Meski Kayu yang menentukan akhir planet ini di momen ini, di baliknya adalah tren pasti kehancuran alam semesta.
Tak ada yang abadi di dunia ini.
Peradaban gemilang, kaisar yang berseru tentang keabadian, orang suci yang termasyhur sepanjang masa, perlawanan gigih ratusan juta makhluk di planet itu, zaman kiamat yang epik, bahkan Tuhan Ruang-Waktu yang angkuh - semuanya lenyap seketika.
Di mata Kayu sang Tuhan Ruang-Waktu, planet itu hanyalah sesuatu yang sangat kecil kecuali merupakan kampung halamannya di masa lalu. Para penghuni planet itu bahkan tidak memiliki kualifikasi untuk mengamatimu, apalagi melawan hitungan mundur yang telah ia tetapkan. Sampai detik terakhir pun, tak seorang pun tahu siapa yang membuat planet induk mereka bertahan selama ratusan juta tahun di alam semesta yang dingin dan sepi, atau siapa yang mengakhiri peradaban mereka pada generasi ini.
Namun menghadapi kelayuan alam semesta, apakah Kayu sendiri memiliki cara tanpa hambatan?
Pada akhirnya, ia hanya bisa memilih untuk menarik energi dan meledakkannya, membiarkan alam semesta menyambut kelahiran baru. Tentu saja, alam semesta Kayu saat itu bukan lagi miliknya, dan tidak memiliki hubungan apa pun dengannya.
Cheng Yun juga takkan melupakan bahwa Tuhan Ruang-Waktu dengan kesempurnaan besar ini, dahulu juga adalah seorang pemuda bersih dan menawan.
"Sudah siap!"
Suara sepupu perempuan dari pihak ayah memotong pikirannya.
Cheng Yun menoleh ke belakang, melihat cangkir teh dan cerek telah dicuci bersih oleh sepupu perempuannya dan ditaruh di lemari disinfektan area teh. Liu Da Nüshen juga telah menyapu bersih serpihan kaca di lantai. Saat itu ia sedang bersitegang dengan debu yang tersapu membentuk garis lurus namun keras kepala tidak mau masuk ke pengki. Dari penglihatan tepinya, ia melihat Dai Yu mengangkat cangkir teh seolah minum, padahal diam-diam sedang mengamatinya.
Cheng Yun tahu dirinya tadi bertingkah sedikit aneh, tapi tak terlalu dipedulikannya. Ia hanya memuji: "Cekatan!"
Namun sepupu perempuannya tak begitu mudah melepaskannya: "Tadi kamu mikirin apa sih? Padahal sebelumnya baik-baik saja. Aku juga nggak lihat kamu lihat ponsel atau apa!"
"Mana ada!"
"Cih, mau sembunyikan dari aku? Aku ini yang ngelihatin kamu besar!"
"Omong kosong." Cheng Yun memutar matanya.
"Emang beneran aku yang ngelihatin kamu besar." Sang sepupu perempuan mulai tersulut.
"Aku juga melihatmu tumbuh besar, bahkan pernah melihatmu ngompol sampai dipukul ayahmu." Cheng Yun mengibaskan tangan, "Kalian lanjutkan saja, aku takkan mengganggu."
"Hm!"
Sepupu perempuan itu kembali duduk, menghembuskan gas keruh dari mulutnya.
Dai Yu tersenyum dari samping: "Adik sudah dewasa, benar-benar tak bisa dihadapi."
Kalimat ini langsung memantik resonansi sang sepupu: "Benar! Bertarung tak bisa mengalahkan, memaki pun tak berani. Kau perhatiin dia malah dianggap ikut campur..."
Dai Yu mengangguk: "Aku paham, aku juga punya adik."
"Adik kandung?"
"Hm, cuma setelah dia menikah, komunikasi jadi jarang." Dai Yu sedang bingung mencari cara mendekati Cheng Qiuye, tak mau melepas topik bersama yang langka ini.
"Memang begitulah adik, ah..." Sang sepupu juga menghela napas, wajahnya dipenuhi kekhawatiran dan penyesalan.
"Plak!"
"Aduh!"
Er-tangjie tiba-tiba menutupi kepalanya, melotot ke Cheng Yun yang baru saja mengetuknya. "Adik ini benar-benar semakin tak tahu tata krama!"
Dai Yu tersenyum sambil mengatupkan bibir di sebelah, tepat waktu memuji: "Tapi hubungan kalian berdua kakak-beradik memang sangat baik. Meski sudah dua puluhan tahun masih bisa bermain bersama. Pasti akan terus baik di masa depan."
Kalimat ini tepat menyentuh hati Er-tangjie.
Sejak awal dia memang orang yang sangat menghargai ikatan kekeluargaan. Ironisnya, dunia hiburan adalah lingkaran yang jauh dari kehidupan manusia biasa. Bukan berarti industri ini lebih agung, tapi ritme kehidupan para artis dan orang luar memang berbeda. Kesedihan dan kegembiraan mereka tak sama, perlahan kehilangan bahasa bersama. Dia sering melihat senior di industri ini mati-matian menjaga hubungan dengan keluarga, tapi hasilnya minim. Tak bisa dipungkiri, saat usiamu 40-an tapi masih terlihat muda dengan sikap mental kekanak-kanakan, sementara saudaramu telah menjadi pria paruh baya sepenuhnya.
Sepupu perempuan dari pihak ayah itu bersyukur mendengar pujian ini, namun jelas adiknya baru saja memukul kakaknya dengan sikap tidak tahu tata krama. Ia tidak bisa mengekspresikan kebahagiaannya, hanya bisa mendengus: "Nanti kalau dia sudah menikah dan punya anak, belum tentu lagi begini."
Sambil bicara, wanita itu melirik ke arah Cheng Yun.
Sementara Cheng Yun seolah-olah sama sekali tidak mendengar dialog mereka, terus menyiram bunganya sendiri.
Tiga orang berdiskusi sekitar lebih dari satu jam, hasilnya Liu Da Nüshen mengeluarkan satu lagu yang sudah jadi, dan berjanji bisa melakukan modifikasi sesuai gaya pribadi Dai Yu serta karakteristik teknik vokalnya, sementara Dai Yu langsung memutuskan untuk menetapkannya.
Kualitas lagu ini sendiri sudah cukup mengejutkan Dai Yu, apalagi sangat disukainya. Layanan purna jual Liu Da Nüshen yang terjamin ini membuatnya semakin bersukacita.
Saat turun ke lantai bawah, hati Dai Yu sangat bersemangat, langsung berkata pada Liu Da Nüshen: "Guru Liu, saya akan segera melakukan taruhan uang untuk Anda setelah kembali!"
Liu Da Nüshen menggunakan penglihatan tepi melihat sepupu perempuan dari pihak ayah di sampingnya, mencabut senyum tipis: "Aku tidak terlalu buru-buru, dan aku sangat mempercayaimu. Biaya silakan kamu transfer saja, kapan pun tidak masalah."
Dai Yu mengangguk berat: "Terima kasih atas kepercayaan Guru Liu! Jika Guru Liu punya lagu yang cocok untukku di masa depan, silakan hubungi saya saja. Harga bisa nego!"
"Hm, kita bertemu lagi besok."
"Sampai jumpa besok."
"Hati-hati di jalan."
"Hm."
Dai Yu naik ke mobil mewahnya dan pergi.
Tang Qingying dan Cheng Yun duduk bersama di balik meja kasir. Di piring sebelah mouse tergeletak buah musim empat yang baru dipetik pagi tadi, sementara episode Conan di layar sedang dijeda.
Tang Qingying mencuri pandang ke arah Liu Da Nüshen, bertanya: "Kak Liu Xi, berapa harga lagu ini sampai kamu senyum-senyum terus?"
Cheng Yun pun ikut melihat, menyaksikan Liu Da Nüshen dengan gesit menyimpan sukacita di wajahnya, berusaha berlagak jauh dari kembang api dunia fana, mempertahankan wujud dewi yang sebenarnya sudah tidak ada lagi.
“Ahem, kekayaan hanyalah alat belaka, tak perlu dibimbangi. Ngomong-ngomong, aku harus berterima kasih padamu, Guru Yao Yao, sudah mau menjaga resepsionis selama ini.”
“Jangan sungkan, aku cuma pindah lokasi nonton anime saja.”
“Begitu dapet duit, apa pun yang kau mau akan kubelikan. Jangan segan-segan.” Saat ini, Liu Da Nüshen mirip dengan sepupu perempuan dari pihak ayah yang tajir, seolah dalam satu jam saja ia sudah menggores batas dengan dirinya yang dulu.
“Sudahlah, tak usah. Kak Liu Xi, hati-hati jangan sampai ketipu lagi ya.”
“……”
Melihat Tang Qingying di dalam meja kasir tidak bermaksud pergi, Liu Da Nüshen pun duduk di sofa. Namun dengan sejumlah besar uang yang akan masuk ke rekening banknya, sekarang dia hampir tak sabar ingin memindahkan kursi ke depan ATM untuk menunggu pengecekan. Bagaimana mungkin bisa duduk tenang.
Cheng Yun mengangkat kelopak matanya meliriknya, memberi petunjuk: "Baru saja mereka berjalan keluar dua blok jalan."
"Ha? Saya tidak panik."
"Uang akan dikirim SMS kalau sudah masuk akun," kata Tang Qingying juga.
"Saya benar-benar tidak panik."
"Kakak ipar tebak siapa pelaku pembunuhannya?" Tang Qingying tidak membongkar Liu Da Nüshen. Matanya berbinar menatap layar.
"Orang kurus tinggi ini."
"Benarkah? Menurutku ini..."
"Episode ini sudah pernah saya tonton."
"Spoiler!!"
Mendengarkan dialog mereka, Liu Da Nüshen duduk anggun di sofa dengan punggung sedikit bersandar. Tangannya memegang ponsel yang sesekali dinyalakan layarnya untuk melirik diam-diam, lalu dengan gesit mengalihkan pandangan ke area dalam meja kasir untuk memastikan apakah kedua orang itu memperhatikannya.
Keraguan ini berlangsung cukup lama hingga hampir pukul lima. Ekspresinya sudah menunjukkan kelelahan yang amat sangat ketika akhirnya ponselnya berbunyi berdenting.
Liu Da Nüshen langsung menatap ponselnya. Begitu melihat SMS bank itu, nyaris saja ia melompat dari tempat duduk.
"Akhirnya masuk ke akun?" Tang Qingying mengangkat kepala dari balik meja kasir sambil melirik ke arahnya.
"Sudah kubilang kalau transaksi berhasil akan ada SMS pemberitahuan. Bukankah sekarang sudah tahu?" Suara Sang Kepala Stasiun terdengar samar dari dalam meja kasir, "Kalau belum masuk, melihat ponsel 800 kali pun percuma."
"Aku..."
Ekspresi Liu Da Nüshen membeku. Bukannya kalian sedang fokus menonton anime?
……
Beberapa hari berlalu.
Yin Nuxia merasa agak bosan tinggal di Busan. Menurutnya kota metropolitan ini sangat buruk dan terbelakang. Lihat saja, bahkan tidak ada sepeda kuning kecil, apa bedanya dengan zaman kuno?
Pertandingannya juga membosankan.
Selama fase grup, PMG setiap hari akan bertanding melawan salah satu tim di grup yang sama. Tapi pertandingan semacam ini malah memberi Yin Nuxia perasaan... belum seasyik saat main Ranked?
Setiap kali hero top lane OP pasti akan di-ban oleh lane lawan, atau direbut duluan. Pokoknya mereka tidak akan membiarkannya mengambil.
Setiap kali di hadapannya selalu ada potongan daging yang sama.
Bahkan seluruh hero di medan perang juga monoton, bolak-balik cuma hero itu-itu saja. Bukan kamu yang ambil ya aku yang ambil, sama sekali tidak ada kebaruan.
Dalam permainan Ranked biasa, dia masih bisa menemukan strategi tak lazim. Orang-orang berusaha memutar otak untuk menjebakmu, lalu kedua pihak saling menjegal bolak-balik, membuat situasi permainan fluktuatif. Yin Nuxia sangat menikmati sensasi menghajar semua formula licik lawan yang sudah dirancang mati-matian dengan satu kepalan tangan. Namun dia kurang suka permainan awal yang penuh kehati-hatian ini - kalau tidak ada perkelahian, mana seru?
"Ah..."
Yin Nuxia menghela napas panjang.
Rintihan ini terdengar oleh pelatih. Dengan sigap dia mendekat penuh perhatian dan bertanya: "Ada apa? Rindu rumah?"
Yin Nuxia menggeleng. Sebenarnya dia agak merindukan Sang Kepala Stasiun dan Nona Yu. Tapi bagaimana mungkin seorang pendekar persilatan memperlihatkan titik lemahnya dengan mudah? Akhirnya dia menjawab: "Aku cuma pengen naik sepeda..."
"Setelah kompetisi dunia selesai, akan kumohonkan izin beli sepeda terbaik untukmu, sebagai hadiah!"
"Sang Kepala Stasiun sudah memberikanku," gumam Yin Nuxia.
"Aku tahu, yang waktu itu kan. Akan kubelikan yang terbaik!"
"Yang dibeli Sang Kepala Stasiun untukku sudah yang terbaik, harganya lebih dari 10.000 yuan," Yin Nuxia terus bergumam.
"10.000 yuan itu bukan apa-apa, aku akan belikan..."
Pelatih belum selesai bicara, sudah ditarik lengan bajunya oleh pemain jungler tim: "Pelatih jangan lanjut. Pantas saja di usiamu yang sudah kepala tiga masih jomblo."
"Hmm..."
Setelah merenung lama, pelatih mengangguk: "Baik, akan kucari cara. Mungkin bisa kusiapkan sepeda sementara di sini untukmu."
Yin Nuxia lesu menjawab: "Terima kasih, Pelatih."
