"Sruuk!"
Keran air menyemburkan pilar putih. Cheng Yan menggendong loli ke pinggir wastafel, menarik napas panjang, lalu dengan lembut membungkuk untuk mencuci tangan si kecil.
Dalam proses ini, dia bisa meremas-remas kaki mungil loli seperti Cheng Yun!
"Ayo, sayangku……"
Cheng Yan belum selesai bicara, tiba-tiba loli memberontak dan melepaskan diri dari genggamannya. Kedua tangan mungilnya dijulurkan ke depan wastafel lalu digoyangkan perlahan. Semua tanah yang menempel seolah kehilangan daya lekat, berjatuhan ke dalam bak cuci dan larut oleh aliran air yang membentuk lingkaran lumpur.
"Huu?"
Loli kecil itu malah menoleh sambil melontarkan tatapan bertanya ke arahnya, lalu dengan lincah melompat turun dari tungku dan berjalan anggun menuju ruang tamu.
Menyisakan Cheng Yan yang terpaku di tempat...
Suara Bos Tang baru membuyarkan lamunannya: "Ini Leng Chi Tu (Dingin Dimakan Kelinci) bikinan kakakmu, mau cicip sekarang?"
Cheng Yan memalingkan wajah. Di hadapannya, Bos Tang mengenakan celemek motif bunga remuk putih yang belum pernah ia lihat. Rambut panjangnya diikat longgar dengan karet rambut, beberapa helai terlepas membingkai leher putih salju. Dengan santun ia membawa ember besar Leng Chi Tu, sumpit masih terjepit di jemari – aura keibuan sempurna terpancar darinya.
Cheng Yan tak sengaja memandang Bos Tang lebih lama dari biasanya.
Mungkin karena kecantikan Bos Tang yang luar biasa, atau aura alaminya yang cocok dengan gaya seorang koki, barulah kali ini Cheng Yan menyadari bahwa celemek seperti itu ternyata terlihat sangat menawan saat dikenakan seseorang!
Dia juga tidak tahu bagaimana Bos Tang bisa menemukan celemek asing di rumah mereka, mungkin dibawanya sendiri dari luar.
"Hmm? Ada masalah apa?" Suara Bos Tang terdengar penuh keraguan.
"Oh tidak!" Cheng Yan buru-buru tersadar, menerima Leng Chi Tu dan sumpit dari tangannya, "Terima kasih..."
"Sama-sama." Tang Qingyan tersenyum lembut, kontras dengan adiknya Tang Qingying yang lincah, matanya berkedip penuh rasa ingin tahu, "Ngomong-ngomong, ada apa di lantai atas tadi?"
"Ada yang mengincar bunga Cheng Yun, mau minta beberapa batang." Cheng Yan menyantap sepotong Leng Chi Tu yang masih panas, pedasnya bikin ketagihan.
“Apakah bunga-bunga itu bernilai tinggi?” Bos Tang merendahkan suaranya, seolah takut didengar orang lain, terlihat agak lucu.
“Bagaimana menjelaskannya…” Cheng Yan berpikir sejenak, “Bilang tak berharga juga salah, bilang bernilai tinggi juga tidak tepat. Bunga-bunga itu memang cantik, tapi sebelumnya juga ada tamu yang meminta. Biasanya selama tamu benar-benar pecinta bunga dan bisa merawatnya, kecuali beberapa jenis yang sulit dipelihara, kami akan berikan satu dua batang. Lagipula tak lama kemudian mereka akan tumbuh lagi. Tapi orang-orang ini mungkin meminta lebih banyak, mereka ingin setiap jenis ya?”
“Aku dengar bunga-bunga ini tidak tercatat dalam catatan mana pun.” Inilah yang paling membuat Bos Tang penasaran, “Dengan begitu banyak jenis, dari mana kakakmu menemukannya?”
“Dihadiahi orang…” Cheng Yan menghentikan ucapannya di tengah jalan, lalu menggelengkan kepala, “Tanya saja langsung padanya.”
“Masih termasuk rahasia tertentu?!” Bos Tang mengolok-olok.
“Iya, rahasia besar.” Cheng Yan ingin mengembangkan situasi, “Tergantung apakah dia mau memberitahumu atau tidak.”
“Rahasia mimi…” Bos Tang seolah teringat sesuatu yang menarik.
Cheng Yan langsung merasa geli di selangkangan.
Tak berapa lama kemudian, Cheng Yun sudah turun.
Bos Tang sedang membakar minyak untuk mempersiapkan lauk pauk, mengenakan celemek, memegang sendok sayur dengan rias wajah segar dan gaya berdandan rapi, terlihat cukup profesional.
Ia melirik Cheng Yun dan bertanya sambil lalu: "Sudah selesai?"
Cheng Yun mengangguk, lalu menoleh dan melihat Cheng Yan serta si loli duduk berdampingan di sofa sedang menonton "Tom and Jerry Versi Bahasa Yizhou", suara "Feng Cheche" dan "Jia Laolian" yang familiar bergelombang tak henti. Ia menjawab: "Mana perlu waktu lama!"
Menurutnya para ahli botani itu cukup mudah diajak bernegosiasi, hanya saja dari sekumpulan besar orang tersebut ada satu dua yang kurang lihai dalam berkomunikasi - mungkin kata "kurang lihai" agak berlebihan, tapi dibandingkan dengan para pengusaha atau pebisnis, cara bicara mereka memang terkesan lebih blak-blakan. Namun Cheng Yun sama sekali tidak keberatan dengan gaya komunikasi seperti ini. Profesor An dan Profesor Cheng karena selama ini mengajar di sekolah, juga memiliki kesan samar-samar seperti itu.
Tidak ahli dalam hal sungkan yang palsu, pekerjaan sehari-hari juga tidak memerlukan formalitas semu, sebenarnya ini lumayan baik.
Di akhir mereka mencengkeram tangan Cheng Yun sambil terus-menerus berterima kasih, bahkan mengatakan akan melaporkan nama Cheng Yun ke atas, sementara Cheng Yun mengaktifkan nama Tua Master Hukum agar dicatat dalam catatan mereka.
Jika suatu hari bunga-bunga ini bisa mekar memenuhi lereng gunung, itu juga akan menjadi buti bahwa Tua Master Hukum pernah datang ke sini.
Yang mengejutkan Bos Cheng, Bos Tang tidak bertanya lebih lanjut, hanya menyenggolnya dengan siku sambil menyodorkan sendok, lalu berdiri di samping membantu di dapur hingga masakan selesai.
Cheng Yun tidak hanya membuat Leng Chi Tu (Dingin Dimakan Kelinci), tapi juga membuat dendeng sapi kering untuk si loli, setelah dicicipi rasanya lumayanlah.
Baru pada malam hari, setelah keduanya lari pagi dan pulang dari Universitas Yizhou, Bos Tang akhirnya membuka mulut.
"Dasar... kau merahasiakan rahasia besar dariku."
“？？？”
Bos Cheng hampir tidak menyadari siapa "dasar" yang dimaksud, setelah sadar dia terpaku: "Dia bilang begitu ke kamu?"
“Ini pemahamanku.” Bos Tang mengatupkan bibir.
“Hmp…… Pantas saja! Kau sudah menahan seharian, jurus pamungkas ini sudah kau siapkan untuk menjebakku ya!”
“Pemain support, timing melepas jurus pamungkas sangat krusial.” Bos Tang berkata datar, mengangkat kepala melihat sekeliling. Lampu jalan redup, bayangan pohon bergoyang lembut, murid yang berjalan di jalan tidak banyak. Ini saat yang tepat untuk berdiskusi intim.
“……Perak.”
“Platinum, terima kasih!”
“Naik dengan memeluk pahaku.”
“Sekarang aku Ranked I.”
“Naik dengan memeluk paha sang Srikandi.”
“……Jangan banyak omong kosong!” Bos Tang kesal, “Rahasia besar apa ini, mau bicara atau tidak!?”
“Hmm…… Nanti kau akan tahu.”
“……Kalimat itu lagi!!” Langsung Bos Tang semakin marah, orang ini otak bermasalah ya, “Kau mau menunggu sampai kapan! Sebenarnya apa yang kau takuti!?”
“Takut menakuti dirimu.”
“？？”
“Takut kau tak bisa menerima.” Cheng Yun mengganti istilah.
“Apa yang tidak bisa diterima?” Bos Tang dipenuhi tanda tanya di kepala, lalu dia menghentikan langkahnya, membiarkan Cheng Yun berjalan ke depan sambil matanya mengamati Cheng Yun dari ujung kepala hingga kaki.
Tentu saja Cheng Yun tidak pergi jauh, setelah melangkah dua langkah dia pun berhenti.
Tiba-tiba dia merasakan...pandangan Bos Tang menyusur ke bawah, akhirnya tertahan di posisi yang sangat tidak harmonis, dengan ekspresi berpikir di wajahnya.
Seketika garis-garis hitam memenuhi dahi Cheng Yun.
Tepat seperti dugaan, setelah lama ragu-ragu, Bos Tang akhirnya membuka mulut: "Jangan-jangan, kamu...mengalami...kecelakaan...tertentu?"
Cheng Yun tertegun, saat itu juga tak tahu harus menjawab bagaimana.
Mengakui bukan! Menyangkal pun bukan!
Melihat rautnya yang seperti ini, Bos Tang menarik sudut bibirnya: "Jangan-jangan tebakanku benar?"
"...Memang ada sedikit masalah, tapi..."
"Tidak apa-apa!" Bos Tang langsung memotongnya, "Selama alasannya bisa kuterima, bukan karena kamu bertindak sembarangan di luar, aku tidak keberatan. Kamu tahu itu."
“……Lagian kamu kan ikan mati.” Cheng Yun bergumam dalam hati, namun raut wajaknya sudah sangat buruk, rasanya jika tidak segera menjelaskan akan kehabisan waktu.
“Bukan ini! Kamu beracun ya! Apa kamu sangat berharap bagian itu bermasalah!?”
“Lalu apa? Jangan bilang kamu kena HIV/AIDS!”
“……Di kepalamu sudah membayangkan satu episode serial TV ya? Tolong dijelaskan.” Cheng Yun menggeleng-gelengkan kepala dengan geli di selangkangan.
“Hampir.” Bos Tang mengakui dengan polos, sudah sampai di sini pembicaraan, ia tak mau lagi bermain malu-malu, “Kalau tidak, ku benar-benar tak paham. Ku setiap hari main mata denganmu, masak bareng, lari pagi bersama, beliin camilan hewan peliharaanmu, peduli kondisi belajar adikmu... Bahkan nenek-nenek yang main mahjong dan kakek-kakek yang main catur denganku sudah tahu kalau aku pacaran dengan pemilik hotel seberang, tapi kamu masih ngekor di sini!”
“Kamu peduli kondisi belajar Cheng Yan? Kapan? Apa dia belum membalikkan mata putihnya ke kamu?”
“Nggak……” Bos Tang menjawab secara bawah sadar, lalu bersuara berat, “Cheng Yun!!”
“Ini urusan di bidang lain, lagipula bukan yang berantakan macam itu, tapi manusia biasa juga pasti sulit menerima.” Cheng Yun menghela napas panjang.
“Apa?” Bos Tang berpikir sejenak, “Apa kamu mau menjalani masa bakti untuk Paman dan Tante?”
“……”
Lihatlah, inilah alasan mengapa logika berpikir Tang Qingying begitu keren dan sudut pandangnya dalam mengkaji masalah begitu unik, tapi Cheng Yun jarang terkejut. Tapi kalau faktor keturunan juga berperan di sini, Cheng Yun ingat jelas ayah mereka dulu orang yang lumayan jujur dan konservatif.
Tanpa perlu Cheng Yun menjawab, melihat ekspresinya, Tang Qingyan langsung patuh mengucap “Oh”, lalu bertanya lagi, “Yao Yao tahu nggak?”
“……Tahu.”
“？？？”
“Ayo, aku kasih tahu, jangan kaget.” Cheng Yun menghela napas, berbalik lalu terus berjalan maju.
Bos Tang juga menundukkan kepala dan mengikuti.
……
Sampai di persimpangan, hotel di depan sudah terlihat. Toko roti Bos Tang sudah tutup. Dia harus belok kiri dari sini menuju rumah. Kebetulan saat itu, kisah Cheng Yun juga sudah selesai diceritakan.
Bos Tang berhenti, berdiri lama di bawah lampu jalan sebelum akhirnya menatap Cheng Yun.
Bibirnya terkecut seolah ingin berbicara tapi mengurungkan diri.
Setelah lama, dia mengangguk dengan ekspresi antara geli di selangkangan dan lega: "Bisa saja, levelmu semakin tinggi. Di Qidian, karyamu layak jadi buku masterpiece."
Cheng Yun: "……"
Cheng Yun langsung menggenggam tangannya menuju arah hotel: "Ikut aku!"
Bos Tang tetap diam di tempat, wajahnya keras kepala: "Aku nggak mau!"
"Aku akan buktikan padamu."
"Nggak mau!"
"Jangan mengacau, ikut saja nanti kamu ngerti."
"Pokoknya nggak! Nggak mau!" Bos Tang menambahkan setelah berkata, "Ini membuatku seperti orang bodoh..."
"Kalau nggak ikut jangan menyesal nanti."
"Kau sedang menghina IQ dan latar belakang pendidikanku..." Ekspresi Bos Tang memancarkan kemarahan dengan nuansa kaku. Jelas, penghinaan seperti ini dari Cheng Yun bukan pertama kalinya, mencakup namun tidak terbatas pada: menunjuk douhua dan menyebutnya kue dingin, menunjuk mi ayam pedas dan mengklaim rasanya tomat, dan lain-lain.
"Intinya, mau ikut atau tidak..."
Sepuluh menit kemudian.
Cheng Yun mencengkeram tangan Bos Tang memasuki area resepsionis. Liu Da Nüshen yang sedang asyik berbelanja di Taobao secara tak sengaja mengangkat pandangannya, seluruh tubuhnya langsung membeku.
Kemudian, Liu Da Nüshen memutar kepalanya secara mekanis. Sorot matanya terus mengunci gerakan mereka, menyaksikan langsung bagaimana mereka melintasi resepsionis tanpa jeda, bahkan tak menyapa sama sekali sebelum naik ke lantai atas... Saat siluet mereka menghilang, barulah dia menarik kembali pandangannya dengan ekspresi datar.
Seketika, kilatan sinar tajam muncul di sorot mata Liu Da Nüshen!
Dengan kecepatan yang sangat tinggi, dia mengeluarkan ponselnya, menemukan grup WeChat hotel, bersiap untuk mulai mengetik. Namun setelah beberapa saat ragu, dia membatalkannya dan malah memilih sembarang kontak dalam daftar percakapan.
Adalah antarmuka chat dengan gadis kecil Yu Dian.
Liu Da Nüshen mengetik dengan cepat, wajah dipenuhi gosip, namun setelah selesai mengetik dan hendak mengirim, ia tiba-tiba berhenti.
Merenung lama-lama, lalu diam-diam menghapus.
Takut dihabisi semua saksi.
"Ah..."
Liu Da Nüshen mendesah panjang samar-samar, perasaan sulit ditahan ini karena tahu gosip tapi tak bisa diungkapkan, siapa yang bisa paham!
