Bab 20 Dia Akhirnya Menemukan Pesonaku... Ternyata Tidak!
Lan Xin menerima balasannya.
Ingin minum sup bambu musim semi.
Panci sup di dapur mengeluarkan aroma harum yang memenuhi udara, membuat air liur meleleh.
“Apa ponsel sekarang bisa mentransfer rasa juga? Bagaimana dia tahu aku masak sup hari ini?”
Padahal tadi dia mengirim foto sup pakai akun WeChat lain. Kok bisa kebetulan dia juga ingin minum?
Mengingat nasihat Feifei bahwa meminta bantuan harus merendahkan diri, Lan Xin menghubungi nomornya.
"Ting Yu?"
"Um."
Di belakangnya, riuh rendah bandara masih bergema.
"Kamu ada waktu?"
"Ada, sepanjang sore aku luang."
Dia berbohong!
Asisten Qi di samping mendengar boss mengoceh dengan wajah poker, dalam hati berteriak histeris.
"Kebetulan aku masak sup, mau kuantar ke perusahaanmu?"
"Turunlah dalam 15 menit, mobilku kebetulan lewat."
Arahnya sama apanya sih! Alamat Nyonya sekarang berlawanan arah dengan perusahaan!
Qi Lei menggerutu dalam hati, dunia boss memang penuh misteri yang tak terjangkau manusia biasa...
Lan Xin menutup telepon, mengemas panci sup ayam lalu mengambil dua kotak dessert buatannya dari lemari es.
Perempuan yang piawai mengatur hidup ini, sekalipun dalam tekanan tak pernah mengabaikan diri sendiri.
Sejak kecil, selain ibu tak ada yang memberinya kehangatan. Ia belajar merawat diri sendiri.
Berpura-pura polos dan manis hanyalah strategi bertahan, sesungguhnya ia mandiri dan penyayang diri.
Pasca perceraian, ia terus menata hidup: makan tepat waktu, tidur teratur.
Sambil membawa rantang, Ting Yu bersandar di mobil dengan rokok di jari. Melihatnya datang, segera mematikan puntung.
Mobil barunya, Rolls Royce Ghost yang lebih formal dibanding koleksi flamboyannya sebelumnya.
Lan Xin membuka pintu penumpang dan masuk.
"Ada urusan bisnis?"
“Mobil bisnis jenis ini, dia ingat dia hanya akan menyuruh sopir mengemudikannya saat urusan bisnis, tertulis dalam Kit Rahasia.”
“Tidak ada.” Sebenarnya ada, tapi ditolaknya.
Sopir dan asisten khusus, semuanya telah diusirnya.
Lan Xin melihat mobil, lalu menatap pakaian resminya, menekan rasa penasarannya.
Orang itu adalah bos, orang kaya yang semaunya sendiri, mau pakai baju apa naik mobil mana, mana mungkin mantan istri seperti dirinya berkomentar.
Atmosfer di dalam mobil agak membeku, Lan Xin tak tahu kemana dia akan membawanya.
“Mengenai urusan ganti rugi——” Dia memutuskan untuk menghujam langsung.
“Nanti saja.”
Lan Xin memalingkan wajah ke kaca, bayangan profil tampannya terpantul sempurna tanpa cela, sepertinya agak kelelahan.
Tak kuasa menahan diri, dia memutar kepala dan mengamati profilnya beberapa saat.
“Apa kamu tidak cukup istirahat?”
“Um, makanan hotel tidak enak, ranjangnya juga kurang empuk.”
Yang terpenting, kurang satu aroma harum yang bisa menenangkan emosinya.
Sekarang, aroma harum lembut menyebar di mobil, membuat suasana hatinya sedikit membaik, bicaranya pun tidak sedingin tadi.
“Sebenarnya aku tak terlalu paham kalian orang kaya, demi ugang sampai mengabaikan kesehatan. Bukankah cari uang untuk menikmati hidup? Lihat kamu, makan tidak teratur, tidur juga tidak benar, akhirnya dapat banyak uang tapi siapa yang akan membelanjakannya.”
Setelah selesai bicara, Lan Xin merasa ada yang tidak pantas, tersenyum canggung, “Maaf, aku melewati batas.”
“Sungguh canggung, nada bicara barusan, kok mirip sekali seperti istri yang merajuk pada suami yang sibuk.”
“Pasti dia terlalu banyak mimpi berwarna, sampai sarafnya kacau.”
“Untungnya Bing Shan tidak melanjutkan topik ini, Lan Xin bahkan melihat sedikit kehangatan dalam pandangannya yang sekilas muncul.”
“Ya ampun, halusinasi kali?”
“Dia baru ingin mengamati lebih detail, tapi pria itu mengambil kacamata hitam di mobil dan memakainya, semua emosi tertutup rapat.”
“Lan Xin agak menyalahkan sinar matahari yang menyilaukan di luar. Andai bukan karena silau itu, dia takkan pakai kacamata hitam.”
“Dia benar-benar penasaran, tadi itu halusinasi atau nyata? Bing Shan juga punya ekspresi manusiawi seperti itu?”
“Terkadang, saat berada di posisi tertentu, apa yang dilakukan dan diucapkan bukanlah keputusan kita.” Jawabnya serius atas pertanyaannya tadi.
“Dari sudut matanya, dia melihat perempuan itu menghitung-hitung dengan jarinya.”
“Kau berani bicara panjang lebar padaku!” Lan Xin merasa hari ini benar-benar aneh. Bukankah si gunung es biasanya hanya bicara sepotong-sepotong?
“Urat nadi di kening Lei Tingyu berdenyut dua kali. Dia memalingkan muka dan mengabaikannya.”
“Hmm, baru ini dia yang sebenarnya.” Lan Xin merasa tenang.
“Dia lebih terbiasa menghadapi Lei Tingyu yang hemat kata dan dingin bagai gunung es.”
“Lagi pula, yang tidak wajar pasti ada udang di balik batu.”
“Dia mengira akan dibawa ke Grup Lei, tapi mobil justru berhenti di bukit pinggiran kota. Bukit hijau dengan sungai kecil jernih mengelilinginya.”
“Hah, di Kota B masih ada tempat seperti ini?” Lan Xin terjun dari mobil, udara pegunungan sangat segar.
Penampilannya justru mengejutkan karena cocok dengan lingkungan, hanya setelan jas resmi Lei Tingyu yang kontras dengan sekitarnya.
Ia membuka bagasi, mengeluarkan tikar piknik dan dua set peralatan memancing.
Lan Xin yang jeli melihat labelnya masih utuh, semuanya benar-benar baru.
“......Kamu tidak berniat memancing dan piknik dengan pakaian seperti ini?”
“Perusahaan mana yang melarang?” Dia melepas jaket, menggulung lengan kemejanya, lalu melemparkan set pancing padanya.
“Aku tidak bisa memancing, dan aku serius ingin membicarakan ganti rugi.”
Kini dia semakin tidak paham, sirkuit otak Lei Tingyu pasti berbeda dengan orang normal.
Baru turun pesawat setelah perjalanan melelahkan, si Gunung Es Lei ini masih sempat membeli peralatan memancing dan main permainan piknik?
“Kamu boleh pergi, tapi besok tuntutan pengacara pasti sampai di rumahmu.”
Lan Xin menggeleng, mulai lagi gaya lama ini!
Memancing ya memancing, siapa takut!
Setelah memasang kursi, dia memegang pancing meniru gayanya, dengan serius melemparkan kail ke sungai. Sekilas meliriknya, seketika terpaku oleh si orang jenius petir ini.
Di bawah sinar matahari, dia berdiri di tepi sungai kecil dengan pancing di satu tangan, tampan luar biasa. Sebatang rokok belum dinyalakan terjepit di bibirnya, berbeda dengan sikapnya yang angkuh di perusahaan, kini terlihat jauh lebih santai.
Lan Xin meletakkan pancingnya, mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa close-up profil pria tampan itu. Pemandangan indah dengan gunung hijau dan air jernih, materi bagus seperti ini tak ingin dia lewatkan.
"Sayangnya DSLR-ku tidak kubawa." Ucapnya dengan sedikit penyesalan.
"Kamu memotretku diam-diam?" Gumannya sambil menggigit rokok, lebih mirip canda daripada tuduhan.
"Aku memotret secara terbuka! Aku sudah belajar fotografi setahun, kalau bukan demi menikahimu, mana mungkin pindah ke jurusan bisnis yang kubenci!"
Lan Xin pernah sangat tergila-gila pada fotografi. Saat kuliah bahkan diam-diam mendaftar jurusan fotografi, sampai ketahuan Lan Mantian yang hampir menghajarnya. Akhirnya terpaksa pindah ke fakultas bisnis.
Tujuan keluarga Lan melatihnya sederhana: menikahi Lei Tingyu untuk membantu bisnis keluarga Lan.
Istri muda keluarga Lei, mana mungkin seorang pengangguran yang hanya main-main dengan kamera?
"Mulai sekarang, lakukan apa yang ingin kaulakukan." Bisiknya pelan.
"Apa katamu?" Lan Xin tidak mendengar jelas. Tangannya sibuk memotret Lei Tingyu dari berbagai angle. Anehnya pria itu cukup kooperatif dengan pose-pose kerennya.
Akhirnya dia menyadari pesona maskulinku. by monolog internal boss Lei yang narsis.
Foto-foto ini kalau dijual ke media pasti untung besar. by Lan Xin yang sedang bokek dan gelombang otaknya bertolak belakang dengan boss Lei.
