"Bab 77: Hidup jadi milikku, mati jadi hantuku"
"Dengan tanpa ampun dia mencabik sisa gaunnya. Warna pink menyolok itu mengingatkannya pada wajah layak dipukul Mu Feng."
"Lan Xin berjuang mati-matian. Dengan sigap Lei Tingyu membalikkan tubuhnya hingga terlentang di lantai."
"'Kita tidak boleh!' Lan Xin mendorongnya dengan putus asa. Perbedaan kekuatan alami pria-wanita membuatnya sulit melawan, apalagi Lei Tingyu sedang dilanda amuk kemarahan."
"'Pertemuan sebelumnya, bukankah kau juga menikmati? Sekarang dapat selingkuhan baru, langsung ingin membuang mantan suami?' Salah pahamnya mengira Lan Xin menjaga tubuh untuk Mu Feng, api cemburu dalam hatinya semakin berkobar saat menindasnya tanpa belas kasihan."
"Dia harus menguasainya sekarang. Harus mengunci erat-erat perempuan ini, tak boleh kemana-mana!"
"'Sama sekali bukan begitu! Lei Tingyu, tindakanmu ini melanggar kesadaranku, kau tahu?!' Teriaknya penuh kekecewaan."
"Dua kali sebelumnya, meski setengah menolak, dia tidak akan merasa sedih seperti sekarang."
"Ucapannya memprovokasi matanya memerah. Dia menghentikan gerakan, mundur selangkah, menatapnya dengan dingin."
"Bersamaku melanggar kesadaranmu, lalu dengannya? Apakah kau juga bersikap seperti ini, katakan!"
"Dengan kasar dia mengguncang bahunya."
"Berapa kali harus kukatakan, hubunganku dengan Mu Feng benar-benar bersih baru kau percaya?"
Lan Xin kolaps, hal sederhana ini bagaimana bisa berkembang seperti ini?
"Jika Lei Tingyu hanya khawatir reputasi Grup Lei rusak karena fotoku, sebenarnya tidak perlu menghinaku seperti ini—"
Tiba-tiba, kilasan inspirasi muncul. Menatap wajah Lei Tingyu yang murka, mungkinkah dia cemburu?
Meski pemikiran ini kurang masuk akal, Lan Xin tetap mencoba bertanya.
"Baju yang kukenakan sebenarnya berapa harganya, mengapa tidak kau beri tahu!"
Sebenarnya, saat Fei Fei dan Shi Shi bilang bajunya sangat mewah dan Lei Tingyu sangat menyayanginya, diam-diam dia pernah berfantasi mungkin ada sedikit perasaan padanya.
Reaksi kemarahan Lei Tingyu yang begitu ekstrim sekarang juga membangkitkan harapan tak pantas dalam diri Lan Xin.
Tapi jawaban Lei Tingyu seperti air dingin yang menyiramnya hingga menggigil.
"Bajunya memang asli, tapi itu tak berarti apa-apa. Pergi ke lokalisasi bukankah perlu bayar?"
Hati Lan Xin tertusuk dengan keras, bayaran prostitusi!
Pecahan di lantai seakan menertawakan sikapnya yang membuat dirinya berharap lebih.
"Kau pikir kau begitu mempesona? Lihatlah wujudmu sekarang, aku Lei Tingyu bisa mendapatkan perempuan mana saja, harusnya tak perlu perempuan tak bersih sepertimu!" Dia mencengkeram rambutnya, menekannya di atas meja teh semi-transparan.
"Sejak awal, aku hanya bermain-main denganmu. Selama aku belum puas, kau tak boleh pergi. Yang sudah kutinggalkan, orang lain juga tak boleh sentuh!"
Kaca transparan memantulkan wajah lesu Lan Xin, air mata jatuh menetes-netes.
Dia tak puas dengan diamnya di depan kaca meja teh. Bukan ini sikap yang seharusnya dia tunjukkan.
Dia seharusnya mencolok, bertingkah liar, bahkan mengacungkan cakar kecilnya untuk melawan.
Tapi tidak. Sorot matanya kosong menatapnya, seperti kehilangan jiwa.
Butiran air mata berguling-guling jatuh di pipi. Lei Tingyu yang melihatnya tiba-tiba merasa dadanya sesak.
Wujudnya sekarang membuatnya merasa menakutkan tanpa alasan. Lan Xin ini seakan bisa terbang kapan saja. Tidak boleh!
Dia telah meninggalkan seekor iblis yang sulit dikendalikan dalam hatinya. Setelah mengacaukan segalanya, mana mungkin dia melepasnya pergi!
Lei Tingyu maju lagi menekannya. Dia harus melanjutkan hal yang terputus tadi. Dia harus membuat Kucing liarnya kembali hangat oleh suhu tubuhnya!
Beberapa kali sebelumnya, sekeras apa pun pertengkaran mereka, selama dia menekannya dan menggunakan belitan tubuh, dengan cepat bisa membuatnya kehilangan kewarasan.
Tapi kali ini, Lei Tingyu salah hitung.
Lan Xin memanfaatkan saat dia melepas celana, menghentakkan kakinya dengan kuat, bangkit cepat dari lantai, menyambar pisau buah di meja teh dan menempelkannya di lehernya sendiri.
"Lei Tingyu, kalau hari ini kau berani menyentuhku, aku akan bunuh diri di hadapanmu! Jangan kau buat aku mendendam seumur hidup!"
Pupil Lei Tingyu menyempit. Merebut pisau kecil itu dari tangannya sebenarnya tidak sulit baginya.
Dia juga bisa memaksanya, menggunakan keunggulan fisik untuk menekannya ke lantai, 'menghukum' di tempat, berapa kali pun dia mau.
Tapi itu hanya akan membuatnya semakin membenci dirinya, sekaligus mengukuhkan citra tinggi pria liar Mu Feng dalam hatinya.
"Aku tak akan memberi kesempatanmu untuk membenciku selamanya! Lebih baik kau berperilaku baik!" Setelah mengancam, dia menyelimutkan jaket yang tadi dia lepas ke tubuhnya.
Lan Xin lolos dari bencana, tapi bayang-bayang itu tertinggal dalam hatinya.
Kegelapan Lei Tingyu saat ini menciptakan ilusi seolah dia bisa tercabik-cabik kapan saja.
Dia meringkuk seperti bola, memandangnya dengan waspada, tidak tahu apa yang akan dilakukan pria itu selanjutnya.
Lei Tingyu berusaha mengendalikan emosinya. Dia tidak ingin terus berada di sini.
Kucing liar kecil ini telah membangkitkan iblis bernama keirihatian di dasar hatinya. Dia takut jika tetap tinggal akan melakukan tindakan yang bahkan akan dia sesali sendiri.
Maka, Lei Tingyu melakukan tindakan yang menurut Lan Xin sangat gila.
Dia pertama-tama menelepon, meminta bawahannya mengirimkan kunci dan borgol. Sambil menunggu, di depan Lan Xin, dia membakar serpihan pakaian merah muda di lantai. Kobaran api yang dahsyat membuat Lan Xin mengkerut di sudut, hanya bisa menyaksikan kegilaannya.
Bayangan Lei Tingyu dalam pantulan cahaya api bagaikan Satan dari neraka. Hari ini dia memperlihatkan sisi lain dirinya yang gila, melampaui segala imajinasinya.
Saat api membesar, dia bahkan mengira pria ini ingin membakarnya hidup-hidup.
Sejak dewasa, Lei Tingyu belum pernah menunjukkan perilaku di luar kendali seperti ini.
Pengkhianatan Lan Xin merobek selubung ketenangannya. Iblis yang selama ini terkurung di hatinya menerobos tembok kewarasan. Membakar pakaian menyebalkan itu, seolah bisa menghanguskan jejak laki-laki lain di hatinya.
"Lan Xin, ingat baik-baik! Hidup jadi milikku, Mati jadi hantuku! Saat ajal menjemput, abu kita akan menyatu dikubur bersama. Takkan kubiarkan siapapun merekanmu dariku!"
Melemparkan ancaman itu, dia memborgol satu tangan Lan Xin ke kepala ranjang lalu membanting pintu pergi.
Dalam kesendirian kamar, Lan Xin mengenakan jubah tidur longgar. Memeluk lutut di tepi ranjang, air mata yang tertahan akhirnya tumpah menjadi banjir.
Betapa bodohnya dia baru saja merasa cemas untuk pria yang menyebutnya hina ini.
Bahkan muncul perasaan yang seharusnya tidak ada, ada momen dimana dia mengira dia menyukainya.
Pria ini hanyalah menganggapnya sebagai mainan, bukan perasaan tulus, hanya keinginan posesif yang keras kepala.
Harapan-harapan yang seharusnya tidak ada, juga dibunuh tegas olehnya.
Dia tidak tahu berapa lama Si Gila Petir akan mengurungnya, hanya tahu hatinya terasa sakit luar biasa.
Dia mengira melalui masa bersama mereka, hubungan mereka sudah membaik, tapi ternyata di hatinya, dia tetap orang rendahan.
Hujan di luar jendela terus turun.
Air mata Lan Xin juga tak kunjung berhenti, dia menggosok wajahnya keras-keras, menangis untuk apa? Bukankah sudah terbiasa sendirian...
Pada akhirnya, hanya dia sendiri yang Hidup dalam era es tanpa cinta ini, dalam Kesepian.
