Beberapa hari ini Sang Dewi Liu Xi sangat sibuk.
Dia pindah shift dari siang ke malam. Pagi-pagi harus ke perusahaan Cheng Qiuye, kadang dijemput Cheng Qiuye sendiri, kadang sopirnya Dai Yu. Malamnya masih harus jaga shift malam.
Meskipun profesionalisme Dai Yu di bidang musik juga kuat, namun masih jauh dari kualifikasi untuk disejajarkan dengan Liu Da Nüshen. Ini bukan hanya karena keterbatasan zaman, tapi juga perbedaan antara "orang biasa" dengan "dewa-dewi". Dalam proses berkomunikasi dengan Dai Yu, Liu Da Nüshen hampir semudah meniup debu memperoleh penghormatan dari penyanyi senior ini, menambah satu penggemar fanatik berusia matang, lalu Liu Da Nüshen pun menjadi produser lagu ini.
Produksi musik, lagi-lagi sekadar uang kecil. Liu Da Nüshen berulang kali menolak, sayangnya semua penolakan tak berhasil.
Maka dia pun menjadi semakin sibuk.
Sibuk berturut-turut selama beberapa hari, Liu Da Nüshen yang menggenggam harta besar tapi tak punya waktu membelanjakannya, bagaikan menguasai ilmu bela diri legendaris tapi tak bisa mempraktikkannya, semangat berlebihan di kepalanya tak bisa dilampiaskan. Ini membuatnya sangat tersiksa, tapi dia tak boleh menunjukkannya secara sembarangan.
Hanya dengan berpura-pura tak terjadi apa-apa, seolah tak pernah mendapat uang ini, barulah kilau dewinya bisa bertahan.
Faktanya Liu Da Nüshen sudah memiliki kesadaran—tak masalah menanggalkan sedikit kilau dewi jika diperlukan, jelas ini bukan lagi kampung halamannya. Dan dia perlahan menyadari, karena ini pertama kalinya hidup bersama sekelompok orang dalam waktu dekat, kurang pengalaman, dia sudah menunjukkan celah. Mempertahankan citra yang dulu dituntut perusahaan di depan penghuni penginapan sebenarnya tidak perlu.
Hm, hanya terbatas pada penghuni penginapan.
Tidak benar, hanya terbatas pada Sang Kepala Stasiun dan Guru Yao Yao.
Tapi jika terlihat terlalu serakah, perbedaannya dengan citra asli terlalu besar kan? Dia memang dewi buatan, tapi dia tetap seorang dewi. Ini topengnya, tapi juga wajah aslinya.
Dia masih sangat berharap bisa mempertahankan citra "Dewi Sempurna" di mata dunia.
Dan hari ini karena Dai Yu harus pergi syuting sebuah iklan, Liu Da Nüshen akhirnya bisa lega. Dari lagu yang dinyanyikannya saat sarapan, terasa hati sedang dipenuhi kegembiraan.
Setelah menghabiskan setengah mangkuk kecil bubur bening, ia meletakkan sumpit perlahan, meregangkan badan, lalu berkata santai: "Rasanya enak banget nggak ada kerjaan."
Usai bicara, matanya langsung mencuri pandang ke reaksi beberapa orang di meja.
Gadis kecil Yu Dian meletakkan sumpit rata di atas mangkuk, kedua tangannya memegang roti kukus sambil diam-diam mematahkannya, setiap kali hanya mematahkan sedikit-sedikit dan menyuapkannya ke mulut. Lingkaran hitam samar terlihat di bawah matanya, sorot matanya kosong menatap permukaan meja—Liu Da Nüshen memperhatikannya seperti ini selama beberapa hari terakhir, seolah setiap malam dihantui sesuatu hingga sulit tidur, siang harinya lesu tak bertenaga, atau seperti tubuhnya terkuras habis.
Guru Yao Yao terlihat belum sepenuhnya sadar, kesadarannya masih mengambang.
Meski Cheng Yan tak menunjukkan ekspresi, Liu Da Nüshen bisa membaca fakta bahwa ia juga masih mengantuk, sehingga tak punya energi untuk menghiraukannya.
Yang Mulia Loli sedang asyik menyantap buburnya dengan suara slurp-slurp.
Tanpa mendapat respon, Liu Da Nüshen hanya bisa memandang dua orang yang tersisa: Sang Kepala Stasiun dan Bos Tang dari seberang yang tanpa disadari telah ikut makan di hotel bersama semua orang.
Sang Kepala Stasiun berkata: "Kalau tidak ada pekerjaan, coba sapu lantai sekali."
Bos Tang dengan nada terharu berkomentar: "Sesekali tidak ada pekerjaan memang nyaman, tapi kalau terus-terusan menganggur, rasanya seluruh tubuh ini hampir tak bisa dipulihkan, tenggelam dalam ritme hidup ikan asin yang tak bisa lepas."
Liu Da Nüshen menunjukkan senyum sempurna, meski dalam hati ingin mengangkat tubuh Bos Tang dan menciumnya: "Makanya, kalau sedang santai harus cari kegiatan."
Setelah pembicaraan sampai di sini, kini ia bisa dengan natural mengajak seorang wanita menemani jalan-jalan untuk menghabiskan waktu, tanpa khawatir mereka mengira ini karena baru dapat harta besar jadi ingin buru-buru foya-foya.
Namun tiba-tiba Sang Kepala Stasiun bersabda: "Cuma menganggur sehari, biarkan saja menganggur."
"Bos Tang mengangguk dan berkata, 'Kau benar. Biasanya saat aku menganggur, aku pergi ke warung lalat sebelah untuk main catur dengan orang tua, atau bermain mahjong dengan paman dan tante. Tanpa terasa setengah hari sudah berlalu.'"
Cheng Yun menarik sudut bibirnya, "Bukannya malah jadi lebih kayak ikan asin begini?"
"Aku sudah masuk ke ritme hidup ikan asin..."
"Kalau gitu tamatlah kau." Cheng Yun menggelengkan kepala, lalu mengubah topik, "Ngomong-ngomong, sekarang sudah satu putaran kau main catur dengan kakek-kakek dari beberapa kompleks sekitar ya?"
"Iya. Sekarang ada beberapa orang tua pelit yang ogah main denganku. Yang lain juga tidak tahu bisa bertahan berapa lama." Wajah Bos Tang berkerut saat bercerita. Masalahnya, kemarin sore seorang kakek datang dengan tim penasihat belasan orang di belakangnya, tetap saja tidak bisa mengalahkannya. Dia bahkan sudah berniat cek di internet apakah ada teknik khusus untuk sengaja kalah.
"Kalau mahjong?"
"Lumayan. Akhir-akhir ini setiap hari kalah, sudah rugi belasan ." Mengingat hal itu, melankolis di wajah Bos Tang semakin dalam.
"Itu, maaf ya, aku mau nyela dikit. Kalau kalian bosen, emang nggak ada aktivitas lain?" Liu Da Nüshen bersuara lemah di sebelah, ragu sejenak, lalu menggigit gigi memberanikan diri memberi petunjuk dengan risiko niatnya terbaca, "Contohnya nonton film, main game, atau... jalan-jalan ke mall."
"Akhir-akhir ini nggak ada film bagus kan?" Bos Tang berkata.
"Bulan depan ada 《A Nobody》." Cheng Yun berkata.
"Aku mau nonton ini! Ayo kita nonton bareng!" Ekspresi Tang Qingying tiba-tiba bersinar, seolah langsung sadar sepenuhnya.
"Oke."
Liu Da Nüshen duduk kaku di seberang, hanya bisa memandangi mereka berdua yang semakin menjauhkan topik pembicaraan, dasar kalbunya dipenuhi rasa tak berdaya yang dalam.
"Apa kalian tidak suka jalan-jalan? Katanya cewek paling suka shopping?"
"Hmm? Lumayanlah, biasa aja." Bos Tang menatap Liu Da Nüshen.
"Belanja online lebih praktis." Gadis Kecanduan Internet menyela.
"Biasa aja." Cheng Yan berkata.
Gadis kecil Yu Dian masih mematahkan roti kukusnya, setelah sekian lama masih tersisa setengah. Meski mendengar percakapan semua orang, tapi karena sejak kecil tak pernah benar-benar jalan-jalan ke mall, ia malu-malu merespons, akhirnya pura-pura tak mendengar.
Justru si loli kecil terlihat antusias, "Huu~" matanya berbinar-binar.
Liu Da Nüshen sudah pasrah, berkata: "Ayo kita jalan-jalan. Kebetulan hari ini aku tidak ada acara, pengin menghabiskan waktu."
Tang Qingying seperti tersentak: "Oh iya! Kak Liu Xi baru saja dapat uang, pasti pengin keluar belanja!"
"Pfft!"
Sang Kepala Stasiun: "Pergilah! Habiskan semua uangnya dulu, nanti bisa jual lagu lagi!"
"Pfft!"
Bos Tang: "Kalau benar-benar pengin menghabiskan waktu, aku bisa ajarkan main mahjong atau strategi perang. Strategi perang lebih baik, ikut aku latihan, sebulan pasti jago, dijamin para jenderal tua itu bukan lawanmu."
"Pfft!"
Liu Da Nüshen ingin sekali mengucapkan "Bukan! Tidak! Salah!" tapi akhirnya tak terucap. Dengan lemas ia berkata: "Jadi... kalian ikut atau tidak..."
Bertanya SATU PUTARAN, tidak ada yang mau pergi jalan-jalan.
Liu Da Nüshen putus asa: "Ini akhir pekan lho, kalian mau habiskan di rumah kita saja?"
Cheng Yan mengangguk: "Benar."
Bos Tang: "Sebentar lagi aku mau main catur dengan orang tua."
Tang Qingying dengan wajah terlalu serius: "Aku harus jaga shift akhir pekan, lagian bukannya akhir pekan memang untuk mengongkang di rumah? Jalan-jalan itu pemborosan, mending bolos sekolah untuk jalan-jalan!"
Liu Da Nüshen sangat frustasi: "Aku pergi sendiri."
Cheng Yun mengingatkan: "Berhati-hatilah, jangan sampai memicu keributan."
Liu Da Nüshen mengangguk, seolah ketebalan pipi sudah tidak bisa menghalangi kerinduannya akan jalan-jalan — hari ini dia harus keluar jalan-jalan, harus belanja, dan itu pun banyak, hingga toko-toko diskon itu bangkrut!
Setelah sarapan, beberapa gadis pergi mencuci piring, Cheng Yun kembali ke kamar, mulai mengelus si loli.
Tiba-tiba, teleponnya berdering dari nomor tak dikenal.
Cheng Yun asal mengangkatnya.
“Halo?”
Dari seberang terdengar suara yang cukup berantakan, samar-samar ada suara pria yang terdengar familiar, sangat pelan——
“Kamu nelpon siapa?”
“Sang... Sang Kepala Stasiun.” Suara anak laki-laki muda.
“Ngapain nelpon dia? Cuma bikin dia khawatir doang. Tutup dulu, nanti kalau udah ketemu Yin Dan, biar Yin Dan sendiri yang mutusin mau hubungi dia atau nggak. Ini masih siang terang, nggak mungkin ada apa-apa. Sebentar lagi juga ketemu.”
“Tapi... Kakak sulung bilang harus nelpon Sang Kepala Stasiun kalau ada masalah... Katanya Sang Kepala Stasiun itu serba bisa...”
“Kamu percaya omongan gituan?”
“Nggak percaya juga nggak bisa. Kakak bakal membuka ubun-ubunku paksa... Eh, konek!”
“Speaker-nya nyala?”
“Udah... Volumenya kurang kencang! Halo Sang Kepala Stasiun!”
“Ada apa?” Cheng Yun mulai pusing, “Aku tahu kamu siapa, langsung aja katakan.”
“Begini kejadiannya.” Pelatih langsung menggantikan burung kecil, “Ini kelalaianku. Aku menyiapkan sepeda untuk Yin Dan dua hari ini, memintanya mengelilingi hotel. Kupikir lokasinya terbatas, mustahil dia hilang, jadi tidak kuminta orang mengawasinya. Tapi hari ini entah dia lari ke mana. Tenang saja, kami akan segera menemukannya. Nanti kami hubungi Anda lagi, jangan sampai khawatir.”
“Pasti dia sendiri yang kemana-mana sampai hilang, tidak ada hubungannya denganmu.” Cheng Yun asal mengeluarkan bola kristal. Syukurlah sarapan sudah dihabiskan. Kalau sampai Mama Yu mendengar, entah kekhawatiran seperti apa yang muncul.
“Aku punya tanggung jawab untuk mengawasi anak buah!”
“Jangan terlalu menyalahkan diri. Dia sudah pekerja dewasa, lagipula dia tidak mungkin kecelakaan. Tenang saja.” Cheng Yun berpikir sejenak lalu menambahkan, “Kebetulan aku sedang di Busan, aku juga ikut mencari. Dia tidak membawa ponsel, kan?”
"Benar, tidak bawa apa-apa... Ini tak perlu merepotkanmu, kami sudah melaporkan ke polisi. Di lokasi kecil ini, mungkin cepat ketemu."
"Tak apa, saya sedang santai saja."
Suara Cheng Yun tenang. Saat itu, ia dan loli sedang menatap tajam fragmen kenangan dalam bola kristal.
Terlihat Yin Nuxia duduk sembrono di kantor polisi, santai seolah di rumah sendiri. Ia terus menoleh mengamati sekitar, seolah membandingkan perbedaan kantor polisi Korea dan Tiongkok.
Berhadapan dengannya, seorang kakak muda sedang berkomunikasi menggunakan fitur terjemahan dan text-to-speech ponsel.
"Bagaimana caramu menjinakkan mereka saat itu?"
"Cuma dua preman kecil, kujinakkan asal saja!"
"Dengan postur tubuhmu, ini mustahil!"
"Polisi luar negeri kok berlebihan sekali! Masalah kecil ditanya lama-lama. Cepat berikan angpao dan bendera, habis ini aku harus kembali bertarung di kompetisi!"
"Saya tidak paham maksudmu. Ulangi lagi."
“……”
Cheng Yun ragu sejenak, akhirnya memeluk loli kecil dan menuju sudut di sekitar kantor polisi Busan.
Saat ia berbicara bahasa Korea lancar, dibantu kemampuan kebingungan loli kecil memasuki ruang interogasi, Yin Nuxia dan polisi muda itu telah beralih ke topik baru.
"Coba sebutkan tinggi badanmu?"
"Bum!!" Yin Nuxia menepuk desktop dengan tangan, "Urusan apaan lo!"
“？？”
Polisi muda itu makin bengong, seolah belum pernah melihat orang asing pemberani yang berani menepuk mejanya di dalam kantor polisi!
Cheng Yun tak tahan lagi mengetuk pintu, lalu menggelengkan kepala: "Kamu benar-benar tak pernah lupa membela keadilan di mana pun!"
