Bab 45 Menyiksa Boss Diam-Diam
Sambungan internal berbunyi. Suara sekretaris utama gemetar:
“CEO, ada... tamu untuk Bapak.”
“Tolak!”
“Tapi mereka bilang dikirim oleh Direktur Xin...”
Lei Tingyu mengerutkan kening. Baru teringat teleponnya ke Xin Ran tadi - meminta si Keempat carikan wanita.
Bukan cuma satu.
"Lan Xin penasaran menatapnya, tiba-tiba terdengar beberapa suara manja dan menggoda dari telepon."
"CEO Lei, kami dikirim oleh Direktur Xin."
Karena si kucing liar ini sudah kembali sendiri, para perempuan ini tak perlu ada lagi.
Dia hendak mengusir mereka, tetapi melihat sorot mata penasaran Lan Xin, akhirnya mengubah rencananya.
"Masuk."
Para sekretaris menyaksikan wanita-wanita menggoda ini masuk berurutan seperti ikan, dalam hati mereka muncul gambaran Ultraman melawan monster kecil.
Istri sah vs banyak wanita simpanan, pastinya akan sangat ramai di dalam?
Lei Tingyu duduk dengan angkuh di kursi kulit mewahnya, sementara Lan Xin memandang para wanita ini dengan ekspresi "agak tidak jelas tapi terkesan hebat".
Lao Si si kejam ini, sengaja ingin membuat suasana di tempat Lei Tingyu semakin ramai.
Dengan semangat "Lebih baik orang lain yang mati daripada diri sendiri, menonton keributan tak takut masalah besar", dia sengaja memilih artis-artis dari perusahaannya yang ahli merayu dan memikat. Para wanita ini langsung bersinar matanya melihat Lei Tingyu.
Lan Xin melihat para wanita ini, lalu menatap Lei Tingyu yang tetap tenang. Untuk apa dia mengumpulkan banyak perempuan? Aroma parfum mereka sangat menyengat, dia hampir bersin.
"CEO Lei~" Para wanita menerjang Lei Tingyu.
Dengan kompak mereka menempel di kiri-kanan, ada yang merangkul lengan, memukul bahu, bahkan satu orang langsung duduk di pangkuannya.
Dia menatap Lan Xin, menahan rasa mual karena ditempel-tempel, sorot matanya penuh tantangan.
"Lan Xin masih belum memahami situasi, dia menatap Lei Tingyu lalu melihat para wanita ini, akhirnya menyimpulkan kesimpulan yang membuat Lei Tingyu muntah darah."
"Bahu Anda sakit, jadi memanggil tukang pijat?"
"Jangan sok akrab! Aku dikirim CEO Xin untuk melayani CEO Lei. Dasar adik kecil hijau, pergilah ke tempat yang sejuk!" kata wanita yang duduk di pangkuan Lei Tingyu.
Lan Xin hanya mengenakan pakaian kasual biasa.
Setelah bercerai dengan Lei Tingyu, semua barang merek mewahnya disimpan, hanya memilih pakaian rakyat seharga seratusan ribu. Sekarang dia juga tidak merias wajah, terlihat polos seperti siswa.
Para wanita ini tidak tahu statusnya, tetapi secara insting merasa terancam. Saat datang CEO Xin bilang, "Delapan Dewata menyeberangi laut masing-masing menunjukkan kemampuan istaninya", siapa yang bisa menaklukkan CEO Lei akan melesat ke puncak. Mereka tidak mau dikalahkan Lan Xin di tengah jalan.
"Kalian suruh aku pergi aku harus pergi? Kalian ini bawang apa?!" Lan Xin membalas. Dia bukan orang lemah yang bisa dikeruk seenaknya.
Lei Tingyu yang melihatnya membalas para wanita itu hampir puas mengangguk, tapi mendengar Lan Xin bergumam:
"Lihatlah selera memilih wanita mu, semakin hari semakin jelek."
Dia kesal. Wanita di pelukannya bertanya manja, "CEO Lei, siapa dia?"
"Dia..." Melihat Lan Xin yang tak peduli.
Dia menggigit gigi, "Pelayan."
Ternyata pelayan! Setelah mengkonfirmasi tidak ada ancaman, para wanita ini mulai sombong.
Satu per satu mulai menyerang Lan Xin.
“Ternyata cuma pelayan, sok gaya!”
“Iya tuh, makeup aja nggak pakai, pantas nongkrong di samping CEO Lei!”
Cek cek cek......
Lan Xin mengangkat alis, jangan-jangan Lei Tingyu sengaja ngumpulin perempuan-perempuan buat main debat sama dia?
Tadi sok suci bilang CEO EF playboy, nyatanya sama aja bejatnya!
Perempuan di pelukannya udah mulai usap-usap dadanya, Lan Xin merinding. Dasar, perempuan-perempuan pada ngejer kayak lalat ngelihat tai...
Ekspresi melamunnya bikin si boss Lei geram.
Kok nggak langsung ngamuk? Nggak usir semua cewek ini?
Udah jelas-jelas dia provokasi, tapi ini cewek malah asyik melamun! Dari senyum sinisnya, pasti lagi nyiapin jebakan buat dia!
Lei Tingyu dan Lan Xin saling tatap melalui kerumunan perempuan. Salah satu cewek nekat langsung cium pipi Lei.
"Hei!" Lan Xin akhirnya bereaksi, jari gemetaran menunjuk si cewek.
Lei Tingyu yang mau marah besar ke cewek itu, lihat reaksi Lan Xin langsung tahan mual karena dicium.
Tapi satu detik kemudian, Lan Xin bikin dia lebih murka.
"Lipstik merek apa tuh? Kok nggak luntur waktu dipake ciuman?!"
“Dia cium begitu keras, tapi di wajahnya tidak ada bekas bibir Yey!”
Lan Xin merasa ini cukup ajaib.
Kemudian, wajah bos Lei berubah dari gelap menjadi hijau.
“Karena ada banyak orang yang menemanimu, aku akan mundur dulu.”
“Nanti malam aku akan masak sup memperbaiki ginjal, jangan lupa minum.” Urus sekaligus banyak perempuan, mungkinkah ginjalnya tidak sampai rusak?
“Pergi!” Yang pengen bikin kesal, jelas-jelas dia.
Tapi dalam kondisi sekarang, Lan Xin sama sekali tidak bereaksi, malah dia yang harus menahan sampai sakit dalam.
“Oh, baiklah.” Lan Xin mendekati pintu, tiba-tiba menoleh lagi.
Dengan ekspresi serius berkata, “Ngomong-ngomong, aku kasih petunjuk tambahan persahabatan, pencegahan penyakit, Hargai nyawa, jauhi AIDS, saat kritis, set apa gitu, jangan lupa bawa ya.”
Dia menyambar folder yang baru diambil di meja, melemparnya keras-keras. Lan Xin buru-buru buka pintu kabur, folder menghantam pintu dengan suara 'dang'.
“Amarah memuncak, pantas saja perlu banyak perempuan untuk ngebakar semangat.” Gumamnya.
Para sekretaris memandangnya dengan ekspresi kasian, merasa kepala nyonya bos hijau banget.
Lan Xin melambaikan tangan pamitan, masuk elevator, heran menutupi garis leher bajunya.
Kenapa rasanya sesek di sini, mungkinkah karena kurang tidur, hati juga bisa sakit?
Kondisi seperti ini sepertinya mulai terasa sejak melihat perempuan lain menciumnya. Membayangkan Lei Tingyu memeluk kiri kanan, di sini jadi sesek.
"Kualitas udara di dalam elevator benar-benar tidak bagus," pikir Lan Xin, merasa udara agak tipis sehingga sulit bernapas.
Dengan santai perempuan itu pergi, membuat Lei Tingyu gemetar sampai urat nadi di dahinya berdenyut.
Sekumpulan perempuan masih mengerumuninya, tapi tanpa basa-basi ia mendorong mereka.
"Pergi." Suaranya berat.
"CEO Lei, kami kakak-beradik ini berpengalaman, pasti lebih bisa memuaskan Anda dibanding perempuan hijau tadi—"
"Kubilang pergi! Telinga tuli? Enyahlah, enyahlah, enyahlah!"
Wajah hitam legam dan nada bicara dinginnya membuat para perempuan itu ketakutan, buru-buru mundur tanpa berani menoleh.
Ruangan kini sepi, wangi samar Lan Xin sudah tenggelam dalam bau parfum menyengat. Lei Tingyu menjijikkan mengusap wajah yang baru saja dicium, masih merasa mual.
Dari laci ia mengeluarkan tisu disinfektan, mengusap berulang kali sampai wajahnya memerah tapi tak mau berhenti, benar-benar menjijikkan.
Dengan tindakan nyata, sekali demi sekali dia membuktikan bahwa di hatinya tidak ada tempat untuknya.
Karena tak ada cinta, maka tak ada kepedulian.
Segala yang bisa dihancurkan di ruang CEO sudah hancur. Terpaksa ia menganggap tong sampah sebagai perempuan sialan itu untuk dihentak, kue-kue berceceran memenuhi ruangan dengan aroma manis.
Kue-kue yang berserakan di lantai bagai perempuan terkutuk itu, dengan sikap manis tanpa ampun berkata: "Aku lezat? Ingin memakanku? Tapi kau..."
Takkan bisa menikmati!
Lan Xin, ingin kabur? Jangan harap!
“Bab 46 Lanxin dalam Bahaya, Buru-buru!”
“Bab 46 Lanxin dalam Bahaya, Buru-buru!”
Lanxin tiba-tiba merasa sesak di dada.
Setelah keluar dari perusahaan Lei Tingyu, dia mencari warung malatang tingkat setan, memesan mangkok level hantu dengan kuah super pedas. Makan sambil mengeluarkan air mata dan keringat deras.
"Tambah satu mangkok lagi, level hantu dua kali lipat!"
Kebiasaannya sejak kuliah: saat ada masalah, serang dengan malatang setan. Menurutnya tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan malatang level iblis.
Kalaupun belum, tambah satu mangkok lagi.
Beberapa suapan membuat perutnya perih terbakar, tapi bayangan Lei Bing Shan memeluk perempuan lain tak mau hilang.
Kenapa jadi seperti ini? Apa karena kabar pertunangan Mu Feng?
Lanxin menepuk wajahnya, menyuapkan malatang super pedas ke mulut. Tak disadarinya, sejak Lei Tingyu bilang Mu Feng akan menikah sampai sekarang, dia hanya memikirkan mantan pacarnya itu SEKALI.
Sisa waktunya dipenuhi ingatan akan si gunung es otoriter yang tak tahu malu itu, dan gambarnya sedang memeluk wanita lain.
Cara andalan malatang penghilang galau sepertinya gagal. Semakin dimakan, hati semakin sesak.
Malam itu, perut Lanxin mulai terasa nyeri.
Dadanya juga terasa berat, sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Dia menelan butir obat maag lalu berbaring di ranjang. Setiap kali memejamkan mata, bayangan Lei memeluk perempuan lain langsung muncul.
Mungkinkah karena terlalu banyak mimpi berwarna, mentalnya jadi tidak wajar?
Biarkan dia memeluk atau mencium siapa pun, apa hubungannya dengan dirinya?
Mengapa dia selalu memikirkan pria itu tanpa alasan?
Perceraian ini dia yang ajukan, bukankah seharusnya dia senang bisa melepaskan diri dari cengkeraman Bing Shan? Tapi mengapa setiap kali memejamkan mata, yang terbayang adalah dia membalut lukanya, mengajaknya memancing, dan mengetuk kepala sambil menyebutnya kikuk?
Perutnya terasa panas menyiksa, Lan Xin terpaksa mengeluarkan ponsel dan membuka lingkaran pertemanan untuk mengalihkan rasa sakit.
Peringatan! Jauhi Godaan Perempuan Jahat——Bagus, tiga pandangan hidup benar, teruskan!
Kemerosotan moral adalah lari kencang menuju jalan buntu, bahaya perselingkuhan pria——Terlalu positif, teruskan!
.....Dia meneruskan banyak konten menggunakan akun yang terhubung dengan Lei Tingyu, memastikan dia melihatnya.
Setelah mengirim, Lan Xin merasa lebih lega, tapi perutnya semakin tidak nyaman.
Beralih akun, dia mengunggah foto malatang pedas setan buatannya dengan emoji muntah.
Segera ada yang mengirim pesan.
lex：Kamu yang makan?
Mantanku Playboy：T_T......
lex：Mencari mati!!!!
Melalui layar ponsel, Lan Xin tiba-tiba membayangkan sosok Lei Tingyu.
Andai tidak terlalu sakit, dia ingin mengejek bahwa gaya bicara lex ini persis mantan suami bajingannya.
lex：Hai, kamu bicara, sekarang apakah perutmu sakit?
Mantan pacarku adalah playboy：Um, minum obat perut malah semakin sakit.
Sisa tenaga terakhir habis, tidak lagi melihat ponsel, berbaring di ranjang, menahan gelombang rasa sakit yang datang bertubi-tubi.
lex mengirim banyak pesan lagi, bertolak belakang dengan gaya ringkasnya biasanya, Lan Xin yang kesakitan tidak membaca satupun, terbaring lemas di ranjang, tidak tahu sudah berapa lama.
Di telinga samar-samar terdengar suara keras, tidak tahu benda apa yang berdengung, dia merasa mungkin mengalami tinitus.
Perutnya mual-mual, dia berlari ke toilet, wah... ternyata muntah darah.
"Ibuuu, Lin Daiyu!" Dia menatap darah di tangannya sendiri, kaget setengah mati.
Ternyata bisa muntah darah seperti Adik Lin.
Sepertinya ada yang mengetuk pintu, pandangan Lan Xin semakin berkunang-kunang, tubuhnya semakin tak berdaya.
Mungkinkah dia akan mati karena semangkuk malatang ini......
Kakinya gemetar, tak berdaya bersandar pada wastafel, di telinga terdengar suara ledakan dahsyat, seolah sesuatu terbelah...
Tunggu, itu pintunya?!
Lan Xin mempertahankan pandangan yang semakin buram, melihat Lei Tingyu bagai dewa yang turun dari langit, masih membawa kapak di tangan?
Lei Tingyu melihat kondisi Lan Xin saat ini, pertama kali merasakan apa itu ketakutan.
"Wajahnya pucat, rapuh seperti kertas, tangan dan sudut mulutnya masih ada darah yang belum sempat dibersihkan. Wastafel dipenuhi warna merah yang mengerikan."
"Xin Xin!" Ia berlari menghampiri, langsung memeluknya tanpa ragu dan membawanya keluar.
Lan Xin masih sedikit sadar, "Bagaimana... kau bisa datang?"
"Jangan bicara, hemat tenagamu."
Bukannya membawanya turun, ia justru menuju lantai atas.
Lan Xin yang masih setengah sadar bertanya, "Kenapa kau bawa aku naik? Harusnya turun..."
Mungkinkah Bing Shan ingin mengajaknya bunuh diri dengan terjun bersama?
Lan Xin mengagumi semangat Ratu-nya sendiri, mentalnya benar-benar luar biasa. Dalam keadaan seperti ini masih bisa berpikir begitu.
"Saat ini pusat kota macet parah. Sudah kuperintahkan helikopter pribadi langsung datang."
"Oh, mengerti." Ia mengangguk lemah, "Rupanya aku sedang bermimpi."
Pantas saja Lei Tingyu tiba-tiba muncul dan melakukan tindakan fantastis seperti ini.
"Jangan banyak bicara! Akan segera kuantarmu ke rumah sakit terbaik. Xin Xin, kau harus bertahan!"
Tangannya meraba wajah paniknya, berbisik dengan sisa tenaga terakhir, "Dirimu dalam mimpi... jauh lebih penyayang..."
Selama ini ia selalu memanggil namanya langsung. Mustahil ia memanggil dengan begitu lembut. Lan Xin semakin yakin ini hanya mimpi, mimpi yang menyakitkan namun terasa nyata.
Perutnya terasa seperti ditusuk belasan pedang secara bergantian.
Tenggorokannya tersekat darah manis yang tak bisa dimuntahkan maupun ditelan.
Dalam mimpi ini, Lei Tingyu benar-benar hangat, dia memeluknya seperti ini. Menempel di dadanya, Lan Xin bisa mendengar detak jantungnya. Rasanya sangat nyaman.
Pada pandangan terakhir, penglihatannya yang kabur melihat helikopter yang berhenti di atas gedung. Atap kompleks ini tidak memenuhi syarat untuk pendaratan. Dengan satu tangan Lei Tingyu memeluknya erat, tangan lain mencengkeram tali parasut pesawat, lalu terbang ke angkasa dengan gagah.
Jika Lan Xin tidak pingsan, pasti akan menepuk tangan untuk Lei Tingyu dalam mimpinya yang memiliki kekuatan lengan luar biasa...
Saat terbangun lagi, yang terlihat adalah warna putih bersih. Aroma lili samar-samar mengambang di udara, menutupi bau disinfektan yang menyengat.
Mata Lan Xin masih belum kuat membuka. Dari telinganya terdengar percakapan yang diredam.
"Tuan Lei, sekarang Nyonya Lei sudah lepas dari bahaya maut, tapi masih harus diobservasi 48 jam."
"Bagaimana bisa sampai seperti ini?" tanya Lei Tingyu.
"Nyonya Lei mengonsumsi cabai berlebihan. Capsaicin merangsang penyempitan pembuluh darah di bawah mukosa, menyebabkan pendarahan. Untung Tuan cepat membawanya ke rumah sakit. Jika terlambat sedikit, bisa menyebabkan obstruksi usus yang sangat rumit."
Serangkaian istilah medis membuat alis tebal Lei Tingyu berkerut.
Tangan digerakkan mengusir dokter pergi. Memandang Lan Xin yang pucat di ranjang, kegelisahannya tak tersalurkan.
Sedikit lebih lambat, kucing liarnya akan menjadi kucing mati...
Amarah yang tak tersalurkan ini membuat Lei Tingyu mengeluarkan ponsel dan menelepon asisten khususnya yang serba bisa.
“Qi Lei, segera cari orang di kota, suruh mereka melakukan penegakan hukum gabungan. Bubarkan semua pedagang kaki lima di Kota B, terutama yang jual malatang!”
Orang biasa tak bersalah, tapi harta bendanya yang jadi masalah! Siapa suruh mereka jual barang aneh-aneh ini untuk kucingnya? Sekarang kucingnya sakit, dia jadinya menghukum orang-orang ini!
Lan Xin mendengar sampai di sini, akhirnya tak bisa terus berpura-pura mati.
Sayang, malatang itu tak bersalah!
