"Bab 7 Permintaan boss yang keterlaluan"
"Untuk memohon bantuannya, Lan Xin melepas semua harga diri dan rasa malu selama 22 tahun."
"Tapi ini tak berarti dia wanita yang terbuka."
"Sebenarnya, Lei Tingyu adalah pria pertama dan satu-satunya. Pengetahuannya tentang urusan pria-wanita: teori dari berbagai film, praktik diajari langsung olehnya."
"Sekarang dia memintanya menunjukkan 'ketulusan' di depan sopir, sikap tidak menghormati dan meremehkan yang jelas membuat Lan Xin malu sekaligus marah. Menurut sifatnya, seharusnya dia menamparnya berkali-kali, tapi realitas memaksanya terus menahan diri."
"Lei Tingyu menyilangkan tangan di belakang kepala, dengan santai menunggu reaksinya."
"Kemurkaan Lan Xin hanya bertahan beberapa detik, lenyap seketika setelah mengingat ibu yang menunggu pertolongan."
"Tangan rampingnya meraih remote, setelah ditekan penghalang dengan sopir akan menjadi transparan dan kedap suara. Dia menggenggam tangannya, mencegahnya menekan."
"'Lakukan sekarang juga!'"
"Dia membelalakkan mata tak percaya, apa yang didengarnya... di dalam mobil?!"
"Itu pun di depan sopir! Gunung Es Lei benar-benar tidak tahu muka dan keterlaluan!"
"Sopir di depan tetap fokus menyetir, menunjukkan kemampuan profesional: tidak melihat/mendengar hal tidak senonoh. Pipi Lan Xin memerah seperti kepiting rebus."
"Ini terlalu keterlaluan, bagaimana mungkin dia memperlakukannya seperti ini di depan orang luar—"
"'Berani bersandiwara di hadapanku, tapi tidak punya nyali membuktikan 'kerinduan' mu?'"
"Kata-katanya seperti pedang. Dia menggigit gigi, tangan bergerak ke kerah baju, membuka kancing satu per satu."
"Matanya melotot penuh amarah. Sikap 'heroik' nya ini justru memuncakkan kemurkaannya hingga titik tertinggi."
"Apa yang keluarga Lan berikan padamu sampai membuatmu begitu keras kepala?! Di mana kebanggaanmu? Di mana martabatmu?" Dia menggenggam tangannya mencegahnya terus melepas.
"Ini semua karena kau yang memintaku melakukan ini!" Bukankah dia juga ingin punya kebanggaan, menginginkan martabat? Tapi bagi orang yang terpojok dan putus asa, harapan itu terlalu muluk.
"Berhenti!" Perintahnya dingin. Sopir yang tiba-tiba 'tuli selektif' itu langsung pulih pendengarannya, menghentikan mobil dengan mulus.
"Turun!"
Sopir mengira sang bos ingin melakukan 'aktivitas khusus', segera melepas sabuk pengaman dan bersiap mengundurkan diri.
"Dia yang kumaksud! Kau, Lan Xin, minggir sekarang, keluar dari sini!" Urat di pelipis Lei Tingyu berdenyut-denyut.
Lan Xin merasa dipermainkan habis-habisan. Pertama dia pura-pura memberi harapan, menyaksikannya menjadi badut-badut yang ditipu, lalu di akhir mengusirnya dengan kata-kata kasar.
Patung tanah liat pun punya batas kesabaran. Akhirnya dia memahami sifat asli pria ini: dari awal tak pernah berniat membantu, hanya ingin melihatnya dipermalukan.
Rasa malu yang menyiksa membuatnya tak sanggup menghadapi Lei Tingyu, apalagi menerima kekalahan diri sendiri. Dia mendorong pintu mobil dan berlari keluar menghujam hujan.
Hujan semakin deras, seolah seluruh curah hujan dunia dikumpulkan disini. Angin kencang dan guntur silih berganti menyelimuti.
Lei Tingyu tetap duduk tegak lurus, kedua tinjunya terkepal erat.
Sudah jam satu pagi, hujan di luar mengguyur deras. Sopir tahu sebagai karyawan, prinsip "tidak melihat/mendengar hal yang tidak pantas" harus dipegang, terutama ini urusan pribadi bos.
Tapi mengingat sudah larut malam dan cuaca begitu buruk, di jalan bahkan tidak ada mobil sama sekali. Selama dua bulan menikah ke keluarga Lei, Lan Xin selalu bersikap ramah. Para pelayan rumah tangga di kediaman Lei juga merasakan perhatiannya. Sopir teringat kebaikan mantan wanita protagonis ini, memberanikan diri mengambil risiko untuk angkat bicara.
"CEO, hujan di luar begitu lebat. Nyonya akan sangat sulit mendapatkan taksi. Bagaimana kalau saya mengantar Anda pulang dulu lalu mengantarnya——"
“Banyak mulut! Aku tidak tahu hujan sangat deras, aku tidak punya mata yang panjang?” Lei Tingyu meluapkan amarahnya pada sopir.
“Ya.” Sopir tidak berani banyak mulut, hatinya sangat kasian pada Lan Xin.
Sifat Lei Tingyu, dunia luar sampai begitu mistis. Semua tahu dia tidak menunjukkan emosi dengan kemampuan mengontrol diri tertinggi, tapi hanya orang-orang di sekitarnya yang tahu: seperti namanya, orang yang membuatnya murka pasti akan dikepung serangan petirnya. Lagipula, sifatnya memang tidak bagus.
“Perempuan sial, dia benar-benar pandai memancing kemarahan sendiri, belum pernah ada orang yang bisa membuatnya marah seperti ini!” Kedua tinju Lei Tingyu terkepal erat. Perempuan ini berkali-kali menantang batas dasarnya, pantas dibiarkan mati kehujanan! Bencana seperti ini hanya akan mengganggu kesadarannya yang terpusat, sama sekali tidak penurut!
Hujan yang menyertai angin dengan ganas memukul jendela mobil, di dalam mobil terasa sunyi senyap bagai kematian.
“Mengemudi.” perintahnya.
Sopir tidak berani melanggar, mobil digerakkan, baru melaju kurang dari 10 meter, Lei Tingyu tiba-tiba berteriak berhenti, kedua tinjunya menggenggam erat.
"Putar balik!"
Jalan-jalan yang sepi berubah menjadi lautan hujan berkabut, air hujan membawa kabut tipis yang menyelimuti jalan-jalan penuh kesedihan. Mobil melesat melewati Lan Xin yang sedang berlari dalam hujan.
Lei Tingyu menurunkan kaca jendela, memberi perintah dingin.
"Naik mobil!"
Setelan jas yang baru saja dipakaikan padanya kembali basah kuyup. Dia terus berlari seolah tidak mendengar.
Lei Tingyu mengerutkan kening, meninggikan suara.
"Naik mobil!!"
Dia berhenti, hujan membuat penglihatannya kabur, berteriak ke arah jendela mobil, "Aku tidak mau!"
Sudah cukup dirinya menahan sikap munafik pria ini, juga sikap merendahkannya yang tak tahu malu.
Benar, sekarang dia dalam kesulitan dan membutuhkan bantuan.
Tapi, pria ini sudah dipahaminya benar.
Perbuatannya tadi telah melampaui batas dasarnya. Dirinya yang tak pernah sebegitu tak tahu malunya, membenci kesombongan Lei Tingyu, lebih lagi membenci kelemahan diri sendiri.
Karena dari awal dia ingin memutus hubungan dan tak mau menolong, terus menginjak-injak harga dirinya yang sudah sedikit itu, untuk apa lagi mempertaruhkan sisa martabat?
Kesabaran Lei Tingyu habis, memutuskan turun dan membawanya naik sendiri.
“Entah itu urusanmu, kita sudah bercerai! Tuan Lei, CEO Lei yang terhormat, Lan Xin memang tidak berharga, memang memohon bantuanmu, tapi aku belum sampai hina untuk terus-menerus kaupermainkan!”
“Lei Tingyu, terima kasih telah membuatku melihat seperti apa dirimu sebenarnya, aku juga bersyukur separuh hidupku tak perlu terikat dengan hewan berdarah dingin sepertimu yang hanya melihat uang! Mulai hari ini, aku tak akan lagi merendahkan diri memohon padamu! Di dunia ini, kodok berkaki tiga memang langka, tapi pria berkaki dua bertebaran!”
Berani-beraninya dia menyamakanku dengan makhluk jelek itu! Lei Tingyu gemetar marah, yang lebih membuatnya jengkel adalah sikap tidak kooperatif wanita ini.
Setelah berteriak, dia berbalik dan lari secepat mungkin. Untuk melepaskan diri dari mobil mewah di belakangnya, dia belok ke samping menuju sebuah gang kecil yang gelap gulita tanpa lampu jalan.
Dia tak bisa menebak isi hati pria ini. Jika tak sanggup melawan, paling tidak bisa menghindar!
Lei Tingyu mengumpat "Sial!", membuka pintu mobil, bahkan payung tak sempat diambil, langsung mengejar dengan langkah cepat.
Lan Xin berlari masuk ke gang gelap. Kemarahan pada Lei Tingyu membuatnya tak sempat merasakan ketakutan. Kegelapan pekat di gang itu di malam hujan ini terlihat mengerikan dan menyeramkan.
Dia berlari kencang, tiba-tiba gaya tarik kuat dari belakang menarik lengannya yang panjang, menyeretnya ke belakang dengan cepat.
