”
Sambil berjalan kembali, dia berpikir apakah harus sedikit merendahkan standar, sebenarnya di dunia ini masih ada orang yang kualitas vokal mereka masih bisa dipaksakan, pilih beberapa lagu yang tidak terlalu bagus untuk dijual ke mereka, dapatkan harga tawaran yang baik...
Liu Da Nüshen merasakan pertarungan batin yang sengit di kepalanya.
Versi malaikat-nya dengan pipi bersinar kesucian: "Kau adalah dewi sekolah, jangan berlaku arogan dengan serakah mengincar harta duniawi!"
Versi iblis-nya membuat orang ingin memuntahkan darah: "Bualan arogansi!"
"Kekayaan tetaplah hal yang vulgar!"
"Apa salahnya uang? Dengan uang kita bisa beli perhiasan cantik sebanyak-banyaknya, beli iga babi direbus kuah, gagal pun tak sakit hati, bukankah menyenangkan?"
"Bidaah!"
"Pseudo!"
"Ayo berduel!"
"Hmph! Kesempatan berharga!"
Pertempuran antara malaikat dan iblis berada di ujung tanduk.
"Liu Da Nüshen mengatupkan bibir erat berdiri di persimpangan lampu merah. Di pikiran, malaikat Liu Xi mengembangkan sayapnya langsung menyerang duluan. Sebuah pukulan 'fans' tiba-tiba menghantam pipi kiri moxiu Liu Xi, membuat kepalanya miring. Aura langsung menekan pihak lawan."
"Namun moxiu Liu Xi mundur selangkah. Tangannya menyambar di kantong pinggang, mengeluarkan senjata api kecil berwarna perak. Gerakannya lesat cepat dan lancar."
"Bum!"
"Whoosh..."
Senjata retro berputar-putar di tangan moxiu Liu Xi, lalu dengan santai dan penuh gaya dimasukkan kembali ke sarung pistol. Gerakannya sangat ekstrem elegan.
"Ding!" Lampu hijau menyala tepat waktu di depan.
Liu Da Nüshen kembali melangkah. Setelah pergulatan dahsyat dalam pikirannya, ekspresinya kini penuh keteguhan.
