BAB 9 BOSS KAU BEGINI TIDAK TAHU MALU TAHU?
"Lei Tingyu, kau brengsek!" Lan Xin teringat baru saja digendong seperti itu di depan para pelayan rumah Lei yang pernah hidup bersamanya berhari-hari, kemarahannya memuncak karena malu.
"Barusan kau sudah memaki, kalimat ini tidak kreatif. Kau belum bilang, masalah apa yang kau hadapi?" Dia mulai membuka pakaian basahnya, Lan Xin mendorongnya keras.
"Aku tidak perlu tipuan licikmu! Kau bahkan tidak berniat membantuku, untuk apa kuberitahu?!"
Baru saja di mobil, dia sudah merendah seperti itu padanya, tetap saja diusirnya turun. Kucing main dengan tikus pun tidak sampai segitanya, tangkap-lepaskan, terus diinjak-injak sampai puas baru ditelan!
Lan Xin berdiri, bersiap keluar dari pria mood-nya tidak stabil ini. Baru dua langkah, langsung ditarik kembali. Dia menggeliat keras sambil menendang-nendang.
"Cukup!" Tertampar sampai rahang, dia menyambar sprei dan sembarangan mengikatnya di kepala ranjang ukiran Eropa.
“Margaku Lei! Kau tidak tahu malu!” Lan Xin menggigil marah, mencoba menghentakkan kaki untuk menendangnya, namun dengan mudah ditindihnya. Tangan besar itu menyentak pakaian basahnya hingga terurai, berhamburan di lantai.
“Gerak lagi, berani tidak kau kubiarkan seluruh tubuhmu terikat, biar kau menggeliat sampai puas?”
Usai merobek baju atas, beralihlah ia ke celana panjangnya. Lan Xin memandang putus asa gerakan pria itu. Dirinya sudah begitu malang, masih saja diinjak-injak!
“Lei Tingyu, otak dipenuhi nafsu sampai corpus spongiosum menggantikan hippocampus?” Terburai telanjang dibalut sutra, ia mulai melepas pakaian basah di tubuhnya sendiri.
Seketika, kedua tubuh itu tak tersisa sehelai benang.
Laki-perempuan dalam kondisi demikian, terkungkung canggung dalam satu ruangan. Terlebih Lan Xin yang terikat, yakin Lei Tingyu telah menghinanya dengan kata-kata dan kini hendak merampas tubuhnya.
“Kita sudah bercerai, bagaimana kau masih berani memperlakukanku begini? Ini pemaksaan wanita melanggar kesadaran, ilegal kau tahu?!”
“Untukmu aku tak perlu memaksa—hari ini, siapa yang memuji-muji kemampuanku di depan publik?” Ia merobek helaian terakhir, melangkah perlahan mendekatinya.
Lan Xin memejamkan mata dalam keputusasaan. Tamatlah. Takdirnya untuk dimangsa. Jika tak bisa lolos, minimal tendang dia. Asalkan berani mengulurkan cakar iblis, tendang sekuat tenaga. Biar sampai akar kejahatannya hancur, baru puas dendam di hati!
“Binatang Buas yang diperkirakan menyelimuti tak kunjung datang. Dia mengulurkan tangan, mencubit pipinya, ‘Kapan otakmu bisa normal?’”
Matanya membelalak, “Kamu yang tidak normal! Seluruh keluargamu tidak normal!”
Menyekapnya di tengah malam dalam keadaan gila, lalu mengucapkan kata-kata aneh.
Kalimat yang dianggapnya wajar ini entah menyentuh saraf mana, Bos Lei yang selalu berjalan dengan citra dingin, di matanya ternyata muncul senyum tipis yang samar. Lan Xin merinding melihatnya.
Bahaya, jangan-jangan mentalnya terganggu? Dia sedang memakinya, tapi kenapa dia malah tersenyum?
Perilaku aneh pertanda bahaya, jangan-jangan setelah puas menggodanya, dia akan mencincangnya delapan bagian dan membuang jasadnya ke laut?
Dia bangkit menuju kamar mandi. Lan Xin mendengar suara cipratan air, pikirannya kosong melompong.
Kehujanan, dipermainkan Lei Tingyu yang berperilaku, sekarang dia bingung harus berbuat apa. Ibunya baru saja lepas dari bahaya maut, sementara satu-satunya penyelamat si Gunung Es Lei bertingkah ganjil. Sepertinya dia telah membuatnya murka.
Lei Tingyu selesai mengisi bak mandi. Keluar, dia melihat Lan Xin terduduk lesu di atas ranjang sutra asli milik mereka berdua.
Sprei merah menyala kontras dengan gadis pucat pasif. Ditambah ekspresi tak berdayanya, hatinya mendadak tercekat.
Dia lebih memilihnya mengacungkan cakar kecilnya untuk melawan, daripada melihatnya kehilangan jiwa seperti ini.
“Mandi air hangat, sudah siap.”
Dia membuka sprei yang mengikat tangan wanita itu, mencubit hidung mungilnya, "Kalau tak mau diikat, jangan nakal."
Setelah berkata demikian, pria itu menggendongnya dan melangkah besar menuju kamar mandi.
Bukan pertama kali Lei Tingyu melayani orang. Malam pengantin, nafsunya begitu liar. Saat sang gadis pingsan usai keperawanannya, dialah yang menggendongnya ke bak mandi. Hanya saja waktu itu sang gadis terlalu lelah hingga tak ingat jelas.
Kulit mereka saling menempel. Dinginnya tubuhnya dan hangatnya tubuh pria itu menyatu, suhu membara yang membangunkannya. Jarak ini terlalu dekat. Wanita itu meronta dua kali, tapi dihentakan dengan pukulan tak terlalu keras. Meski bagian ini baru saja dipukul sebelumnya, ada perbedaan esensi dasar antara melalui pakaian dan kontak langsung sekarang.
Lan Xin kembali memerah tanpa bisa mengontrol diri. Ucapan "mesum" yang ingin dilontarkannya tertahan rasa malu. Saat kesadarannya kembali, tubuhnya sudah terendam dalam bak whirlpool mewah.
Air hangat membungkus tubuhnya. Tak lama, pria itu ikut masuk ke bak. Kehadirannya membuat bak luas itu terasa sempit.
Wanita itu menoleh, melihat nyala api familiar dalam sorot mata pria itu. Tubuhnya kaku.
Lelaki itu ingin apa? Setelah dua bulan menjadi "wanita bersuami", dia tahu pasti. Hanya dalam hal ini, mereka bisa begitu harmonis tanpa ketegangan atau jarak.
Pantas Lei Tingyu tadi begitu sabar. Rupanya ini soal pedang di atas kepala karakter 'Penampilan' belaka.
“Lei Tingyu, kita sudah bercerai, kenapa masih memperlakukanku seperti ini?”
“Lalu menurutmu bagaimana seharusnya aku memperlakukanmu?” Tangannya perlahan menyusur kulitnya, suaranya lebih berat dari biasanya, setiap sentuhannya menimbulkan bulu kuduk halus.
“Kamu... jangan sembarangan menyentuh!” Setelah mengatakannya, ia sendiri merasa agak dibuat-buat.
Sudah dibawa masuk ke bak mandi dengan model pelukan seperti ini, bagaikan pisau tajam mengiris ikan, Lei Tingyu yang tak pernah mengklaim diri sebagai orang baik, percuma saja membicarakan ini?
Tapi diam saja juga aneh, sekarang ia merasa sangat canggung, terjebak dalam dilema.
“Um, aku tak akan menyentuhmu.” Ekspresinya bisa digambarkan dengan empat kata: pria bermoral lurus.
Lan Xin sedang heran mengapa tiba-tiba ia begitu bijaksana, mendadak matanya membelalak lebar!
Dia, dia berani——!
Katanya tidak akan menyentuh?
“Lei Tingyu, kau ingkar janji!”
“Bagaimana bisa? Aku tidak menyentuhmu, hanya——” Bisiknya di telinganya mengucapkan satu kata yang membuat wajahnya memerah.
Wajah merah padam dengan mata penuh kemarahan, ia puas melihatnya. Ekspresi penuh emosi ini jauh lebih menarik daripada sebelumnya.
Saat kesadarannya hampir sepenuhnya hilang, Lan Xin berpikir dengan sedih: keadaan sudah seperti ini, kunci telah masuk ke lubangnya, ia tak bisa mengubah takdir, hanya bisa berusaha mendapatkan sedikit tunjangan.
“Lei Tingyu, aku temani kali ini... Masalah keluarga Lan, kau—— Ah!”
Keluarga Lan, bagaikan mantra jahat, sekali lagi memicu kemarahan pria itu. Ia menyipitkan mata, bagus, di saat seperti ini masih memikirkan Keluarga Lan, rupanya usahanya belum cukup.
Maka, malam itu Lei Tingyu membuktikan dengan tindakan nyata deklarasi Lan Xin yang diteriakkan di perusahaan Lei siang hari, membuktikan bahwa ia memang pria serba bisa dengan stamina luar biasa.
Ketika Lan Xin terbangun, Lei Tingyu sudah tidak ada di tempat.
Saat pingsan kelelahan, sepertinya Lei Tingyu membisikkan sesuatu di telinganya tentang Keluarga Lan, tapi detailnya tidak jelas terdengar.
Gagal memohon bantuan malah dimakan habis-habisan, Lan Xin geram dan murka. Amarah yang tak tersalurkan membuatnya memandang sekeliling, matanya menyipit saat melihat lemari pakaian.
Ia berniat menggunting semua pakaian si brengsek Lei yang telah mengambil keuntungan darinya, terutama bagian selangkangan!
Pria macam ini pantas dibuatkan celana bocor, biar tak perlu repot melepasnya!
Lan Xin tak mau mengakui bahwa separuh dari ide kekanak-kanakan ini berasal dari ketidakpuasan terhadap performanya semalam.
Jika pada serangan pertama ia terpaksa, tapi kemudian ia justru memeluknya, setengah menolak setengah menerima dalam buaian pesona pria... Goblog!
