Bab 47 Sebuah ide yang hampir terungkap
“Lei Tingyu.” Suaranya serak.
Saat muntah darah, tenggorokan juga terluka.
Dia menutup ponsel, bergegas mendekat.
“Kau sudah sadar.”
“Um, masih hidup...”
“Jangan ngomong sembarangan!” Tangannya terulur, awalnya ingin memeluknya, tapi berhenti di udara.
Tubuhnya masih lemah, jangan sembarangan disentuh.
Mengubah arah, dengan lembut mengusap kepalanya.
“Dokter bilang sekarang kau hanya boleh makan makanan cair, mau makan apa?”
“Malatang....”
Matanya tiba-tiba menjadi muram, “Masih nekat mati?!”
Ada orang yang sampai muntah darah karena makan di kaki lima!
Ingin dia bertanya, apakah mutiara di lehernya itu cuma hiasan?
“Bukan, aku tidak mau makan malatang. Maksudku, jangan merepotkan mereka, pedagang kecil juga sudah bekerja keras.”
Dia juga tak menyangka kejadian kali ini akan separah ini.
“Kamu masih punya niat jahat mengurus nasib orang lain?”
“Hmph, apa kualifikasi kamu untuk mengatakan ini padaku!” Ia memutar kepala ke samping dengan kesal.
Bukan karena dia main dengan banyak perempuan, mana mungkin dia sampai lari makan untuk melampiaskan emosi?
“Aku pemilikmu, kenapa tidak punya kualifikasi?”
Bagus, baru bangun sudah bisa membuat orang marah dengan energi penuh, sepertinya pemulihannya baik.
“Apa pemilik?! Penyewa, penyewa! Lei Tingyu bagaimana bisa kamu begitu, aku manusia, bukan kucing!”
“Manusia?” Lei Tingyu mendengus dingin, teringat gambarannya melihat tubuhnya penuh darah ditambah perasaan menunggu dia sadar, nada bicaranya sarkastik.
“Apakah manusia sebodoh kamu, sembarangan makan sampai muntah darah? Bisa lebih bodoh lagi!”
Lan Xin juga tak menyangka hanya makan semangkuk malatang pedas bisa berakibat sebegitu bahaya, bahkan layak jadi headline halaman masyarakat sebagai contoh buruk bagi warga.
Ia menjulurkan lidah, “Aku juga tak kira akan separah ini!”
Tapi ingat alasan dirinya melahap malatang untuk melampiaskan amarah, Lan Xin kembali tidak rela dan mengerutkan bibir, “Dalam hal ini, kamu juga punya tanggung jawab!”
“Aku?” Lei Tingyu mengerutkan kening.
“Kalau bukan karena kamu main-main, mana mungkin aku sampai makan malatang? Aku kan suka makan saat bad mood.”
Mendengar ini, kilatan emosi aneh muncul di mata hitam Lei Tingyu, sudut bibirnya yang dingin tak terduga sedikit terangkat.
“Kamu sedih karena aku dekat dengan perempuan lain?”
Jangan-jangan, kucing bodoh ini mulai melek?
“Tentu sedih! Kita sudah bersama selama 2 bulan, kamu tidak pernah pakai........kondom.”
Kata terakhir hampir tak terdengar dari mulut Lanxin, wajahnya terlihat tak nyaman.
Jawaban ini jauh dari ekspektasi Boss Lei. Bukannya cemburu melihatnya bersama perempuan lain?
“Bagaimana jika kamu membawa virus menjijikkan dari luar? Astaga, aku harus bagaimana! Karena sedang di rumah sakit, segera periksakan aku ke dokter untuk beberapa tes tambahan. Aku tak mau kena penyakit berawalan A!”
Alasan yang dipaksakan ini membuat Lanxin secara tak sadar mencari pembenaran untuk perilaku anehnya, sementara bayangan mengerikan mengintai di kedalaman hatinya.
Sikapnya yang tak punya hati membuat Lei Tingyu yang tadinya berharap langsung geram, ingin memukul pantatnya beberapa kali!
Tapi mengingat kucing ini masih sakit, amarah tak tersalurkan sang Boss hanya bisa diubah menjadi tepukan di kepala, berharap bisa membuat si kucing bodoh ini sedikit pintar.
“Jujur, Lei Tingyu aku serius. Kamu juga sebaiknya periksa. Berganti-ganti perempuan terus, risiko tertular penyakit tinggi.”
Melihat hanya mereka berdua di ruang pasien, Lanxin berbisik pelan seolah memberi penjelasan rahasia.
“Tahu bagaimana orang bisa kena penyakit kotor? Aku kasih tahu, kalau kamu terus berganti pasangan, lalu——!”
“Diam!”
Jika membiarkannya terus bicara sembarangan, mungkin benar-benar akan mencekiknya.
“Semua yang dia katakan ini, sudah dia lihat dari linimasa pertemanan yang dia bagikan ulang. Saat membacanya, diam-diam dia sudah kesal sekali.”
“Tak disangka keluar dari mulut kecilnya ini, semakin membuatku jengkel!”
Lan Xin melihat ekspresi marahnya yang memuncak, tidak berani melanjutkan. Hal seperti pembunuhan untuk menghilangkan jejak, dia yakin Lei Tingyu bisa melakukannya. Diam-diam dia menyesuaikan posisi berbaringnya.
Setelah lama terdiam, tiba-tiba dia membuka mulut.
“Aku tidak menyentuh perempuan-perempuan itu. Setelah kau pergi, kusuruh mereka pergi.”
“Oh.”
Lei Tingyu merasa menyesal telah menjelaskan tindakannya padanya, tapi mendengar Lan Xin bergumam sendiri.
“Pasti perempuan-perempuan itu tidak sesuai seleramu? Sebenarnya kau sedang mencari anggota baru ya?”
Urat nadi di kening Lei Tingyu berdenyut dua kali, bibirnya mengeras. Selalu ada satu kalimat darinya yang bisa membuatnya naik darah.
“Kenapa tiba-tiba kau datang ke rumahku?” Lan Xin tak ingin terus membahas skandalnya, hatinya jadi tidak nyaman.
Lalu mengalihkan topik.
“Kebetulan lewat.”
“Kemana-mana bawa kapak? Lagipu, helikopter yang kulihat sebelum pingsan tadi dari mana?”
“Kau ini 100.000 mengapa? Diam!”
“Tapi ini benar-benar aneh...”
“Kalau masih bicara, potong gajimu setahun!”
Dia cemberut kesal, kapitalis terkutuk!
Menutup mata, melewatkan sorot mata lembutnya yang langka.
Sepanjang hari, kucing liar kikuk ini...
“Mengingat Lan Xin akhir-akhir ini sering mengalami musibah, dan alasan terluka semuanya disebabkan olehnya, Lan Xin memutuskan untuk menjaga jarak dengan boss.”
“Dalam peristiwa malatang kali ini, Lan Xin dengan tidak tahu malu menyalahkan Lei Tingyu sebagai penyebabnya, jadi wajar jika Gunung Es Lei selama dua hari ini relatif toleran padanya.”
“Dia bukan 100% ramah, selalu ada firasat sepertinya dia sedang kesal dengannya, tapi karena dia sakit, tidak mau berkonflik. Sikap angkuh dan rumitnya membuat orang sulit memahami niatnya.”
“Perutnya perlu istirahat total, terbaring di ranjang sangat membosankan. Gunung Es Lei mengembalikan ponsel dan kameranya, bahkan memindahkan pekerjaannya ke ruang pasien khususnya.”
“Alasannya——”
“Sebagai pemilik, bagaimana mungkin melihat kucing peliharaan sendiri mati?”
“Setiap kali dia berkata seperti ini, dia selalu mengacungkan jari tengah dalam hati padanya.”
“Dia memotret close-upnya saat bekerja dengan kamera. Ajaibnya Gunung Es Lei tidak marah, hanya mendekat, memeriksa film dasar untuk memastikan citra megahnya tidak dirusak dengan niat jahat, lalu membiarkannya.”
“Maka, Lan Xin menggunakan kamera yang diklaim spesifikasi rendah tapi efeknya luar biasa ini, mengambil banyak foto close-up-nya.”
“Lei Tingyu dalam lensa kamera terlihat bertekstur sempurna, sedikit berkurang kewibawaannya, tapi muncul sesuatu yang lain.”
“Dia berhasil mengabadikan momen ketika dia secara kebetulan menengadah memandang ke arahnya.”
Pria tampan berwibawa, menangani pekerjaan dengan gesit, sorot mata yang tak sengaja menoleh, membawa kelembutan ajaib. Momen ini terabadikan oleh kamera. Lan Xin menatap Lei Tingyu di layar, merasa dadanya sesak.
Di dasar hatinya, sebuah pemikiran hampir terucap: Jika dia bukan pria playboy, jika latar belakangnya tak serumit ini, jika mereka hanya pasangan suami-istri biasa, akankah perasaan tumbuh padanya?
Sayangnya, tak ada 'jika'...
Dia menggelengkan kepala, memikirkan apa? Pria ini kejam dan selalu mengganggunya, bagaimana bisa muncul pikiran aneh seperti ini!
