"Kepala Stasiun! Lagi-lagi si kepala stasiun brengsek ini!"
"Apakah ini kepala stasiun daur ulang barang bekas?"
"Berdasarkan kondisi pribadi srikandi kita, jika tebakanku benar, seharusnya itu stasiun penampungan anak-anak bego."
"Srikandi kita beberapa kali ngomong pasti nyebut Sang Kepala Stasiun, entah apa kelebihan pria ini. Aku nggak percaya dia punya 36CM, aku aja cuma 35!"
"Tantangan Kepala Stasiun pergi bersama (1/100)."
"Kepala Stasiun, cabut pedangmu!"
“……”
Netizen di kolom komentar langsung terlihat sangat bersemangat.
Sementara Cheng Yun merasa agak canggung, ia memeriksa ke kiri-kanan, mengabaikan komentar-komentar tak bersahabat di kolom chat, dan berkata: "Netizen idiot ini imajinasinya benar-benar keterlaluan, membawa ritme seperti ini bikin pusing kepala."
Yu Dian si gadis kecil berkata dengan suara lemah: "Kami tidak akan terbawa ritme..."
Tang Qingying tertawa kecil: "Jangan terlalu yekan, kadang bahkan aku merasa kakak ipar terlalu memanjakan Kak Yin Dan!"
Setelah membeku sesaat, ia mengedipkan mata ke arah Cheng Yun: "Lagipula Tang Qingyan 99% sedang menonton siaran langsung kompetisi ini. Aku sih tidak cemburu, juga tidak akan cemburu pada Kak Yin Dan, tapi entah apa yang ada dipikirannya saat melihat komentar-komentar itu..."
Cheng Yun berdehem: "Dia tidak seekstrim itu!"
Tang Qingying langsung mengerutkan bibir dengan wajah penuh keluhan: "Kakak ipar memang sudah balikan dengan Tang Qingyan..."
"Ahem..."
Cheng Yun terus berpura-pura berdehem.
Tak lama kemudian, telepon Yin Nuxia pun masuk kembali.
Cheng Yun dan yang lain hanya berbicara beberapa kalimat dengannya, mengucapkan selamat atas masuknya ke empat besar, sisa waktu dihabiskan untuk berlagak di depan gadis kecil Yu Dian, bermain variasi dengan halus mengatakannya betapa hebatnya dirinya dan betapa lemahnya lawan-lawannya di hadapannya, sementara gadis kecil Yu Dian hanya tersenyum mendengarkan dengan aura keibuan memenuhi senyumnya.
Pertandingan 8 besar masih butuh satu hari lagi untuk berakhir, sementara semifinal akan digelar tiga hari kemudian.
Mungkin karena sebelumnya ditunda selama seminggu, jadwal pertandingan sekarang dibuat lebih padat. Di tahun-tahun sebelumnya, setelah menentukan empat besar biasanya harus menunggu lebih dari seminggu baru semifinal dimulai.
……
Bulan November tiba, cuaca sepenuhnya berubah menjadi dingin.
Sebelumnya di bulan Oktober, jika cuaca bagus masih bisa memakai baju lengan panjang bahkan lengan pendek, tapi sekarang jika menghadapi cuaca yang sedikit dingin, mungkin harus mengeluarkan mantel luar tebal.
Loli kecil akhirnya pulih, kembali menunjukkan kelincahan dan keimutannya. Di sela-sela sekolah, ia masih sering mengunjungi gadis kecil Yu Dian, mengamati si orang biasa yang tidak fokus ini sebentar, tapi waktu menetapnya jauh lebih singkat daripada dulu.
Menurutnya, si orang biasa ini terus-terusan berpikir, tapi ia tak tahu apa yang dipikirkannya.
Makanya rasa ingin tahu itu menyiksanya!
Rasa penasaran yang tak kunjung terpuaskan—
Sungguh tak tertahankan!
Akhirnya loli kecil terpaksa rutin mengunjungi gadis Yu Dian, mengamati aktivitasnya, sesekali menjawab beberapa pertanyaan untuk memuaskan rasa ingin tahu si orang biasa, sambil berharap jawaban yang diinginkan segera didapat.
Pagi 1 November, hujan gerimis tak henti.
Liu Da Nüshen secara resmi mengundurkan diri dari pekerjaan resepsionis, tidak lagi duduk di arena hotel. Seiring kesuksesan lagu-lagu barunya yang meledak, popularitasnya baik di dalam lingkaran maupun di luar telah meledak. Setiap hari penggemar dan kalangan industri datang mencarinya. Jika ia tetap berdiri di resepsionis, ia takkan sanggup menanggapi semua orang ini dan hotel pun tak bisa berbisnis. Sementara pekerjaannya diambil alih oleh Tang Qingying, Cheng Yun, dan gadis kecil Yu Dian, menunggu perekrutan kasir resepsionis baru.
Cheng Yun kembali menyediakan kamar untuknya, yaitu suite keluarga di sebelah kamar Cheng Yan, tidak berdampingan dengan kamar aslinya. Karena suite keluarga cukup luas, memudahkan Liu Da Nüshen melakukan modifikasi dan menempatkan alat musik serta peralatan terkait.
Cheng Qiuye datang sejak pagi, membawa manajernya untuk membantu Liu Da Nüshen mengurus urusan modifikasi.
Terhadap hal ini, manajernya sudah lama terbiasa.
Sekitar pukul sepuluh, tim konstruksi tiba dan suara renovasi terputus-putus mulai terdengar dari sebelah, sangat mengganggu proses belajar si loli.
"Soal pembuktian ini..."
Cheng Yan berhenti bicara sejenak, alisnya berkerut. Ia melirik si loli yang meski duduk tegak tapi jelas sedang bengong, lalu menoleh ke arah dinding sebelah sambil menghela napas.
"Boom! Boom!..."
Cheng Yan mengetuk meja kopi, "Fokus, loli! Sebagai Raja Padang Salju, kau harus punya kehendak superman. Jangan sampai urusan remeh begini bisa mempengaruhimu."
Mendengar itu, si loli menoleh padanya dan mengeluarkan suara "Huu..." lemah, tanpa reaksi lebih lanjut.
Ucapan-ucapan semacam ini... sudah membuatnya mati rasa.
Setelah fokus sebentar, matanya kembali terpana melihat langit-langit yang indah, kaca meja yang mengilap, bahkan suara bising dari sebelah pun terdengar merdu... Eh, sebenarnya orang-orang sebelah lagi ngapain sih?
Lagipula ia merasa pasti ada sesuatu yang belum dilakukannya hari ini.
“Apa itu hal tersebut?”
Ekspresi berpikir muncul di wajah loli kecil.
Cheng Yan merasa pusing, namun tak seketat guru lain. Melihat loli tak fokus, dia berhenti: “Kalau begitu, kita lanjutkan pembahasan lain kali.”
“Gesek!”
Loli kecil langsung memutar kepala: “Hm?”
“Hm, sungguh.”
“Hmm?”
“Benar, kamu boleh pergi bermain.” Cheng Yan menghela pasrah.
“Huu!”
Loli kecil langsung melompat dari meja kopi, menghilang secepat kilat. Tinggalkan buku kecil berisi langkah-langkah dan pensil pendek, plus Cheng Yan yang wajahnya pasrah.
Kamar sebelah.
Sepupu kedua sedang berunding dengan tim konstruksi yang cukup meyakinkan. Cheng Yun juga ditarik kesini. Liu Da Nüshen yang jenjang dan menggoda tersenyum berdiri di samping.
“Benar, insulasi suara harus sempurna...”
“Tembok ini untuk alat musik. Ruang dalam bisa jadi studio rekaman sederhana...”
“Taruh piano di sini!”
“……”
Tak seorang pun menyadari bahwa di tepi pintu tiba-tiba muncul wajah kecil nan cantik. Sepasang mata besar yang lincah berkedip-kedip sedang penasaran mengintip ke dalam. Saat melihat Cheng Yun, kepala kecil yang menjorok dari balik pintu langsung mengkerut kembali dengan rasa bersalah. Beberapa saat kemudian baru berani menjulurkan lagi—
Kali ini seolah telah memahami situasi, ekspresinya mulai menunjukkan sedikit keyakinan untuk berdiri di atas kebenaran.
Setelah beberapa lama bersembunyi di balik pintu, ia akhirnya duduk dengan percaya diri di tengah ambang pintu. Kepalanya sedikit terangkat sembari memandangi para dewasa yang sibuk di dalam kamar.
Akhirnya Cheng Yun menangkap sekilas kehadirannya.
Saat itu Cheng Yun sedang bingung mencari alasan untuk meninggalkan tempat ini. Melihat kesempatan ini bagai mendapat ampunan, ia langsung mendekat dan meremas tengkuk si loli lalu mengangkatnya, bertanya dengan nada kesabaran: "Bukankah seharusnya kamu sedang pelajaran matematika? Bagaimana bisa sampai di sini? Bolos sekolah dan kabur diam-diam ya?"
"Tak menunggu loli kecil menjawab, ia melanjutkan: "Yang baik tak dipelajari malah belajar yang jahat, jangan-jangan keluarga kita takkan pernah bisa lepas dari bolos sekolah ya?""
"Loli kecil digantung dengan patuh, tapi bukan berarti harus menuruti segalanya. Untuk hal ini, ia harus menentang."
"Namun baru saja mulutnya sedikit terbuka, suara 'Wu' belum sempat keluar, tiba-tiba terpaku."
"Ingat!"
"Ada hal yang harus dilaporkan pada Da Wang..."
"Loli kecil bergulat dua kali, melepaskan diri dari genggaman Cheng Yun, mendarat di lantai lalu menengadahkan kepala tinggi-tinggi: "Wu wu wu wu wu!""
"Cheng Yun mengedipkan mata menatapnya: "Kenapa?""
""Wu wu wu wu...""
""Baiklah baiklah, kamu tidak bolos... Dasar, aku juga tidak akan menyita potongan bantengmu, panik amat.""
""Wu wu wu wu!!!""
""Waduh! Malah makin panik!""
""Wu~~""
Suara loli kecil itu menunduk, namun secepat itu, ia menemukan cara baru, lari secepat kilat kembali, dan membawa kertas serta pulpen.
Cheng Yun melihatnya hendak menulis, buru-buru mengangkatnya masuk ke kamar Cheng Yan, bahkan menutup pintu.
"Mau ngapain?"
Loli kecil itu mengabaikannya, hanya fokus menulis di kertas.
Seiring gemerisik suara pulpen, Cheng Yun menatap tajam kertas itu tanpa berkedip, bahkan Cheng Yan penasaran mendekat.
Sebaris kata segera muncul di kertas——
"Aku bisa bicara bahasa orang biasa"
Cheng Yan mengerutkan alis tipis: "Akhiri kalimat dengan tanda baca, biasanya titik... APA YANG KAU KATAKAN!?"
Tak hanya Cheng Yan, Cheng Yun pun terpaku.
Tak lama, Cheng Yan berkata: "Sejak kapan kau bisa bicara? Cepat ucapkan sesuatu!"
Sementara Cheng Yun ragu sejenak, lalu tertegun: "Kalau bisa bicara, kenapa tidak langsung bicara? Malah ngoo-ngoo lama, repot-repot nulis!"
Si loli yang mendengar ini pun langsung tertegun.
Segera ia terhisap masuk ke dalam renungan.
Cheng Yan melotot ke arah Cheng Yun, berteriak: "Ini waktunya genting, sudut pandang masih begitu aneh! Cepat suruh si loli mengucapkan sesuatu! Aku ingin dengar suara si loli bicara!"
Cheng Yun mengangguk seperti mesin penyampai pesan tanpa emosi: "Kau cepat ucapkan beberapa patah kata."
Si loli menatap tajam ke arahnya, lama kemudian barulah ia membuka mulut.
“……Huu？”
“？？” Cheng Yan kepalanya dipenuhi tanda tanya.
“……” Di atas kepala Cheng Yun seolah ada burung gagak melaluinya.
Loli itu memalingkan wajah ke sekeliling, enggan melakukan kontak mata dengan Cheng Yun dan Cheng Yan. Terlihat agak tegang, seolah berusaha menutupi Momen Memalukan.
Setelah waktu yang terasa sangat lama, akhirnya ia berhasil menyesuaikan diri. Menundukkan kepala dan melanjutkan pengukiran karakter di kertas.
"Wang tidak biasa."
Kali ini ditambahkan tanda titik.
Cheng Yan langsung diserang serangan kekecewaan, tapi dia dengan cepat berkata: "Tidak apa-apa, perlahan-lahan saja, biasakan diri dan semuanya akan baik-baik saja."
Loli kecil itu tidak bersuara.
Ia hanya berlari ke samping Cheng Yun, menundukkan kepala dan menggosokkan dahinya ke tangan Cheng Yun, tak melakukan apa-apa juga tak meminta sesuatu, sekedar bertingkah manja.
Cheng Yun menekan rasa ingin tahu di hatinya. Sebenarnya ia sangat ingin mendengar ucapan pertama loli kecil itu, seperti ayah yang telah lama menanti anak perempuannya memanggil 'ayah'. Namun karena Cheng Yan sudah berkata demikian, ia pun tidak enak memaksa loli kecil itu bersuara.
