Bos Tang dengan cepat menghabiskan dendeng sapi keringnya, lalu asal melemparkan kemasan ke tempat sampah. Ia mengecup bibirnya dua kali, masih merasa lumayan lapar. Jelas satu bungkus kecil dendeng sapi ini tak bisa mengisi perutnya.
"Seandainya tadi aku ambil roti di toko dulu buat alas perut!"
"Kan tidak jauh, sekarang juga bisa kamu ambil."
“Sudahlah, nanti para kakek-nenek itu akan mengira aku datang ke sini dan kamu bahkan tak mau memberiku makan.” Bos Tang menggunakan nada seolah demi kebaikanmu, “Bagaimanapun juga, kamu adalah pacar gosipku.”
“Pacar gosip...”
Bibir Cheng Yun berkedut sebentar.
Dengan santai, Bos Tang menguap dan terus mengikuti di belakangnya, mengekor bayangan sibuknya, mencuri sesuap setiap melihat makanan yang bisa dimakan.
“Kimchi ini enak, tingkat pembuatannya tinggi!”
“Simpan satu potong mentimun untukku.”
“Daging asap ini juga buatan sendiri? Atau dibeli dari luar?”
“……”
Bahkan kecap pun, dia mencelupkan ujung sumpit dan menghisapnya: “Gurih!”
Cheng Yun berpura-pura tak melihat kehadirannya.
Tak lama kemudian, suara laci yang terbuka terdengar dari belakang.
Bos Tang menoleh dan melihat si loli berdiri di lantai dengan kedua kaki mendarat, cakar depannya membuka laci meja kopi sambil menyembulkan kepala untuk mengintip isinya.
Dengan cepat wajahnya menjadi terpaku.
“Whoosh!”
Loli menutup laci, tertegun sesaat, sesekali melirik ke Bos Tang, sesekali merenung sendirian. Tak lama kemudian dia bereaksi, melesat langsung ke depan tempat sampah dapur kecil, mengintip ke dalam tong sampah.
Sebuah merek!
Tiba-tiba suara Bos Tang bergema di atas kepalanya: "Cheng Yun yang menyuruhku memakannya, lagipula aku sudah tanya kamu mau makan atau tidak."
Seolah loli tidak mendengar.
Hatinya begitu sedih sekarang.
Tentu bukan karena Bos Tang memakan dendeng bantengnya. Da Wang sudah mengajarkannya, sebagai Raja Padang Salju, dia tidak boleh mempermasalahkan hal sepele seperti ini. Sebenarnya hatinya sudah lama sedih, karena itulah dia ingin menghabiskan bungkusan terakhir dendeng banteng untuk menghibur diri. Dia yakin setelah memakannya pasti akan lebih bahagia, namun ternyata tidak ditemukan.
Terlihat loli itu terduduk di lantai dengan ekspresi hampa, seolah berkata "Aku si loli tak tahan menerima pukulan ini!"
Semalam tak bisa tidur nyenyak, ini menjadi batang terakhir yang menghancurkannya.
Melihat kejadian itu, hati Bos Tang meleleh, buru-buru berjongkok menghibur: "Sudah-sudah, jangan sedih ya, nanti aku akan keluar membelikanmu banyak-banyak, akan ku ganti, Bagus? Siang nanti akan kusuruh Cheng Yun memasak daging sapi untukmu, merebus sekuali besar, Bagus?"
Loli itu tetap tidak bersuara, hanya menelan ludah.
Tanpa disadari, dua siluet muncul di pintu. Keduanya masih dalam masa keemasan remaja, satu menggendong tas dan memakai earphone, satunya hanya membawa buku yang bahkan bukan modul kuliah.
Cheng Yun mencium aroma gadis dari tubuh mereka, menoleh dan bertanya: "Pulang sepagi ini, pagi tidak ada kelas?"
"Tidak." Tang Qingying dengan manis menjawab.
"Tiba-tiba malas pergi." Cheng Yan langsung berkomentar.
“Ya, kalian berdua sudah kembali!” Bos Tang juga memalingkan wajah, "Sudah makan? Kalau belum di sini ada daging asap yang sudah direbus, ada mentimun tepuk dan kimchi, bisa ngemil dulu, atau ambil sesuka hati dari tokoku."
“Aku tidak lapar.” Tang Qingying kedutan di sudut mata sebanyak dua kali.
“Aku akan makan sarapan sebentar lagi.” Cheng Yan juga berkata.
“Kalau begitu…… Jika lapar nanti, jangan sungkan-sungkan ya!”
“……”
“Kalian berdua sudah kembali, kenapa tidak meletakkan tas dulu?” Cheng Yun berbicara tanpa menoleh, “Ngapain ngerubungi pintu, mau jadi penahan angin?”
“Kita mau lihat sebentar, tidak bolehkah?” Cheng Yan berdiri di atas kebenaran.
“Benar, kita mau lihat sebentar……” Nada bicara Tang Qingying jauh lebih lemah.
“Apa bagus-bagusnya, kan dilihat setiap hari juga……”
“Lihat kamu yang ganteng!” Cheng Yan dengan ekspresi datar, terlihat seperti sedang menyindir atau asal menjawab.
"Benar, pria yang pandai memasak memang paling menarik." Tang Qingying kembali |berkata lemah, namun |pandangannya tertuju pada Tang Qingyan. Pasalnya, |Kakaknya itu sudah mulai membantu Cheng Yun |memotong |bawang prei dan ketumbar, sambil menyuapkan |daging asap ke mulut |loli.
Setelah mengamati cukup lama, akhirnya mereka |pergi.
Tang Qingying tampak |tidak fokus. Ia tertinggal di belakang, lalu tiba-tiba |menarik |ikat pinggang |jas tipis Cheng Yan. Saat Cheng Yan menoleh, ia berbisik: "Tang Qingyan dan si loli itu rupanya cukup akrab. Apa kamu tidak |cemburu..."
|adegan Tang Qingyan menyuapi loli dengan daging asap |terlintas di benak Cheng Yan. Tapi ia hanya |dingin memandangi Tang Qingying: "Lalu?"
|wajah Tang Qingying |kaku sesaat.
Dengan cepat ia melanjutkan: "Benarkah kamu sama sekali tidak cemburu? Sedikit pun tidak kesal?"
"Hmph." Cheng Yan |meliriknya dengan |pandangan menyamping.
“……”Raut wajah Tang Qingying menjadi kaku, segera ia menarik napas dalam-dalam, “Ada lagi, dulu saat Kak Yin Dan tidak ada atau sibuk, kamulah yang membantu kakak ipar di dapur. Sekarang Tang Qingyan datang, pekerjaanmu direbut semua. Ini karena dulu kau tidak membantuku, tidak berada di pihakku… Kakak laki-laki direbut, apakah kau tidak merasa sedih?”
“Hmph.”
“Baiklah…” Tang Qingying menatap tanah, ekspresinya tiba-tiba muram, “Aku sangat cemburu, sulit kutahan, lagi pula, si kakak-kontrol ini ternyata tidak punya titik kesamaan denganku…”
“Apa yang kau katakan??” Raut wajah Cheng Yan menjadi gelap.
“Huu…”
“Malas berdebat denganmu!” Cheng Yan menghela napas panjang, melihat wajah memelasnya, ia pun tak tega memukulnya, “Belum siapkah kau?”
“Kuduga aku sudah siap…”
“Bukankah kau pernah melihat adegan seperti ini?”
“Pernah lihat, tapi sudah lama sekali.” Tang Qingying mengikuti di belakang Cheng Yan memasuki kamar, suaranya lirih, “Kemudian mereka putus, kukira bisa diganti olehku…”
“Nanti kebiasaan saja.” Cheng Yan duduk di sofa, meletakkan buku di sudut meja kopi.
“Kebiasaan ya…”
Tang Qingying bergumam pelan.
Cheng Yan tidak berbicara lagi. Sebagai lajang sejak lahir, mana mungkin dia bisa menjawab masalah seperti ini. Apalagi dia merasa buku di meja kopi dan kedua pinggiran mejanya tidak sejajar. Jadi dia terus menggeser buku itu, berusaha membuat pinggiran buku sejajar paralel dengan meja, serta memastikan kedua sisi buku menjaga jarak setara dari tepi meja, baru terlihat bagus.
Susah payah akhirnya Cheng Yan merasa memenuhi standar, menarik kembali tangannya. Tang Qingying langsung terduduk di sebelahnya, sambil nyaman melemparkan tasnya ke atas meja.
Gemetar sesaat itu membuat Cheng Yan mengerutkan kening——
Jangan-jangan sedikit miring lagi?
Saat dia bimbang apakah harus menyesuaikan kembali, wajah Tang Qingying terlihat lesu.
"Yan-yan kamu tidak peduli padaku……"
"Aku bagaimana tidak peduli?"
"Katakan, apakah mereka sudah kembali bersama?"
"Darimana aku tahu, tanyalah sendiri!"
"Lihatlah! Kamu memang tidak peduli! Masih sibuk merapikan bukumu, bahkan tidak mau menghiburku!" Tang Qingying menatap Cheng Yan yang tertular gangguan obsesif-kompulsifnya, wajah pucat seperti mayat.
"Aku tidak pandai menghibur."
Cheng Yan juga merasa pasrah.
Dia tak mengerti bagaimana sahabatnya bisa jatuh cinta pada Cheng Yun - pria yang selain memiliki gen keluarga Cheng yang membuatnya tampan, dulu jago main basket, wataknya lembut, dan sempat merintis usaha menghasilkan uang saat kuliah...
Hmm……
Sepertinya... syaratnya sudah cukup bagus ya?
Tapi itu kan kakak iparnya sendiri!
Cheng Yan tahu Tang Qingying nekat melampaui langit, berani melakukan apa saja, dan keras kepala. Tapi tetap saja dia merasa sulit membayangkan hal ini.
Ia sempat menanyainya, tapi tak mendapat jawaban yang serius.
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber yang ia kumpulkan selama ini, ditambah pengalaman cinta yang ia pelajari dari novel, drama TV, dan obrolan teman sekelas, ia bisa memperkirakan beberapa hal—
Dulu Tang Qingying memang terlalu pemberontak. Saat itu sifatnya bukan sekadar kekanak-kanakan, melainkan persis tipe teman sekelas yang sangat dibenci Cheng Yan di masa SMA.
Sejujurnya sebagian besar orang pasti takkan menyukai tipe preman kelas kakap seperti dirinya di masa sekolah.
Masalahnya, keluarga si cewek nakal ini justru pejabat tinggi.
Dirinya sendiri pun tak mempercayai keluarga sendiri, termasuk kakak tirinya. Kebetulan Cheng Yun di masa SMA juga termasuk murid yang merepotkan guru, bedanya saat datang ke keluarga Tang, Cheng Yun sudah kuliah. Pada fase itu, proses pertumbuhannya telah mengubahnya menjadi pribadi yang sepenuhnya berbeda dari versi sebelumnya.
Kemudian Tang Qingying yang dikenali Cheng Yan juga memiliki karakter yang cukup bagus, selama ini di sekolah tidak pernah terdengar kabar dia menindas orang atau semacamnya, hanya pernah dengar dia mengusir keluar senior OSIS yang sombong datang ke asrama, itu pun dari ceritanya sendiri.
Hubungannya dengan keluarga juga berangsur membaik, setidaknya dibandingkan dulu sudah jauh lebih baik.
Konon kabarnya ini ada jasa besar Cheng Yun.
Cheng Yan kadang tak bisa membayangkan seperti apa sosok Tang Qingying dulu. Seandainya arus waktu terbalik, mampukah ia mengenalinya? Bisakah mereka tetap menjadi teman baik? Tentu saja ia juga tak tahu bagaimana proses perubahan ini terjadi.
Tiba-tiba ia melihat Tang Qingying berdiri dan bersiap pergi. Untuk menunjukkan perhatian, ia bertanya: "Kau mau ke mana?"
Tang Qingying tak menoleh, nada bicaranya seperti sedang kesal: "Aku mau berbincang-bincang dengan Kakek Ji!"
"Oh."
Cheng Yan mengangguk, tidak banyak bicara.
"Kakek Ji hampir pergi, sepeda motornya sedang diparkir di atap gedung. Setelah ia meninggalkan, kemungkinan besar ia dan Tang Qingying tak akan punya titik temu lagi. Ditambah di usianya yang sudah sepuh ini, banyak hal telah ia pahami tuntas, banyak pengalaman yang telah ia lalui. Sungguh merupakan 'lubang pohon' terbaik yang bisa dibayangkan."
……
Di saat yang sama, di sebuah villa di pinggiran kota Jinguan.
Seorang pemuda berparas bersih dan menawan sedang duduk dengan tatapan kosong di sofa ruang tamu. Di tangannya tergenggam erat sebuah kunci kuno berkarat yang bagai lubang hitam, menarik pandangannya tak terlepaskan.
Tiba-tiba, pintu terdorong terbuka!
Dengan refleks kecepatan ekstrem, ia seketika menyimpan kunci itu.
Tampak seorang pria tampan tinggi besar dengan aura keemasan masuk. Si ganteng mengerutkan kening, seolah menangkap aksi-aksi kecilnya tadi.
"Kak Yuanwu, kenapa kakak datang?" tanya Zhu Jiayan.
“Kabaranya kamu sudah mengurung diri di rumah selama beberapa hari, tidak kemana-mana, terus-terusan cuma melamun atau melihat hal-hal aneh. Aku sengaja datang untuk memastikan apakah kamu kena histeria, merasa dunia ini akan segera berubah atau semacamnya.” Lin Yuanwu berkata.
“Ti-Tidak ada...”
“Barusan kamu menyelipkan apa ke saku?”
“Ti-Tidak ada!”
