Balkon atap gedung.
Angin malam yang lembut perlahan mengibarkan rambut panjang Bos Tang, ia mengikuti Cheng Yun ke pusat balkon, menatap punggungnya, lalu ragu-ragu bertanya: "Bunga-bunga ini semuanya kamu pindahkan dari dunia paralel ya?"
"Cerdas! Eh..."
Cheng Yun memalingkan wajah, melihat ekspresi Bos Tang, tak tahu harus berkata apa: "Ayo sini..."
Tangan Bos Tang ditariknya, tanpa sadar fokusnya beralih: "Tangan saya bisa sembarangan dipegang siapa saja?"
Cheng Yun tertegun menatapnya, sudah sepanjang jalan ini digandeng!
Maka dengan ketegasan ia memilih tak menghiraukan cewek ini, terus menariknya menuju kolam ikan.
Bos Tang pun menggelengkan kepala dengan pasrah sambil menghela napas dalam hati.
Sebenarnya permintaannya sudah ditolak, tapi dia nggak mau dengerin, ya udah nggak bisa nolak.
Cheng Yun berjalan ke tepi kolam ikan, menghadap bunga paling unik di atap gedung itu: "Coba tebak ini apa?"
Bos Tang berdiri rapat di belakangnya, bayangannya yang diterangi lampu persis menyelimuti dirinya. Terpaksa ia berjinjit, sepasang matanya mengintip dari atas bahu pria itu—tumbuhan itu tak bisa dibilang cantik di antara lautan bunga di atap gedung, tapi bentuknya sangat unik. Agak mirip bunga matahari berkepala dua dari Plants vs. Zombies!, meski ada sedikit perbedaan. Dalam realita lebih terlihat seperti ornamen dekorasi buatan manusia, dua bunga empat daun dengan pertumbuhan yang sangat teratur. Namun inilah satu-satunya tanaman yang ditanam dalam pot bunga, tanah dalam pot pun terlihat gembur, seolah baru saja ditanam, dengan sisa tanah masih berserakan di sekitarnya.
Bersamaan dengan itu, tumbuhan itu memancarkan aroma arak pekat—aroma khas yang sudah sangat familiar bagi para penghuni penginapan.
Bos Tang merenung sebentar, lalu berkata: "Kutebak bunga ini sudah jadi makhluk legenda, ya?"
Cheng Yun: "……"
Bos Tang menopang bahunya dari belakang, menjulurkan kepala untuk mengamati profil wajahnya, sambil berpikir: "Tidak benar? Enmm... biar kurenungkan... pasti bunga ini juga kau pindahkan dari dunia lain, sekaligus memiliki keunikan tertentu, benar?"
Cheng Yun: "......"
Cewek ini sungguh menjengkelkan!
Bos Cheng yang kesal langsung melangkah maju, meremas daun Dahua dengan lembut: "Kalian berdua, keluarlah menjemput tamu!"
Bos Tang membeku di tempat.
Whoosh~~
Angin malam kembali menerpa, membawa aroma harum dari tubuh Bos Tang di belakang Cheng Yun, sementara tanaman di sekitarnya bergetar hebat.
Beberapa ngengat menari-nari mengitari lampu redup di tiang bambu.
Namun, atap gedung tetap sunyi senyap.
"Apa kau sampai segitiga terlarut dalam peran?" Suara Bos Tang terdengar mendadak menusuk.
"......" Beberapa garis hitam membayang di wajah Cheng Yun.
Hingga ia mencolek masing-masing pusat bunga Dahua dan Erhua, kedua bunga ini baru akhirnya menampakkan lima organ indera mereka secara berturut-turut.
Erhua pertama membuka mata, melirik Cheng Yun sejenak, lalu menundukkan ranting bunganya, mengangkat sehelai daun untuk mengusap wajahnya yang kecil, berkata dengan masih berkunang-kunang: "Ada apa ini? Tengah malam begini!"
"Aduh!"
Bos Tang langsung membelalakkan mata, buru-buru menggeser bahu Cheng Yun, menatap lurus ke depan.
Kemudian Dahua juga membuka mata, ia terlihat lebih sadar, melirik Cheng Yun lalu Bos Tang di belakangnya, diam-diam menghafal bau manusia ini: "Manusia licik, ada urusan apa kau cari kami larut malam begini?"
Usai bicara, ia membeku sejenak, lalu menghela napas, wajah kecilnya tiba-tiba menampakkan ekspresi pasrah: "Bawalah kemari."
Erhua juga menghela napas samar: "Ah..."
“Tunggu! Bukan seperti yang kalian pikir!” Cheng Yun buru-buru mencegah dua bunga yang seolah akan segera keluar dari pot bunga, “Gue cuma mau perkenalkan seseorang ke kalian.”
“Dia ini?” Dahua memiringkan kepala menatap Bos Tang.
“Siapa?” Suara Erhua terdengar tak terlalu pintar.
“Ya, dia.” Cheng Yun menunjuk Bos Tang di belakangnya yang sudah membatu sepenuhnya, “Kalian pasti sudah sering lihat dia.”
“Dia pasangan hidupmu?” Dahua mengedipkan mata.
“Bukannya Cheng Yan itu?” Erhua berkomentar.
“Cheng Yan itu adik gue!!” Cheng Yun dipenuhi garis hitam di kepala, hal ini sudah dijelaskannya berkali-kali.
“Tahu dong!” Erhua berkata.
“Erhua juga adik gue, lagian kita sudah siap berbuah.” Dahua menyambung.
“Berbuah berbuah... Eh salah, gue kan adik laki-laki!” Erhua membetulkan.
“Kau bunga betina, bodoh!”
“Gue bunga jantan, kau yang betina.”
“Omong kosong! Gue yang bunga jantan!”
“Aku ini...”
“Diam!” Cheng Yun berteriak.
Ia mulai kehilangan kata-kata, memalingkan wajah ke Bos Tang dan menjelaskan: “Dua bocah ini otaknya memang agak ngaco, kau harus lebih memahami.”
Bos Tang menatap kosong ke depan sambil mengangguk, namun pikirannya masih blank.
Suara Cheng Yun bergema di telinganya: “Kan? Apa kubilang semuanya benar? Hanya kau yang masih waras di sini.”
Bos Tang tetap mengangguk seperti robot.
Tiba-tiba Dahua berseru: “Manusia kotor! Kalau tak ada urusan lain, jangan ganggu kami. Kami harus melepaskan karbon dioksida!”
Erhua mengangkat daunnya ikut berteriak: “Dua harus panas! Dua harus panas!”
“Bodohnya ini!” Dahua menampar bunganya.
“Oh…” Erhua memeluk bagian bawah bunganya sambil merenung, lalu berteriak lagi: “Manusia kotor! Manusia kotor!”
“Kenapa aku dibilang kotor?” Cheng Yun menarik sudut bibirnya.
“Kau menjual kami!” Dahua menggeram!
“Dijual! Dijual!”
“Kapan aku menjual kalian?” Cheng Yun tertegun.
“Pagi tadi! Bersama bunga-bunga lain! Dijual ke grup itu yang langsung meraba-raba hati bunga kami, terus menatap tajam!”
“Jorok! Jorok!”
“……Kalian terlalu meremehkan nilai kalian, mana mungkin aku menjual kalian.” Cheng Yun berkata dengan tak tahu harus berkata apa, “Lagipula itu bukan jual, tapi menghormati! Aku juga ingin bunga-bunga itu berkembang di seluruh bumi!”
“Berkembang di seluruh bumi!!” Dahua langsung terpaku.
“Berkembang di……” Erhua juga takjub.
“Kenapa, kalian ingin pergi lagi?” Cheng Yun bertanya. Setelah berpikir sejenak, dua bunga ini memang sudah lebih baik wataknya setelah dilatih, lalu cepat-cepat menambahkan, “Nanti aku bisa pertimbangkan bawa kalian ke hutan primitif, cari tempat tersembunyi. Kalian sudah punya kemampuan perlindungan diri, tapi harus diingat baik-baik: jangan gunakan kemampuan itu pada siapapun.”
“……Aku tidak bilang mau pergi.” Dahua memiringkan bunganya ke samping dengan sok jual mahal, “Maksudku, setelah kami bertunas dan berbuah, aku ingin menanam benih di tempat yang sangat jauh.”
“Kami tidak pergi! Tidak pergi!” Erhua jauh lebih blak-blakan.
“enmm……Tempat yang sangat jauh?”
“Ya, sangat-sangat jauh. Gunungnya tinggi, cahaya keemasan berlimpah, curah hujan cukup.” Rupanya Dahua adalah bunga yang mendambakan kejauhan.
“Hm! Hm!” Erhua tak bisa menirunya.
“Benih yang kalian hasilkan...apakah juga jadi siluman seperti kalian?” tanya Cheng Yun.
“Tidak, cuma bunga arak biasa.” Dahua ragu sejenak, “Mungkin bahkan lebih buruk dari yang biasa. Karena dunia kalian ini berbeda, energi spiritualnya sedikit sekali, udaranya bau. Aku sangat khawatir dengan nasib benihku.”
“Khawatir! Khawatir!”
“……” Cheng Yun melirik Erhua, sulit membayangkan makhluk ini bahkan sudah mau punya anak, “Baiklah, akan kucarikan tempat yang cocok untuk kalian.”
“Terima kasih, kepala stasiun.”
“Terima kasih, Terima kasih!”
“Jangan sungkan-sungkan.” Cheng Yun juga merasa agak malu-malu, mengingat telah meminum begitu banyak air mandi mereka, "Kalau begitu aku tidak mengganggu lagi, kalian lanjutkan melepaskan karbon dioksida, aku pergi dulu."
“Bagus.”
“Siap, Siap!”
Lima organ indera dua bunga itu kembali menghilang diam-diam.
Baru kemudian Cheng Yun menatap Bos Tang yang masih dalam keadaan membatu, seolah tengah merenungkan sesuatu, lalu menghela napas.
“Ayo pergi.”
Bos Tang bagai boneka kayu, mengikuti setiap perintahnya tanpa berpikir.
Saat sampai di pintu tangga, akhirnya dia melontarkan kalimat pertama: "Mereka... bahkan tahu karbon dioksida!"
Cheng Yun tercekat sejenak, lalu berkata: "Lagi pula mereka sudah cukup lama di Bumi."
“He... hebat sekali!”
“Benar, kan.”
“Jadi setiap hari kau berinteraksi dengan makhluk-makhluk seperti itu.” Bos Tang perlahan mulai menyadari situasi.
“Betul.” Cheng Yun mengangguk.
“Jadi, ini alasanmu selama ini ngekoriku? Takut dua bunga bodoh itu bakal ngerjain aku?” tanya Bos Tang.
“Bukan.”
“Lalu apa?”
“Jika kau bersamaku, kau akan menapaki jalan yang sama sekali berbeda. Kehidupanmu sejak saat ini akan berbeda dari semua orang di dunia...”
“Dengan Yao Yao juga berbeda?”
“Ahem... Apa yang kau pikirkan?!”
“Baiklah aku mengerti.” Bos Tang mengangguk, tapi ucapannya tetap berlaku kasar, “Jadi kau tak pernah bertanya padaku, dan kau menyimpulkan aku tak akan menerima?”
“Bukan.” Cheng Yun merendahkan suara, menghentikan langkahnya di belokan tangga lantai tiga, “Bayangkan adegan ini. Bertahun-tahun kemudian, mungkin puluhan tahun, atau ribuan tahun. Tak peduli berapa lama, akhirnya tiba hari itu - kau sudah sangat tua, sementara aku tetap seperti sekarang. Aku akan menyaksikan kehidupanmu mulai layu, dan kau melihatku...”
Bos Tang mendengar itu, tiba-tiba terpaku.
Dan Cheng Yun melanjutkan: "Aku sangat takut, aku tahu kau juga akan takut. Jika kita punya anak, aku akan menyaksikan satu per satu keturunan kita... mati..."
"Aku bahkan tak berani memberi tahu Cheng Yan... bahwa aku bisa hidup selama itu!"
"Berapa...berapa lama?" Suara Bos Tang sedikit bergetar.
"Sangat lama." Cheng Yun menatapnya, lama kemudian pelan-pelan menggelengkan kepala, "Saat itu kau sudah lama tiada."
"......" Pupil mata Bos Tang melebar jelas - dua bunga itu gagal menakutinya, novel karangan Cheng Yun yang menjadi kenyataan pun tak membuatnya gentar, tapi ini berhasil.
"Aku takkan meremehkanmu yang sudah tua, saat itu mentalku pasti juga seperti orang tua." Cheng Yun buru-buru berkata, "Lagipula aku punya banyak cara agar kau tetap mempertahankan kecantikanmu seperti sekarang, sampai hari kematianmu."
"Aku......"
Bos Tang seolah ingin berbicara tapi mengurungkan diri - fakta bahwa dia tak perlu menghadapinya dengan wajah renta membuatnya lega, namun hari itu tetaplah menakutkan baginya.
"Ia percaya bagi Cheng Yun, hal yang sama juga berlaku."
"Saat itu mereka telah saling menemani seumur hidup……"
Cheng Yun menangkap tangannya: "Pikirkan matang-matang! Jangan jawab aku, malam ini jangan!"
"Hm……"
Bos Tang mengangguk, melangkah turun satu anak tangga dengan kaki yang sedikit limbung, lalu memalingkan wajah ke Cheng Yun. Setelah ragu sejenak, ia bertanya: "Kau pasti juga sangat takut, ya?"
Cheng Yun menatapnya dengan tenang.
……
Liu Da Nüshen masih asyik berselancar di Taobao. Layar penuh gambar-gambar yang memicu muntah darah, namun postur model-model wanita itu jauh lebih kekanak-kanakan dibandingkan dirinya.
Ia sangat menyukai pakaian dalam dengan banyak tali yang saling menjalin membentuk pola indah. Soal ada renda atau tidak, berlubang atau polos, sama sekali tak jadi masalah. Yang penting harga dua digit—paling-paling seratus sekian—benar-benar memenuhi standar dan sesuai dengan kekuatan ekonomi sang dewi sekolah.
"Ini murah banget! Wah, ongkir lima Yuan, jangan!"
"Yang ini bagus, masih ada kupon dua Yuan……"
“Hm?”
Liu Da Nüshen tiba-tiba menahan napas. Ia merasakan kedatangan seorang manusia biasa dengan gejolak emosi kacau.
Dentang langkah lemas terdengar saat Bos Tang menyusur lereng turun.
Kilatan keterkejutan melintas di wajah Liu Da Nüshen, namun hanya bertahan sekitar 0,03 detik sebelum ekspresinya kembali tenang. Kepalanya menunduk memandang layar komputer, sambil melirik Bos Tang dengan penglihatan tepi dan mengecek waktu di sudut kanan bawah layar.
Sejak Bos Tang ditarik Sang Kepala Stasiun bergegas naik hingga kembali lesu turun sendiri, sekitar sepuluh menit berlalu.
Sepuluh menit...
Liu Da Nüshen tetap diam. Walau belum makan daging babi, setidaknya ia pernah melihat babi lari.
Durasi ini tak pantas untuk status Sang Kepala Stasiun!
Saat Bos Tang melintas di depannya yang pura-pura asyik menatap layar dan mengabaikan tamu yang lewat, Liu Xi tetap menjaga sikap agar Bos Tang tak merasa momen memalukan ini perlu dibahas.
Hingga Bos Tang berlalu, barulah ia mengangkat kepala, menatap punggung kesepian Bos Tang dengan menerawang.
"Ah…"
Liu Da Nüshen menghela napas.
Sebagai seorang dewi sekolah, dia sangat sensitif terhadap gejolak emosi orang biasa. Meski terpisah jarak jauh, dia tetap bisa merasakannya. Dia juga tak tega melihat kesedihan menyelimuti manusia biasa.
Suara jentikan jari yang riang menggema di area resepsionis.
