Cheng Yun mengamati sekilas ruang tamu, lalu memandangi wajah Kakek Ji yang tampak bingung, bertanya sambil lalu: "Bagaimana, ada perbedaan dengan duniamu?"
"Sepertinya tidak ada bedanya." gumam Kakek Ji pelan.
Setelah ucapannya, Cheng Yun baru menyadari bahwa sang kakek masih menggunakan bahasa dari dunianya yang terdengar seperti nyanyian. Ia buru-buru mengeluarkan bola kristal, berkata pada Kakek Ji: "Tenang, jangan tegang, aku akan membuatmu cepat menguasai bahasa dasar dunia kita."
Kakek Ji hanya diam-diam mengamatinya.
Kilatan cahaya memancar dari bola kristal, sang kakek langsung menutup mata rapat-rapat dan menggigit giginya. Beberapa saat kemudian baru kembali normal.
"Bagaimana?" tanya Cheng Yun.
“Agak... Hss! Ajaib!” Kakek Ji membelalakkan matanya, “Hidup sampai usia setua ini... Untung aku tidak menghabiskan masa pensiun di sana! Sungguh luar biasa!”
“Berapa usia Tuan tahun ini?”
“Delapan puluh tujuh.”
“Rata-rata usia di dunia kalian?”
“Kurang dari delapan puluh... Aku termasuk yang berumur panjang.”
“Oh...” Secara perhitungan, usia ini setara dengan 75-76 tahun di Tiongkok, tetap tergolong usia lanjut.
“Tempat seperti apa yang biasa Tuan sukai untuk bersepeda?” Cheng Yun bertanya lagi.
“Orang tua tidak suka keramaian. Cuma ingin melihat pemandangan yang belum pernah dilihat sebelumnya, merasakan kehidupan yang tak sempat dialami selama puluhan tahun ini.” Suara Kakek Ji melemah, “Sebagai pelipur penyesalan. Puluhan tahun cuma kerja, mimpi muda tak satu pun terwujud!”
“Oh... Silakan Tuan duduk sebentar. Cheng Yan, tolong ambilkan secangkir air untuk menenangkan diri.”
“……” Cheng Yan tetap tak beremosi.
Cheng Yun juga tidak mengurusinya, langsung masuk ke kamar tidur. Ia tahu begitu dirinya pergi, Cheng Yan akan melakukannya.
Setelah beberapa saat, Cheng Yun keluar sambil membawa selembar kartu bank. Ia berjalan sambil menghela napas, terlihat seperti telah bekerja keras mencarinya——
Ini adalah kartu bank kustom. Bagian utama kartu bank ini didominasi warna hitam, dengan garis-garis putih di pusat yang membentuk sebuah pohon.
Cheng Yan menatap kartu bank ini, bagaimana bisa ada perasaan tak tergambarkan yang terasa familiar?
Cheng Yun mengambil kartu itu, duduk di kursi, meletakkan kartu di atas kaca meja kopi lalu mendorongnya ke arah Kakek Ji yang duduk agak kikuk di sofa sambil berkata: "Kakek rileks saja, anggap saja seperti di rumah sendiri."
"Oh oh... Ini......"
"Ini kartu bank, kartu tabungan, untuk menyimpan uang." Cheng Yun tersenyum tipis. "Kalau tidak salah ingat, saldo di kartu ini sekitar satu juta. Jumlah pastinya aku lupa. Karena Anda sudah menyerahkan kunci kepada saya, saya akan meminjamkan sebagian uang di muka. Anda bisa pakai dulu, kalau kurang tinggal bilang. Besok saya akan mengajari Anda cara mengambil uang dari ATM, sekalian saya ganti passwordnya dengan yang mudah Anda ingat."
"Ini... bukan atas nama asli?"
"Atas nama resmi, tapi tenang saja. Meskipun bukan atas nama Anda, tetap bisa dipakai seperti biasa. Asal dari pihak kami tidak... Pokoknya Anda percaya saya saja."
"Oh, ini kartu kamu? Tentu saja aku percaya." Kakek Ji buru-buru mengangguk.
"Bukan, kartu ini sebenarnya milik Cheng Yan." Cheng Yun merasa agak tidak enak tanpa alasan yang jelas.
"？？？" Cheng Yan dipenuhi tanda tanya di kepalanya.
Dasar! Pantas saja kartu ini terasa sangat familiar!
Faktanya dia hanya pernah melihat kartu ini sekali, yaitu saat proses pembukaan rekening. Waktu itu Cheng Yun mengajaknya bersama-sama ke bank. Di depan matanya, Cheng Yun mentransfer sejuta yuan ke dalam kartu sambil berjanji akan menjagakan untuknya sampai dia dewasa. Sejak saat itu Cheng Yan tidak pernah melihat kartu itu lagi, dan juga tidak pernah menanyakannya. Ketika sudah mencapai usia dewasa, baik Cheng Yan maupun Cheng Yun secara diam-diam sepakat untuk tidak membahas masalah ini.
Jadi ini operasi macam apa??
Nggak boleh beli, tapi ujung-ujungnya pakai duit gue juga?
Itu juga persis sama dengan harga yang gue tawarin??
Cheng Yan dan Cheng Yun sama-sama paham. Mengingat Tuan Tua Ji sudah menyerahkan kunci ini, di usianya yang sudah senja, sebagian besar pengeluaran bersepeda sebenarnya ada di pembelian kendaraan. Apalagi Tuan Tua Ji yang suka menikmati pemandangan ini, kalau sudah sampai ke daerah barat laut, uang sebanyak apapun mungkin akan sulit dihabiskan. Satu juta yuan ini pasti cukup untuk dipakainya bertahun-tahun.
Bahkan kalau mau kurang sopan, kemungkinan besar Tuan Tua Ji sampai di garis finish pun belum tentu bisa menghabiskan satu juta yuan ini.
Menghabiskan 10.000 per bulan, sejuta akan habis dalam delapan tahun lebih. Faktanya, bersepeda murni sebulan tidak mungkin menghabiskan uang sebanyak ini.
Dan permintaan Kakek Ji hanya sebatas ini.
Kunci ini jika Cheng Yun mau menjualnya, meski bisa dijual dengan harga selangit yang sulit dibayangkan dunia, bernilai setara negara pun tak berlebihan. Bahkan beberapa orang tajir ternama di dunia pun tak sepadan nilainya. Banyak negara yang mau memicu perang demi ini.
Tapi saat berhasil dijual mahal, mungkin Kakek Ji sudah tiada. Lalu apa artinya uang sebanyak itu bagi Cheng Yun?
Jadi, sekitar sejuta ini, tanpa kejutan, kurang lebih adalah harga pembelian eksklusif kunci tersebut.
……Cheng Yan semakin dipenuhi amarah, semakin meluap kemarahan!
Dia juga sangat menginginkan kunci ini. Barang seperti ini, siapakah di bawah langit yang tak mau memilikinya?
Tunggu dulu!
Cheng Yan memalingkan wajah dengan tertegun menatap Cheng Yun: "Saldo kartu tinggal sejuta?"
Cheng Yun dengan tenang: "Uang selebihnya sudah saya investasikan, satu juta ini disimpan untuk jaga-jaga kalau ada kebutuhan mendadak. Tenang, hasil investasinya tetap jadi milikmu."
"Oh."
Cheng Yan baru mengangguk, kemudian dia membuka mulat ingin melanjutkan pembicaraan, tapi karena emosi kepalanya jadi pusing. Seolah berbagai pikiran ingin membanjir keluar, namun karena terlalu banyak akhirnya saling berdesakan di 'pintu', alhasil dia hanya bisa terdiam seolah ingin berbicara tapi mengurungkan diri.
Tiba-tiba, Kakek Ji sudah menerima kartu tersebut sambil berkata ramah: "Terima kasih."
"Berlaku kasar."
"Saya mau masak, mau makan bersama?"
"Ini… agak malu-malu."
"Tidak apa-apa, sudah diputuskan begitu." Cheng Yun berencana memasak dua hidangan yang cocok untuk lansia, lembut dan ringan, tidak terlalu berminyak atau pedas.
"Kalau begitu… maaf ganggu ya."
"Tidak apa-apa. Setidaknya kau perlu tinggal di hotel selama seminggu. Dalam seminggu ini, aku atau orang lain dari hotel akan membantumu memahami dunia ini. Aku juga akan mengurus dokumen terkait untukmu. Ketika semuanya sudah siap, barulah kau bisa melanjutkan perjalanan." Kata Cheng Yun.
"Maaf merepotkanmu, anak muda." Kata Kakek Ji.
"Jangan terlalu sungkan."
Cheng Yun sudah sampai di dapur kecil. Ketika menoleh, ia melihat Cheng Yan menatapnya dengan ekspresi datar. Ia lalu menggerakkan jarinya: "Kemari bantu aku."
Cheng Yan tertegun.
Lihatlah, orang ini masih berani menyuruhnya membantu?
Cheng Yan berjalan mendekatinya, dan mendengar gumamannya yang seolah tak terjadi apa-apa: "Hari ini masak yang ringan..."
Loli kecil di sampingnya seolah matanya berbinar.
……
Saat makan siang, Cheng Yun membawa Kakek Ji menghadap semua orang dan berkata, "Izinkan saya memperkenalkan, Kakek ini bermarga Ji, dipanggil Ji Xu, berasal dari ibukota Yanjing. Beliau sudah berusia delapan puluh tahun lebih, tapi masih berkeliling dunia sendirian dengan mengendarai sepeda motor. Hebat, kan?"
Tang Qingying tersenyum manis: "Kami sudah tahu, Yan-yan sudah menjelaskan sekali sebelumnya."
Cheng Yun penasaran bertanya: "Apa yang dia katakan?"
Ekspresi Tang Qingying terlihat bingung, seolah bertanya 'Apa kalian berdua tidak menyiapkan dialog sebelumnya?', namun tetap kooperatif menjawab: "Kakek Ji berencana istirahat beberapa hari di sini. Para lansia biasanya kesulitan mencari tempat makan yang layak di perjalanan, jadi kami akan merawat beliau selama beberapa hari ini."
Kakek Ji di belakang Cheng Yun terus-menerus mengucapkan terima kasih, terlihat sangat ramah.
Sementara itu, Cheng Yun menatap Cheng Yan yang sudah lebih dulu naik ke atas.
Cheng Yan menunduk pura-pura minum air, terlihat meski tidak terlalu senang, dia sudah membantu menyelesaikan semua persiapan awal untuk Cheng Yun.
"Bagus kalau begitu, saya tidak perlu banyak bicara lagi." Cheng Yun berbalik memandang Kakek Ji, "Anda ikut saya, duduk di sebelah saya. Saya tidak tahu apakah masakan kami sesuai dengan selera Bapak."
"Bisa, bisa..."
"Kakek Ji, saya ambilkan nasi untuk Anda." Gadis kecil Yu Dian tetap yang paling paham situasi, langsung membungkuk mengambil mangkuk Kakek Ji.
"Hm~" Cheng Yan menyodorkan sendok dengan ekspresi datar.
"......" Cheng Yun juga pura-pura tak beremosi menerimanya, tapi kepura-puraannya kurang meyakinkan, membuat Bos Tang di seberang tertawa melihat adegan ini.
"Kami cukup banyak orang, semoga Bapak tidak terganggu keramaian." Tang Qingying melirik Cheng Yan dan Cheng Yun sambil mengalihkan perhatian semua orang.
"Ramai itu bagus, semakin ramai semakin baik. Orang tua seperti saya justru suka keramaian." Kakek Ji tersenyum tipis sambil menerima mangkuk dari Yu Dian dan sendok dari Cheng Yun, "Terima kasih banyak, terima kasih banyak."
“Mengapa Anda pergi traveling sendirian? Bahaya sekali!” Gadis kecil Yu Dian selalu tak kuasa merasa iba melihat lansia yang bepergian solo, tanpa sadar jadi lebih banyak bicara.
“Terkadang ada teman seperjalanan. Banyak anak muda yang mau menemani di jalan, mereka lebih cepat mengayuh tapi tetap menungguku. Mereka semua ingin membantu kakek tua ini.” Kakek Ji tersenyum hingga matanya menyipit, siapa yang tak pernah muda dulu? “Tapi setelah beberapa segmen jalan, pada akhirnya pasti berpisah.”
“Oh……” Yu Dian terlihat bingung, tentang 'kejauhan' seperti ini, bahkan kerinduannya saja jarang muncul.
“Makan, makan.” Cheng Yun buru-buru menyela.
Sekitar satu jam kemudian, acara makan selesai. Meja dibereskan hingga bersih. Cheng Yun mengantar Kakek Ji kembali ke kamarnya untuk istirahat, sementara ia sendiri naik ke atap gedung, duduk di kursi santai sambil berjemur dengan puas.
Tiba-tiba, aroma harum yang ringan dan manis menyebar. Cheng Yun membuka matanya, melihat siluet gadis yang luar biasa duduk di sampingnya.
"Kakak ipar, kenapa kamu bikin Yan-yan tidak senang lagi?"
"Oh, hari ini Yang Tua itu datang bawa kunci ruang-waktu. Dia bermaksud menjualnya. Cheng Yan ingin membeli, tapi aku tidak mengizinkannya." Cheng Yun berkata dengan mudah.
"Kunci ruang-waktu? Itu bisa dijual?"
"Iya, sepertinya Yang Tua itu sudah pahami." Cheng Yun menghela napas tak tertahan.
"Yan-yar nawar berapa? Aku akan bayar lima puluh lebih darinya!"
"......Buat apa kamu beli?"
"Hehe, tenang saja. Aku tidak akan meninggalkanmu." Teman sekelas Yao Yao menunjukkan senyum mempesona.
"Kalau tidak dipakai, ngapain dibeli?"
"Siapa bilang beli harus dipakai? Untuk koleksi juga boleh! Ini harta karun langka! Siapa yang tidak tergila-gila?"
"Oh, dia nawar satu juta."
"......Maaf ganggu ya."
Ekspresi Siswa Tang Yao Yao langsung murung, suara hiks hiks hiks berubah jadi tangisan manja, akhirnya berkata, "Tak disangka Yan-yan ternyata tajir banget..."
Ia merasa seluruh hotel ini dialah yang termiskin, diperkirakan lebih melarat daripada Kak Yu Dian...
Tunggu, kalau dibandingkan Guru Liu, posisinya masih lebih baik.
Setelah menghela napas panjang, Tang Qingying kembali bertanya, "Terus akhirnya kau beli kuncinya?"
"Nggak juga... tapi bisa dibilang iya."
"Habisin berapa?"
"Satu juta."
"......" Ekspresi Tang Qingyang tiba-tiba berubah aneh. Sebagai satu-satunya teman dekat Cheng Yan, ia seolah sudah bisa membayangkan raut wajah Cheng Yan saat itu. Setelah membeku sejenak, ia merengek, "Kakak ipar, tolong merawat aku!"
"Oh, aku juga pakai uang Cheng Yan. Kalau nggak, satu juta cash mana mungkin langsung kukeluarin."
"Hah!!" Ekspresi Tang Qingying semakin tidak karuan.
"Ada apa? Kok aku merasa kau sedang menyuruhku berharap beruntung sendiri?" Cheng Yun menatap Tang Qingying.
“Hmph, tidak ada. Kunci, perlihatkan padaku.”
“Nih.”
Cheng Yun asal mengeluarkan kuncinya.
Tang Qingying menerimanya, tekstur karat yang kasar terasa di genggamannya: "Inikah kunci ruang-waktu? Alat ruang-waktu semuanya biasa-biasa saja seperti ini?"
Tiba-tiba, sebuah siluet manusia mendekati arena atap.
"Ya! Sang Kepala Stasiun, Yao Yao Sang Maestro, kalian sedang membicarakan apa? Kunci apa..." Di tengah langkahnya, melihat kunci yang dipegang Tang Qingying bagai harta karun sambil menerawangi cahaya keemasan matahari, langkahnya membeku. Ekspresinya kaku seketika, khawatir telah nekat menyelidiki situasi terlarang. Namun dalam sekejap ia sudah bereaksi, terus berjalan mendekati Cheng Yun dan Tang Qingying dengan raut wajak tetap tenang, mempertahankan aura rasa ingin tahu palsu.
"Apa ini ya?"
Bruak!
Tang Qingying melakukan gerakan bawah sadar ingin menyimpan kunci itu, namun segera menyadari dan tetap memegang kunci sambil berpura-pura tenang.
Namun aksi ini berhasil ditangkap oleh Zhu Jiayan.
Apa yang bisa ia lakukan? Terpaksa terus berakting!
