Satu wajan ayam pedas, satu ember ikan kecil goreng, satu panci nasi, ditambah beberapa botol saus pendamping rasa beragam, satu botol Aqua per orang sebagai standar, ada sayur ada kuah—bisa menikmati hidangan seberwarna ini di alam liar, kebahagiaan meledak-ledak!
Ini belum termasuk camilan dan kue sebelum makan!
Yin Nuxia dan si loli bagaikan dua anak kecil, sementara Cheng Yan dan Tang Qingying juga masih belia. Di usia mereka, selera makan sangat tergantung suasana hati. Mirip seperti saat Cheng Yun masih SD yang pernah piknik di tepi sungai, masakan sekelompok anak-anak mana mungkin enak? Nasi lembek sampai jadi bubur, tapi justru disantap dengan lahap oleh anak-anak itu. Bahkan yang biasa pilih-pilih makanan di rumah jadi melahap dengan rakus, sayuran yang biasanya ditolak pun terasa nikmat.
Setelah sekali makan, Cheng Yun merasa porsi yang dia masak sama sekali tidak cukup untuk beberapa orang ini, membuat dia, Bos Tang, dan Kakak Sepupu hanya makan semangkuk kecil nasi.
Setelah makan, semua orang beristirahat di tepi padang rumput. Cheng Yun berbaring sambil menutupi kepala dan tidur sebentar selama setengah jam. Yang lain ada yang main ponsel, ada yang berfoto, ada yang bercanda. Yang paling tenang adalah Kakak Sepupu, duduk di pinggir jalan seperti sedang merenungi kehidupan.
Kemudian, setelah membersihkan sampah, perjalanan dilanjutkan kembali!
Sepanjang perjalanan, kondisi cukup sulit: tidak ada supermarket besar, tidak ada hotel, bahkan sinyal internet terputus-putus. Tapi tidak sepenuhnya primitif.
Setiap kali melewati permukiman, kami selalu bisa membeli beras, sayuran, dan daging, agar bagasi mobil tidak benar-benar berubah jadi kotak harta karun.
Kadang-kadang dengan nasib baik masih bisa membeli daging yak. Saat seperti inilah si loli paling bersemangat, tapi momen seperti ini tidak terlalu sering.
Di satu sisi, anggota keluarga Tibet juga tidak makan daging yak setiap hari. Benda itu selain di sekitar basis produksi pangan yak seperti Hongyuan, di tempat lain harganya juga tidak murah. Dibandingkan, lebih hemat makan daging babi. Di sisi lain, wilayah ini tidak termasuk daerah pedalaman Tibet, populasi yak juga tidak banyak. Banyak keluarga lebih memilih memelihara sapi hibrida untuk membajak, menyusu, dan dimakan dagingnya.
Sekejap mata, sudah tiga hari memasuki gunung.
Dua mobil melaju di parit gunung dengan pemandangan cantik luar biasa. Hutan dan gunung salju, daun merah dan air jernih, seolah tanpa sengaja nekat menyelidiki masuk ke dunia dongeng.
Untuk antisipasi kecelakaan, mobil Bos Tang tetap berada di depan. Sekarang dialah yang menyetir.
Liu Da Nüshen duduk anggun di kursi belakang sambil main ponsel.
Sepupu perempuan dari pihak ayah duduk di kursi penumpang depan, memeluk boneka kain berbentuk aneh itu sambil menatap keluar jendela dengan pandangan menerawang.
Dari peta tidak terasa, tapi begitu sampai di lokasi, baru menyadari betapa luasnya Dataran Tinggi Yixi. Sepanjang perjalanan seolah tak berujung, berbagai bentang alam telah dijelajahi. Sepupu perempuan dari pihak ayah selalu bertanya-tanya: "Daerah seluas ini, mungkinkah kekuatan manusia bisa memetakan semuanya?"
Di balik gunung-gunung besar ini, mungkinkah benar-benar ada penghuni iblis?
Sepupu perempuan itu mulai dirasuki kekhawatiran serupa dengan gadis kecil Yu Dian.
Namun selama beberapa hari ini mereka belum bertemu iblis, malah pernah menjumpai seekor serigala kurus yang lebih kecil dari anjing kampung. Dengan sukarela si loli bermain-main dengannya selama setengah jam. Saat pergi, dengan keengganan si loli melepas, serigala itu lari lebih cepat dari macan tutul.
"Tapi..."
Sepupu perempuan itu bergumam pelan.
Mungkin sebelum kedatangan mereka tak ada iblis di pegunungan ini. Tapi setelah mereka datang, siapa yang tahu?
Setelah ragu sebentar, sepupu perempuan itu memalingkan wajah ke Bos Tang dan Liu Da Nüshen: "Apa kalian tidak merasa kucing peliharaan Cheng Yun agak... iblis?"
"Ha?"
Bos Tang tersedak, buru-buru menggenggam erat setir.
Sepupu perempuan dari pihak ayah mengulangi pertanyaannya.
Bos Tang menelan ludah, ragu-ragu bertanya: "Apa... maksudmu iblis?"
"Seolah-olah sudah jadi siluman!"
"Hah!"
Bola mata Bos Tang bergerak tak menentu, benar-benar tak tahu cara merespons. Dia khawatir jawaban yang tidak tepat akan merepotkan Cheng Yun dan membuat si loli kesal, apalagi dia juga tak tahu pendapat Cheng Yun dan loli tentang hal ini.
"Dilarang mengobrol dengan pengemudi!"
“……”
Sepupu perempuan itu hampir tak tahu harus berkata apa.
Menoleh lagi, dia bertanya: "Bagaimana menurutmu, Guru Liu?"
Menatap kecantikan luar biasa Liu Da Nüshen, sepupu perempuan itu menunggu sekitar lima detik sebelum akhirnya sang dewi sekolah meletakkan ponselnya, mencabut satu sisi earphone, lalu menatapnya dengan kebingungan.
"Apa kamu sedang bicara padaku?"
"Aku bilang, aku yakin kucing yang dirawat Cheng Yun itu seperti sudah jadi siluman! Jangan-jangan itu iblis! Guru Liu, apakah kamu juga merasakan hal yang sama?"
"Soal ini..." Liu Da Nüshen mengerutkan kening, tampak sangat dilema, "Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu tentang Yang Mulia Loli? Bagaimana jika dia mendengarmu?"
“？？”
Tapi Liu Da Nüshen sudah memasang kembali earphone. Setelah itu, tak peduli seberapa keras sepupu perempuan dari pihak ayah memanggil, dia tetap tak mendengar.
Berjalan-jalan, habis-habisan bermain selama seminggu, baru semua orang kembali ke hotel.
Sebenarnya Bos Cheng masih ingin bersenang-senang beberapa hari lagi. Sepanjang perjalanan tidak hanya pengeluarannya sedikit, tapi juga ditemani Bos Tang - meski tidak dalam mobil yang sama, tapi setiap kali berhenti pasti bisa melihatnya. Ini membuat hati Bos Cheng sangat gembira. Tapi sekarang sudah tanggal 16 November. Dua hari lagi adalah ulang tahun loli. Cheng Yun sudah berjanji akan memberinya ponsel saat hari ulang tahunnya, tidak boleh melanggar janji.
Ponsel sudah lama dibeli secara daring, diperkirakan sore ini akan dikirim. Cheng Yun memutuskan untuk menyembunyikannya dan berlagak seolah sudah lupa. Lagipula si kecil ini mungkin malu menanyakannya, nanti bisa pura-pura memberi kejutan.
Malam harinya, Cheng Yun mengajak semua orang makan hot pot untuk memulihkan sekian kali makan seadanya beberapa hari lalu.
17 November pagi, langit dipenuhi awan hitam.
Cheng Yun dengan santai berbaring di balkon atap gedung, menerpa angin sambil memeluk bola kristal.
Dari samping terdengar suara Dahua: "Manusia, siapa lagi yang kauintip?"
Erhua juga melirik ke arah sini.
Jelas Cheng Yun tak berminat menghiraukan mereka.
Tapi Dahua sudah menahan diri seminggu penuh, takkan melepaskannya: "Manusia tak berintegritas! Kau sudah merendam kami berulang kali, pergi diam-diam berhari-hari, pulang malah mengabaikan kami!"
Erhua: "Tak berintegritas! Tak berintegritas!"
Dahua: "Masih duduk diam di situ! Sudah seminggu kau tidak menyiram kami!"
Erhua: "Jahat! Jahat!"
Dahua: "Tanah hampir kering, setiap kali aku mencabut akar lalu memasukkannya kembali rasanya sangat melelahkan!"
Cheng Yun akhirnya tak tahan lagi, memalingkan wajah. Awalnya ingin mengkritik, tapi tiba-tiba membuka mata lebar-lebar dengan heran: "Eh bintik kecil yang tumbuh di tubuh kalian ini apa?"
Pipi Dahua tiba-tiba memerah tanpa alasan.
Erhua justru mengangkat bunganya dengan bangga: "Ini benih yang kami hasilkan, lihatlah betapa hebatnya kami!"
"Benih?"
Cheng Yun menarik sudut bibirnya: "Luar biasa, ini kan musim dingin!"
Tiba-tiba dia bertanya lagi: "Berapa lama buah ini bisa matang? Bisa dimakan?"
Erhua lambat bereaksi, dengan serius membetulkan: "Ini benih, bukan buah!"
Tapi Dahua sudah mulai memaki——
"Apa yang kau pikirkan!"
"Bajingan!"
"Menyimpang!"
"Jijik!"
"Kejam!"
“……”
Cheng Yun diam-diam mendengarkannya memaki, harus diakui benda kecil ini perbendaharaan katanya lumayan kaya!
Untuk sesaat, dua bunga dan dia tidak menyadari bahwa pada bola kristal di pelukannya, fragmen kenangan yang terpampang menunjukkan seorang pemuda sedang memegang kunci yang cahayanya semakin memancar terang, bahkan menutupi karat di permukaannya.
Pemuda itu juga membelalakkan matanya.
Kunci ini akhirnya menampakkan sisi luar biasanya.
Pemuda itu menggapai-gapai mulutnya, belum sempat mengucapkan "Selamat tinggal", tubuhnya telah diserap oleh cahaya.
