Bab 49: Kemenangan Kecil
Mu Feng sengaja membiarkan keheningan berlarut. Lan Xin yang tak tahu harus bicara apa akhirnya memecah kebisuan setelah beberapa detik.
"Mau minum air?"
"Tidak, terima kasih."
"Eh... Kalau buah-buahan?"
"Lan Lan, perlukah kita jadi serumit ini?"
Ia membeku, pria itu masih sama. Terlihat tenang dan santai, namun kata-katanya tajam menusuk tepat ke titik vital.
"Kebiasaan burukmu masih belum berubah, saat canggung selalu menarik orang lain untuk makan." Kebiasaan ini sudah ada sejak SMA dulu.
"Kamu sudah kembali sejak kapan?" Lanxin berhenti mengalihkan pembicaraan, mencari topik sembarang sambil berusaha bersikap natural seperti menghadapi teman lama.
"Sudah kembali beberapa waktu."
Mu Feng berhenti sejenak, menyadari kekakuan Lanxin. Ia membuka tas dan mengeluarkan sepotong sate untuknya.
"Kebiasaanmu makan berlebihan saat tidak enak badan masih belum berubah ya."
"Eh, iya sih." Lanxin menerimanya dengan tertawa kaku.
Berkat kebiasaan buruk ini, ia hampir mati muntah darah setelah menyantap malatang.
"Rasanya masih kalah jauh dengan yang di belakang sekolah dulu kan?" Ia mengalihkan topik ke hal yang tidak membuatnya malu.
Lanxin menggigit kecil, mengangguk. "Jauh sekali."
Topik makanan mencairkan keasingan di antara mereka. Mu Feng bercerita tentang pengalaman lucu di luar negeri, perlahan jarak antara mereka menyusut.
Setelah beberapa saat, tiba-tiba Mu Feng mengubah arah pembicaraan.
"Lanlan, sekarang... apakah hidupmu baik-baik saja?"
Suasana yang semula riang tiba-tiba membeku.
Lanxin terpaku beberapa detik, lalu menjawab dengan nada ringan.
“Bagus, bagaimana tidak bagus, lihat, ini kamera EF baru yang kudapat. Waktu sekolah dulu betapa kusuka ini, kau tahu? Nabung lama pun tak cukup untuk beli tutup lensa.”
Ia menatapnya beberapa detik tanpa berkedip.
Lan Xin merasa hidungnya mulai pedih karena tatapannya.
Bagus apa? Tubuh tak bisa dikendalikan sendiri, tapi bicara padanya, apa gunanya?
Ia menarik napas dalam-dalam, tak sadar meremas ujung baju, "Kalau kamu, sekarang baik-baik saja?"
"Lan Lan, kau berbohong." Potongnya.
"Setiap kali berbohong, kau selalu meremas ujung bajumu. Apa kau ada kesulitan?"
Pada momen ini, akhirnya ia yakin: dia tetap dia.
Apapun topeng yang dikenakan - nyonya kaya raya atau istri CEO Klan Lei.
Setelah polesan terkelupas, tetap ada gadis yang suka makan dan tertawa, punya semangat hidup tak kenal lelah, lugu tapi menggemaskan, dengan batas dasar yang teguh.
Saat Mu Feng tanya ada masalah, Lan Xin segera menyungging senyum sempurna, seperti ekspresi terlatih bertahun-tahun.
Ingat, kau calon istri Lei Tingyu, nyonya muda Klan Lei. Tak perlu orang lain membaca raut wajahmu.
Jika tak memenuhi standar presisi, biaya pengobatan ibumu tanggung sendiri.
Nasihat Lan Mantian bergema di pikiran. Kini kebiasaannya: jika ada yang membongkar topeng, segera ganti dengan topeng "sempurna" versinya.
"Hanya Lei Tingyu yang bisa semena-mena menyobek penyamarannya, dengan mudah membuat emosinya kolaps total."
Senyumannya cantik, tapi tak sampai ke matanya. Mu Feng memandangnya seperti boneka tanpa jiwa, tiba-tiba merasakan sakit hati yang tak tertahankan.
"Lan Lan, sebenarnya apa yang terjadi? Jangan tersenyum seperti ini, aku akan sakit hati."
Air mata Lan Xin tumpah tanpa peringatan, tapi mulutnya tetap tersenyum. Ia buru-buru mengusapnya dengan tangan.
"Maaf, mungkin mataku terkena pedas."
Saat dia bilang "sakit hati", air matanya langsung tak terkendali.
Bertahun-tahun, tak ada yang peduli padanya, atau pada keberadaannya.
Ia terpaksa melakukan hal yang tidak disukainya.
Lan Mantian menganggapnya sebagai alat untuk mengontrol Lei Tingyu, sementara Lei Tingyu sendiri adalah pria yang sulit ditebak - sebentar tenang, sebentar meledak amarahnya, berubah seperti udara yang tak bisa ditangkap.
Tapi, Mu Feng bilang dia sakit hati padanya.
Tiba-tiba ia sangat ingin menangis.
Melihat tangisannya, hati Mu Feng perih seperti tertusuk jarum.
Tangannya terangkat, belum sempat menyentuh pipinya, suara dari belakang membuat kedua orang di ruangan itu kaku.
"Kedatangan senior Mu, kenapa tidak beri tahu saya?"
Sorot mata Lei Tingyu menyapu pasangan di ruangan itu, tertahan sejenak pada bekas air mata di wajah Lan Xin. Matanya menggelap sebelum berbalik ke Mu Feng, dalam sekejap berubah menjadi amarah.
Bagus, dia hanya keluar sebentar saja, lihat, Kucing liar ini menghadiahkannya apa!
Lei Tingyu melewati Mu Feng, meletakkan termos di sisi ranjang Lan Xin. Ini adalah masakan obat yang dibuat khusus oleh koki kepala level khusus atas permintaannya.
Kehadirannya membuat suasana ruangan tiba-tiba menjadi mencekam.
Lan Xin merasa dadanya seperti tertindih batu raksasa. Mencium aroma kuat masakan obat dari termos itu, perasaan takut ketahuan mulai menyelinap di hatinya.
Rupanya dia tidak pergi karena emosi tiba-tiba... Dia pergi mengambil makan siang untuknya...
Lei Tingyu tanpa basa-basi merebut sate setengah dimakan dari tangan Lan Xin, melemparkannya ke tong sampah di samping ranjang, sekaligus membuang dua kantong makanan pemberian Mu Feng yang ada di tepi ranjang.
"CEO Lei, kau terlalu ikut campur! Apa kau tidak tahu makanan kesukaan Lan Lan?"
Mu Feng sangat tidak puas dengan sikap Lei Tingyu.
Bagaimana mungkin Lei Tingyu membuang semuanya tanpa mempertimbangkan keinginan Lan Lan?
Lei Tingyu menatap tajam matanya, berkata dingin, "Aku lebih tahu kesukaannya daripada siapapun. Yang tidak paham situasi sekarang adalah kau."
"Ting Yu, aku—"
Lan Xin takut mereka bertengkar, mencoba mencairkan suasana, tapi Lei Tingyu malah melototinya, sorot matanya jelas berkata: Lanjutkan bicara jika berani mati!
Interaksi diam-diam mereka berdua tak luput dari pengamatan Mu Feng.
"CEO Lei terlalu otoriter dalam bekerja, Lan Lan masih sakit, sebagai suami, bukankah seharusnya kau lebih merawatnya?"
Kapan Lan Lan berubah menjadi seperti sekarang, hanya dengan sorot matanya saja sudah tidak berani bicara?
"Justru karena aku suaminya, jadi lebih banyak yang kulakukan daripada 'orang luar' sepertimu! Kamu tahu karena apa dia dirawat?"
Mu Feng menatap Lan Xin yang menunduk karena rasa bersalah.
Lei Tingyu seolah mesra mengetuk keningnya dengan keras.
"Pecinta makanan ini sembarangan jajan di pedagang kaki lima sampai kena pendarahan lambung. Aku sudah memeras otak mengatur makanannya, khawatir perutnya teriritasi. Tapi 'senior' sepertimu malah memberinya tumpukan makanan sampah?"
Mu Feng tak menyangka alasan Lan Xin dirawat karena ini. Ia terdiam beberapa detik lalu berdiri.
"Maaf, pertimbanganku kurang matang."
"Ini bukan salahmu, aku sendiri yang ingin makan." Lan Xin tak menyangka akan berujung seperti ini.
Mu Feng hanya kebetulan lewat, barang-barang itu semua dibeli Mi Feifei. Tuduhan Lei Tingyu membuatnya merasa telah menyeret Mu Feng.
"Lan Lan, kali ini kelalaianku telah merepotkan kalian, ini salahku."
Lei Tingyu unggul satu babak, memandangnya dengan bangga. Sorot matanya jelas berkata: Kalau sudah tahu salah, kenapa belum pergi?
